gebrakan dengan membangun Ruang Rawat Inap Kelas III Tahap II. Pembangunan gedung disertai pengadaan sarana dan prasarana rumah sakit di tahun 2011
menyebabkan pembengkakan dana pada tahun 2011. Rumah sakit mengeluarkan anggaran belanja yang sangat besar untuk pembangunan gedung rawat inap kelas III
dan penambahan inventaris kantor, peningkatan cost seiring dengan meningkatnya aset tetap RSUD Dr. Pirngadi Medan yaitu penambahan aset tetap dengan adanya
pembangunan gedung dan penambahan inventaris kantor. Sesuai penelitian Irawani 2007 yang menyatakan bahwa cost meningkat karena pembangunan rumah sakit
bukan merupakan masalah karena aset tetap dan aset lancar rumah sakit juga bertambah dan aset ini dapat digunakan untuk menghasilkan revenue.
5.1.3. Laba
RSUD Dr. Pirngadi Medan tidak mengenal istilah laba tetapi sisa lebih penggunaan anggaran disebut silpa. Jumlah Silpa diperoleh dari rencana anggaran
dikurangi realisasi anggaran pada tahun yang sama. RSUD Dr. Pirngadi Medan menghasilkan silpa berkisar antara 90-96 pada tahun 2010-2013 berarti
kemampuan rumah sakit dalam menyerap anggaran belum baik dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Silpa tahun 2010 tidak baik 9,87, menjadi cukup baik 5,89 di
tahun 2011, namun menurun lagi menjadi tidak baik 9,44 pada tahun 2012, kemudian meningkat kembali menjadi cukup baik 5,40. Silpa rumah sakit belum
baik karena perubahan regulasi, efisiensi anggaran dan tambahan pendapatan.
Regulasi dari pemerintah daerah yang semula bisa dilaksanakan akhirnya tidak bisa dilaksanakan, contohnya pembangunan gedung kantor dan rawat inap Kelas I, II, VIP
Universitas Sumatera Utara
belum terlaksana. Upaya mengatasi masalah ini adalah rumah sakit perlu meningkatkan kemampuan bagian keuangan dalam mengelola keuangan dengan
memberikan pelatihan kepada pegawai bagian keuangan mengenai cara merencanakan anggaran dan merealisasikan anggaran agar rumah sakit mampu
mengestimasi pendapatan dan belanja serta melaksanakan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan rumah sakit dalam penyerapan anggaran belum konsisten karena manajemen rumah sakit belum
memiliki strategi yang andal untuk senantiasa mempertahankan bahkan meningkatkan kemampuan dalam merealisasikan rencana anggaran.
Mengingat begitu krusialnya peran manajemen dalam menentukan kebijakan menyangkut
peningkatan kinerja keuangan rumah sakit maka diperlukan adanya suatu metode untuk menilai kinerja mereka secara periodik dan komprehensif. Dalam penelitian
Lawson et al 2003 menunjukkan bahwa penggunaan alat pengukuran kinerja manajerial sebagai salah satu alat pengendalian manajemen mengurangi biaya
overhead sekitar 25 dan meningkatkan penjualan.
5.2. Kinerja Rumah Sakit dari Perspektif Pelanggan