Model Sentra Energi Berbasis Biomassa (Studi Kasus di Kawasan Bogor, DKI Jakarta, dan Purwakarta)

(1)

MODEL SENTRA ENERGI BERBASIS BIOMASSA

(Studi kasus di kawasan Bogor, DKI Jakarta, dan Purwakarta)

OLEH :

ACHMAD SJAMSU ANWAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul : Model Sentra Energio Berbasis Biomassa (Studi kasus di kawasan Bogor, DKI Jakarta, dan Kabupaten

Purwakarta).

Adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi.

Bogor, 15 Januari 2007


(3)

ABSTRAK

ACHMAD SJAMSU ANWAR. Sentra Energi Berbasis Biomassa (Studi kasus kawasan Bogor, kawasan DKI Jakarta dan kawasan Purwakarta). Dibimbing oleh M. SRI SAENI, H. M. H. BINTORO DJOEFRIE, dan KOESWARDHONO MUDIKDJO.

Peranan energi fosil tetap dominan dalam memenuhi kebutuhan energi manusia yang berakibat pada percepatan kelangkaan energi dan sekaligus meningkatkan jumlah bahan pencemar dari penambangan, pengangkutan dan pemakaian energi fosil. Keadan tersebut perlu ditanggulangi dengan memanfaatkan sumberdaya energi lain yang dapat mengganti peran energi fosil dan yang rendah kadar bahan pencemar. Salah satu pilih-annya adalah biomassa yang dengan proses biokonversi menghasilkan sisntesis energi komersial.

Penelitian ini bertujuan : 1) mendapatkan model penduga produksi bio gas dan ka-dar metana hasil proses fermentasi anaerobik campuran biomassa, 2) merancang sistem produksi metana yang menggunakan proses fermentasi anaerobik, 3) mengevaluasi kela-yakan sistem produksi metana, dan 4) menyusun model simulasi sistem produksi metana. Pada penelitian ini dilakukan dengan empat bagian yang saling berkaitan. Pene-litian gas bio menggunakan proses fermentasi anaerobik dengan data yang diperoleh dari percobaan tiga jenis biomassa dan empat macam komposisi campuran biomassa. Data kandungan unsur hara dan kandungan logam berat bahan organik sisa proses fermentasi diperoleh dari analisis laboratorium (N dengan metode Kjedahl; metode AAS untuk mendapatkan data P, K, Cd, Pb, dan Hg). Kajian kelayakan sistem produksi metana menggunakan data histroris dan model penduga gas bio terhadap kontinyuitas penye-diaan biomassa, kelayakan finansial dengan parameter NPV, produksi metana, dan pengurangan kuantitas limbah padat. Model simulasi disusun dengan metode matematis menggunakan perangkat lunak Qbasic, dan validitas model menggunakan metode output Berdasarkan hasil penelitian dan kajian dapat disimpulkan 1) produksi metana biomassa campuran dapat diprediksi dengan model penduga V = ΣkiVi (α=0,05) dan kadar metana dengan model penduga K = ΣkiViKi/V (α=0,05), 2) bahan organik sisa fermentasi mengandung unsur hara N, P, K relatif setara dengan kandungan unsur hara kompos (α = 0.05), 3) dipandang dari aspek keberlangsungan penyediaan biomasa, aspek finansial yang menggunakan rasio NPV terhadap biaya investasi, aspek jumlah produksi metana yang sangat signifikan serta aspek perlindungan lingkungan dengan kemampuan mereduksi sampah padat 28,54 sampai 72,33 %, maka sentra energi ber-basis biomassa sangat layak untuk diwujudkan. Kemudiam model simulasi yang diran-cang layak digunakan untuk memprediksi karakteristik operasi sentra energi di suatu kawasan.


(4)

ABSTRACT

ACHMAD SJAMSU ANWAR. Energy Center Based on Biomass ( a case study in Bogor, Province of DKI Jakarta, and Purwakarta). Under the direction of M. SRI SAENI, H. M. H. BINTORO DJOEFRIE, and KOESWARDHONO MUDIKDJO. Fossil energy still holding a significant role as a dominant source to fulfill the energy needs of human being. Countinous usage of fossil energy creates a condition where fossil energy resources become very rare and the level of environment pollution is increasing from mining, transporting and usage of fossil energy. This condition need to be antisipated by using another energy source which could replace fossil energy and at the same time have low level of pollutant. One of option is the biomass, which coud produce commercial syntetic energy through bioconvertion process.

The objectives of this study are : 1) to develop forecast model of biogas and methane production as a result from anaerobic fermentation of mixed biomass; 2) to develop methene production system which used anaerobic fermentation process; 3) to evaluate the feasibility of methane production system; and 4) to develop simulation model of methane production system. Four related part were conducted during this study. Study of biogas through anaerobic fermentation process using datas which were gained from three kind of biomass and four kind mixed biomass composition. The data of important material and metal metter of organic matter as a result of fermentation process was go to from laboratoium analysis (N with Kjedahl method; ASS method to get P, K, Cd, Pb, and Hg datas). Feasibility study of methane production system using hystorical data and forecast model of biogas towards the continuity of biomass production, financial feasibility with the parameter of NPV, methane production, and decreasing of solid waste quantity. Simulation model was made based on mathematical method using Qbasic softwere and model validity using output method.

Based on the result of the research can be concluded that : 1) methane production from mixed biomass can be predicted by forecast model V = ΣkiVi (α=0,05) and the level of methane forecast model K = ΣkiViKi/V (α=0,05); 2) organic material from fermentation residue is containing important organic matter N, P, K, relatively equal to compos important organic matter (α = 0.05); 3) energy center based on biomass is feasible in term of : continous biomass supply, financial with NPV to investation ratio, significant methane production, and capability to reduce solid waste bay 28.54 – 72.33 %; and 4) simulation model of energy center based on biomass can be used to predict the operational characteristcs of energy based on biomass.


(5)

MODEL SENTRA ENERGI BERBASIS BIOMASSA

(Studi kasus di kawasan Bogor, DKI Jakarta, dan Purwakarta)

OLEH :

ACHMAD SJAMSU ANWAR

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah yang berjudul Model Sentra Energi Berbasis Biomassa (Studi kasus di kawasan Bogor, Jakarta, dan Purwakarta) berhasil diselesaikan.

Kurun waktu yang sangat panjang mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian sampai pembuatan laporan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Terima kasih penulis haturkan kepada Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS, Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, MAgr, Prof. Dr. Ir. Koeswardhono Mudikdjo selaku Komisi Pembim-bing yang telah sangat banyak memberi tuntunan dan bimPembim-bingannya. Penulis juga me-nyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak dan instansi atas bantuan langsung maupun tidak langsung dan atas kerjasama yang baik kepada penulis dalam mengerja-kan karya ilmiah ini. Terima kasih penulis ungkapmengerja-kan pada istri dan anak-anakku atas semua dukungan yang tak pernah surut dan rajutan doa yang senantiasa mengiringi penulis.

Bagian yang utuh dari rasa syukur atas penyusunan karya ilmiah ini adalah penulis persembahkan untuk almarhumah Ibunda Hj Nahiya dan almarhum Ayahanda H. M. Asir yang semasa hidup beliau telah membimbing dan menebarkan kasih sayang kepada penulis yang sungguh tak terkirakan. Akhirnya penulis mengharapkan karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Bogor, 10 Maret 2006 Achmad Sjamsu Anwar


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 29 April 1951 di Muara Rupit Musi Rawas Sumatera Selatan. Mengikuti pendidikan dasar ditempuh di Muara Rupit dan pendidik-an menengah ditempuh di Palembpendidik-ang dpendidik-an Bpendidik-andung. Pendidikpendidik-an sarjpendidik-ana pada departe-men teknik mesin Institut Teknologi Bandung, dan lulus pada tahun 1976. Pada tahun 1991 lulus pendidikan sarjana strata dua dari Program Pascasarjana IPB pada program studi Keteknikan Pertanian. Selanjutnya pada tahun 1999 penulis melanjutkan ke pro-gram Doktor pada Propro-gram Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB.

Penulis pada mulanya bekerja sebagai Pengajar Diklat PLN di Cibogo Bogor sampai tahun 1978. Pada tahun 1978, penulis bekerja sebagai dosen tetap di Universitas Jayabaya Jakarta. Terakhir penulis diangkat sebagai PNS dan melalui Kopertis Wilayah III Jakarta diperbantukan pada Fakultas Teknik Universitas Jayabaya pada tahun 1979.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Tujuan Penelitian ………. 3

1.3. Kerangka Pemikiran ……… 3

1.4. Perumusan Masalah ………. 7

1.5. Hipotesis ……….. 8

1.6. Manfaat Penelitian ……… 8

1.7. Novelty ………. 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 10

2.1. Potensi Biomassa ……… 10

2.1.1. Linbah Padat ……….. 11

2.1.2. Pertanian Energi ………. 14

2.1.3. Hutan Energi ……….. 14

2.2. Proses Konversi Biomassa ……….. 15

2.2.1. Proses fermentasi Membuat Etanol ……… 15

2.2.2. Pembuatan Gas Dengan Proses Fermentasi Anaerobik ………. 16

2.2.3. Proses Pirolisis ……… 16

2.2.4. Proses Reduksi Kimia ………. 17

2.2.5. Metana Dari Gasbio ……… 17

2.3. Konsumsi Dan Pencamaran Energi Fosil ………. 19

2.3.1. Konsumsi Energi Dunia ……….. 19

2.3.2. Konsumsi Energi Indonesia ……… 21

2.3.3. Cadangan Energi Komersial Indonesia ……….. 24

2.3.4. Pencemaran Energi Fosil ……… 26

2.4. Konservasi Dan Substitusi Energi ……… 30


(10)

Halaman

2.5. Sistem Sentra Energi Berbasis Biomassa 34

2.5.1. Karakteristik Rancangan ……… 34

2.5.2. Input Dan Output ……… 36

2.5.3. Gambaran Umum Proses ……… 37

2.5.4. Infrastruktur Sentra Energi Biomassa ……… 42

III. METODE PENELITIAN 50

3.1. Tempat ……… 50

3.2. Rancangan Penelitian ………. 50

3.2.1. Percobaan Gasbio ……… 50

3.2.2. Percobaan Bahan Organik ……….. 51

3.2.3. Karaktersitik Sentra Energi Biomassa ……….... 51

3.2.4. Model Simulasi ……… 51

3.3. Bahan Dan Alat ………. 52

3.4. Sumber Data Yang Digunakan ……….. 53

3.4.1. Data Gasbio ……….. 53

3.4.2. Data Bahan Organik ………. 53

3.4.3. Data Potensi Biomassa ………. 54

3.4.4. Data Harga Satuan ……… 56

3.5. Perancangan Model Sentra Energi Biomassa ………. 56

3.6. Model Simulasi Model Sentra Energi Biomassa Yang Digunakan …… 58

3.6.1. Sub Model Biomassa dan Produk Hasil ……… 58

3.6.2. Sub Model Investasi ……….. 59

3.6.3. Sub Model Nilai Lingkungan ……… 64

3.6.4. Sub Model Aspek Finansial ……….. 64

3.6.5. Sub Model Ouput ……….. 67

3.6.6. Program Komputer Yang Digunakan ……… 68

3.7. Model Penduga Dan Pengujian Model ……… 68

3.7.1. Model Penduga Produksi Gasbio ……… 68

3.7.2. Model Penduga Kadar Metana Gasbio ……… 69

3.7.3. Validasi Model Simulasi ………. 70


(11)

3.9. Waktu Pelaksanaan ……… 71

3.10. Asumsi Yang Digunakan ………. 71

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 72

4.1. Gasbio ……… 72

4.1.1. Produksi Gasbio ………... 72

4.1.2. Efek Biomassa Campuran ……… 76

4.1.3. Kadar Metana ………... 77

4.1.4. Model Penduga Gasbio Campuran Biomassa ……….. 78

4.1.5. Model penduga Kadar Metana Campuran Biomassa ………….. 81

4.2. Limbah Organik ………. 86

4.3. Kandungan Bahan Organik ……… 88

4.3.1. Kandungan Hara ……….. 90

4.3.2. Kandungan Logam Berat ………. 90

4.4. Sentra Nergi Biomassa ……….. 91

4.4.1. Biomassa terkumpul ………. 92

4.4.2. Investasi ……… 97

4.4.3. Produksi Gas Metana ……… 101

4.4.4. Kas Tahun Operasional ……… 104

4.4.5. Nilai Lingkungan ………. 108

4.5. Simulasi Sentra Energi Biomassa ……….. 111

4.5.1. Biomassa Terkumpul Dan Produksi Metana ……… 111

4.5.2. Biaya Investasi ………. 114

4.5.3. Hasil Bersih Dan Nilai Sekarang Bersih ………. 114

4.5.4. Nilai Lingkungan ………. 115

4.5.5. Validasi Model ………. 116

4.6. Karakteristik Sentra Energi Biomassa 2006 – 2013 ……….. 119

4.6.1. Biomassa terkumpul dan Produksi Metana ………. 119

4.6.2. Biaya Investasi ………. 121

4.6.3. Hasil Bersih Dan Nilai Sekarang Bersih ……….. 121

4.6.4. Nilai Lingkungan ……….. 122

V. KESIMPULAN 124


(12)

5.2. Saran ……… 124

DAFTAR PUSTAKA 126

LAMPIRAN 133


(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1 Bahan Organik yang Menghasilkan Metana ……….. 18

2 Proses pendahuluan Bahan Lignin dan Hemisellulosa ……. 19

3 Estimasi Konsumsi Energi Dunia ……… 20

4 Konsumsi Energi Menurut Regional ………... 20

5 Konsumsi Energi Total Indonesia ………... 21

6 Pemakaian Energi Final ………... 22

7 Penyediaan Energi Primer di Indonesia ……….. 24

8 Energi Bahan Bakar dan Produksi CO2 ………... 28

9 Emisi Karbondioksida CO2 ……….. . 29

10 Ukuran dan Kapasitas Reaktor Fermentasi ………. 45

11 Jumlah Reaktor Fermentasi Sentra Energi ……… 46

12 Ukuran dan Kapasitas Tangki Gasbio ………. 47

13 Jumlah Tangki Pengumpul Gasbio Sentra Energi …………... 48

14 Produksi Gasbio pada Berat Kering 4,97kg ……… 73

15 Produksi Gasbio Berdasarkan Periode ……… 75

16 Kadar Rata-rata Metana dalam Gasbio ………... 77

17 Limbah Padat Fermentasi Anaerobik ……….. 86

18 Keseimbangan Bahan Hasil Fermentasi Anaerobik ………… 87


(14)

No Judul Halaman

20 Kandungan Unsur Hara Bahan Organik Sisa Fermentasi …………. 90

21 Kandungan Logam Berat Bahan Organik Sisa Fermentasi ……….. 91

22 Jumlah Total Biomassa Terkumpul Kawasan Bogor ……… 93

23 Jumlah Total BiomassaTerkumpul Kawasan DKI Jakarta ………. 95

24 Jumlah Total BiomassaTerkumpul Kawasan Purwakarta ……….. 96

25 Biaya Investasi Sentra Energi Kawasan Bogor ……… 98

26 Biaya Investasi Sentra Energi Kawasan DKI Jakarta ……….. 99

27 Biaya Investasi Sentra Energi Kawasan Purwakarta ……… 100

28 Produksi Metana Sentra Energi Kawasan Bogor ……….. 102

29 Produksi Metana Sentra Energi Kawasan DKI Jakarta ………. 103

30 Biaya Metana Sentra Energi Kawasan Purwakarta ………... 104

31 Aruskas Sentra Energi Kawasan Bogor ……… 106

32 Aruskas Sentra Energi Kawasan DKI Jakarta ……….. 107

33 Aruskas Sentra Energi Kawasan Purwakarta ……… 107

34 Perlindungan Lingkungan kawasan Bogor ………... 109

35 Perlindungan Lingkungan kawasan DKI Jakarta ...………... 110

36 Perlindungan Lingkungan kawasan Purwakarta………... 111

37 Simulasi Biomassa Terkumpul dan Produksi Metana ………. 112

38 Simulasi Hasil Bersih Tahunan Dan Nilai Sekarang Bersih ……… 115 39 Hasil Simulasi Perlindungan Lingkungan 116 40 Validasi Output Model Simulasi 119 41 Biomassa Terkumpul dan Produksi Metana 2006 – 2013 121


(15)

No Judul Halaman

42 Laba Bersih dan Nilai Sekarang Bersih 2006 – 2013 ………... 122 43 Nilai Lingkungan 2006 – 2013 ………. 123


(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1 Kerangka Pemikiran ……….. 6

2 Konsumsi Energi Perkapita ………... 23

3 Porsi BBM dan Gas pada Konsumsi Energi Komersial ………… 24

4 5 Cadangan Energi Fosil Sampai Tahun 2000 ………. Sketsa Alur Pemanfaatan Biomassa ……….. 25 35 6 Alur Proses Produksi Gas Bahan Biomassa ……….. 38

7 Sketsa Pengolahan Khusus Limbah Pertanian ……….. 43

8 Sketsa Proses Khusus Limbah Peternakan ……… 43

9 Sketsa Proses Khusus Sampah Kota ………. 44

10 Sketsa Reaktor Fermentasi ……… 45

11 12 Rumput Gajah dan Sampah ……... Alat Percobaan Fermentasi Anaerobik Penghasil Gas Bio ……… 52 52 13 Produksi Gasbio Biomassa ……… 73

14 Produksi Gasbio Bahan Campuran Biomassa ………... 77

15 Produksi Gasbio CB01 Model dan Percobaan ……….. 78

16 Produksi Gasbio CB02 Model dan Percobaan ………. 79

17 Produksi Gasbio CB03 Model dan Percobaan ………. 80

18 Produksi Gasbio CB04 Model dan Percobaan ………. 81


(17)

No Judul Halaman

20 21

Kadar Metana CBM 02 Model dan Percobaan ……….. Kadar Metana CBM 03 Model dan Percobaan ………..

83 84 22 Kadar Metana CBM 04 Model dan Percobaan ……….. 85 23 Persentase Selisih Biomassa Hasil Simulasi Terhadap Riel …… 113 24 Persentase Selisih Gas Metana Hasil Simulasi Terhadap Riel … 114 25

26

Persentase Selisih Nilai Lingkungan Hasil Simulasi Terhadap Riel Karakteristik Ouput Model Dengan Hasil Riel ………..

117 118


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman 1 Data Percobaan Gas Bio ………. 133 2 Hasil Pengujian Kandungan Gas Metana ………….. ………….. 154 3

4 5

Program Model Simulasi Model Sentra Energi Biomassa ……… Daftar Harga ………... Input dan Output Program Simulasi ………...

158 174 176


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan manusia akan energi terus meningkat setiap tahun. Peningkatan tersebut didorong oleh pertumbuhan populasi dan perbaikan kesejahteraan manu-sia. Menurut Kreit dan Goswani (2005), pertumbuhan populasi, perkembangan in-dustri yang pesat, dan urbanisasi pada pusat pertumbuhan telah mendorong pe-ningkatan konsumsi energi di dunia dalam 50 tahun terakhir. Pada beberapa tahun terakhir peningkatan konsusmsi energi dorong oleh dua faktor, yaitu pertumbuhan populasi yang mencapai lebih dari 20 % dan perbaikan standar kehidupan yang mendorong konsumsi energi perkapita meningkat hampir 40 % (Pandey, 1997).

Pada tahun 1990 konsumsi energi di dunia sebesar 559,952x108 Setara Barel Minyak (SBM), meningkat menjadi 696,552x108 SBM pada tahun 2001 dan pro-yeksi pada tahun 2025 menjadi 1074,138x108 SBM (Kreit dan Goswani, 2005). Pada kurun waktu tahun 1990 sampai tahun 2000, konsumsi energi di Indonesia meningkat dari 420,863x106 SBM pada tahun 1990 menjadi 641,271x106 SBM pada tahun 2000, atau meningkat 50,47 % dalam sepuluh tahun (Ditjen Migas, 2004). Konsumsi energi komersial perkapita di Indonesia pada tahun 1970 sebesar 0,41 SBM/tahun meningkat menjadi 1,79 SBM/tahun pada tahun 1990 (Kadir, 1995). Terjadinya peningkatan tersebut, karena semua sektor mengalami pening-katan rata-rata di atas sepuluh persen pertahun. Diperkirakan konsumsi energi sektor industri akan meningkat rata-rata 25,4 % setiap tahun, sektor transportasi meningkat rata-rata 14 %, dan sektor rumahtangga 8 % (Kadir, 1995).

Energi untuk memenuhi kebutuhan menusia yang terus meningkat tersebut sebagian besarnya berasal dari sumberdaya energi yang tidak dapat pulih, teruta-ma energi fosil. Pada tahun 1990 dari 559,952x108 SBM konsumsi energi seba-nyak 465,345x108 SBM (77,56 %), dan pada tahun 2001 dari 696,552x108 SBM konsumsi energi sebesar 514,138x108 SBM (73,81 %), serta diproyeksikan sebe-sar 76,53 % dari konsumsi energi dunia berasal dari energi fosil pada tahun 2025 (Kreit dan Goswani, 2005). Sebagai sumberdaya yang tak dapat pulih, pemanfaat-an energi fosil dalam jumlah besar tersebut telah menjadi faktor lahirnya


(20)

permasa-lahan baru. Permasapermasa-lahan pertama adalah persediaan energi fosil di seluruh dunia semakin cepat berkurang yang berarti batas persediaan tersebut akan segera terca-pai. Proses menuju habisnya sumberdaya energi berdampak pada harga energi yang sangat cepat meningkat dan menghambat upaya peningkatan kesejahteraan (Hare dan Marlow,1999; KLH, 1997). Permasalahan yang kedua adalah pemanfa-atan energi fosil, kecuali gas, telah melahirkan masalah lingkungan yang sangat berat dalam bentuk pencemaran karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya ke atmosfir yang berdampak pamanasan global. Pembakaran energi fosil terutama batubara dan minyak merupakan sumber utama emisi CO2 ke atmosfir (Kreith dan

Goswani, 2005; Pandey, 1997; MERI. 1996; Cleveland, 1995). Pemanasan global telah menjadi simpul awal dari perma-salahan lingkungan lainnya, terutama peru-bahan iklim dan peningkatan permukaan laut. Permasalahan yang ketiga adalah meningkatnya kesulitan penambangan bahan energi fosil, karena lokasi penam-bangan semakin jauh dari prasarana dasar yang tersedia dan memerlukan tekno-logi yang lebih maju dan komplek. Akibat dari permasalahan tersebut, harga energi fosil terus mengalami peningkatan, dan secara bersamaan terjadi proses kelangkaan energi fosil. Menurut Pandey (1997), pada saat ini untuk memanfa-atkan sumberdaya energi yang konvensional seperti fosil telah semakin sulit dan dengan biaya yang terus meningkat. Permasalahan yang keem-pat adalah suatu hipotetis, bahwa sebagai akibat dari penambangan minyak bumi dan gas bumi te-lah menurunkan kepadatan material di dalam bumi, sehingga terjadi penurunan tingkat daya dukung bumi atas beban di permukaannya.

Permasalahan energi tersebut perlu ditanggulangi dengan cara meningkat-kan peran sumberdaya energi lain. Pilihan yang terbaik adalah dari sumberdaya yang mempunyai karakteristik tertentu yang dapat diperbarui yang menjamin ter-jadinya keberlanjutan, menghasilkan energi bersih, dan baik secara teknologis maupun secara ekonomis dapat dimanfaatkan. Salah satu pilihan adalah meng-efektifkan pemanfaatan biomassa. Sumberdaya energi yang berasal dari biomassa selain dapat disediakan di semua tempat juga memberikan banyak pilihan. Peman-faatan biomassa yang semakin efektif sekaligus mengurangi peranan sumberdaya energi tak-terbarukan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Pilihan tersebut juga sejalan dengan strategi global tentang pembangunan berkelanjutan, yaitu dengan


(21)

meningkatkan efektivitas keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya energi melalui usaha substitusi sumberdaya terbarukan terhadap sumberdaya tak-terbarukan. Me-nurut Bhattacharya (1998) konsekuensi dari penerapan pajak karbon dan berbagai ketentuan lainnya yang berdasarkan pertimbangan sosial dari penggunaan energi, maka sangat diyakini biaya penggunaan biomassa relatif lebih rendah dari biaya pemakaian bahan bakar fosil.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dengan penelitian ini adalah :

a. Merancang model sentra energi biomassa yang mengolah biomassa menjadi produk sintesis energi komersial.

b. Mengevaluasi karakteristik operasional sentra energi biomassa yang meliputi : penyediaan biomassa, produksi gas metana, kelayakan finansial, dan peran pada pengurangan limbah padat.

c. Mendapatkan formula penduga produksi biogas dan formula penduga kadar metana campuran biomassa.

d. Menyusun model simulasi yang menggunakan prosedur dan metode mate-matik yang menggambarkan karakteristik sentra energi biomassa dalam aspek teknis, ekonomis, dan lingkungan dari pilihan-pilihan sumberdaya biomassa untuk memenuhi kebutuhan energi suatu kawasan.

e. Melakukan simulasi berdasarkan model simulasi yang telah dirancang pada persoalan nyata perencanaan energi suatu kawasan di Indonesia.

1.3. Kerangka Pemikiran

Pada umumnya model-model pengembangan sistem energi dari sumber-daya biomassa yang tersedia saat ini masih dalam bentuk model-model pengem-bangan yang bersifat parsial belum dalam bentuk model pengempengem-bangan yang komprehensif. Saat ini permasalahan dalam investasi pengembangan energi se-dang mengalami perubahan pendekatan yang merupakan refleksi dari semakin kompleksnya permasalahan yang ada saat ini.

Biomassa yang sebagian berasal dari tumbuh-tumbuhan yang pada hakekat-nya dapat dipandang sebagai produk dari sistem penyerapan energi surya melalui proses fotosintesis dan secara alamiah merupakan salah satu simpul dari daur energi (Notohadiprawiro, 1998). Dipandang dari potensinya, biomassa merupakan


(22)

sumberdaya energi yang terdapat dan dapat dikembangkan di semua tempat di da-ratan secara berkelanjutan. Memanfaatkan biomassa sebagai bahan yang meng-hasilkan sintesis energi komersial memberikan faedah yang strategis. Faedah yang pertama adalah mengurangi peran energi fosil dalam memenuhi kebutuhan energi komersial, berarti mengurangi ketergantungan pada sumberdaya tak-terbarukan sekaligus menghambat laju kelangkaan energi komersial. Faedah yang kedua menurunkan secara nyata kualitas permasalahan distribusi energi komersial saat ini ke konsumen. Biomassa sebagai sumberdaya energi yang tersebar disemua tempat memungkinkan lokasi sentra energi penghasil sintesis energi komersial berdekatan dengan konsumennya. Lokasi sentra energi penghasil sintesis energi komersial tersebut memerlukan sistem distribusi energi yang lebih sederhana di-bandingkan dengan sistem distribusi energi yang ada saat ini. Dampaknya adalah turunnya biaya distribusi dan biaya investasi prasarana transportasi energi yang lebih rendah. Faedah yang ketiga adalah sebagai landasan untuk mewujudkan swasembada energi.

Pengembangan sentra energi biomassa merupakan konsep pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang bertumpu pada sumberdaya biomassa. Model sentra energi berbasis biomassa adalah suatu sistem yang memproduksi sintesis energi komersial. Sebagai input adalah bahan organik dari berbagai biomassa. Proses produksi menggunakan proses biologis fermentasi anaerobik. Keluaran da-ri sentra energi adalah gas metana dan bahan organik. Gas metana merupakan sin-tesis energi komersial dan bahan organik dapat dimanfaatkan sebagai pupuk orga-nik atau sebagai bahan baku industri. Bertolak dari fungsinya, maka model sentra energi biomassa sebagai sistem yang berperan mengintegrasikan energi biomassa kedalam struktur energi komersial yang saat ini sangat dominan berasal dari sumberdaya fosil. Penerapan model sentra energi biomassa ditujukan untuk me-nyediakan sintesis energi komersial bagi populasi besar di suatu kawasan.

Biomassa sebagai bahan baku sentra energi berasal dari dua sumber utama, yaitu limbah biomassa dan pertanian energi. Limbah biomassa meliputi sampah rumahtangga dan perdagangan, limbah pertanian, limbah perkebunan, limbah pe-ternakan, dan limbah industri pengolahan hasil pertanian. Pertanian energi dapat dalam bentuk kebun energi atau ladang energi, untuk menghasilkan biomassa


(23)

se-gar. Tujuan lain dari pemanfaatan biomassa yang berasal dari limbah sebagai ba-han masukan kegiatan produksi, adalah sekaligus sebagai salah satu upaya untuk meminimalkan beban pencemaran lingkungan dari limbah padat. Operasi dari sen-tra energi selain dimaksudkan untuk memproduksi energi sintesis komersial de-ngan jumlah besar, juga berperanan mengurangi kuantitas limbah padat yang di-hasilkan oleh suatu kawasan.

Penerapan model sentra energi biomasaa pada suatu kawasan akan dapat memenuhi seluruh atau sebagian dari kebutuhan energi di kawasan tersebut, se-hingga terjadi peningkatan kualitas kemandirian kawasan dalam memenuhi kebu-tuhan energinya. Suatu kawasan yang mampu menggunakan biomassa sebagai ba-han baku untuk memproduksi sintesis energi komersial dapat memperoleh manfa-at yang berkelanjutan, yaitu : 1). kawasan tersebut akan mampu menyediakan sen-diri kebutuhan energinya atau setidak-tidaknya sebagian dari kebutuhan energi-nya, 2) pemanfaatan sumberdaya seimbang dengan usaha konservasi sumberdaya itu sendiri, karena pemanfaatannya biomassa dari pertanian energi dengan prinsip kese-imbangan antara pertumbuhan dengan pemanenan, dan 3). penyediaan dan pemanfaatan energi meminimalkan kualitas pencemaran limbah padat. Pada aspek lain, kemampuan suatu kawasan menyediakan bahan energi dari kegiatan sentra energi biomassa melahirkan dampak yang positip baik secara ekonomis maupun lingkungan. Salah satu dampaknya adalah menurunkan frekuensi dan kuantitas transportasi energi antar kawasan. Turunnya frekuensi dan kuantitas transportasi tersebut meningkatkan efisiensi penggunaan biaya distribusi dan turunnya kualitas pencemaran baik dalam bentuk kuantitas bahan pencemar menjadi berkurang maupun dalam bentuk pemanfaatan prasarana dan sarana transportasi.

Pada hakekatnya kawasan dapat menentukan alternatif sumber-sumber bio-massa yang sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki dan yang dapat di-kembangkannya. Penentuan alternatif sumber-sumber biomassa merupakan kebi-jakan pada tahap awal perencanaan. Simulasi dari setiap alternatif dipandang dari aspek teknis, ekonomis, dan dampak lingkungan, merupakan gambaran yang sa-ngat penting dalam menentukan kebijakan dalam bentuk alternatif terbaik. Model simulasi yang mempunyai multi tujuan merupakan kebutuhan dalam analisis un-tuk menenun-tukan kebijakan investasi pengembangan sistem energi saat ini.


(24)

(25)

1.4. Perumusan Masalah

Pada saat ini telah berkembang suatu pendekatan baru dalam mengelola, mengembangkan, memelihara dan memanfaatkan sumberdaya, yaitu secara holis-tik dalam bentuk kriteria, tujuan-tujuan dan sistem yang menjamin adanya keber-lanjutan serta perhatian terhadap dampak lingkungan. Secara bersamaan sedang berlangsung pula usaha melepaskan dari ketergantungan yang besar pada energi fosil, baik untuk menghemat pemanfaatan sumberdaya tak-terbarukan, maupun dalam rangka mengurangi bobot pencemaran yang berasal dari energi fosil.

Saat ini pemanfaatan biomassa sebagai sumberdaya energi masih bersifat parsial, yaitu sebagai tindaklanjut dari usaha untuk mengelola biomassa yang sedia. Tindak lanjut baik dalam rangka mengambil manfaat biomassa yang ter-sedia, maupun dalam rangka meminimalkan pencemaran limbah padat. Model parsial pemanfatan biomassa sebagai bahan energi menimbulkan persoalan-per-soalan khusus yang menyebabkan penerapan metodologi optimasi dengan tujuan tunggal telah kurang tepat. Informasi yang diperoleh dari penggunaan model par-sial dapat melahirkan kekeliruan dalam menetapkan kebijakan pengembangan energi. Timbulnya persoalan-persoalan tersebut disebabkan terutama oleh : 1) Tujuan-tujuan kebijakan di bidang energi mempunyai ruang lingkup yang sema-kin luas yang menuntut pengembangan sumberdaya energi mempunyai banyak tujuan, 2). Aspek ketidakpastian dalam perencanaan semakin berkembang yang melibatkan sumberdaya energi yang strategis dan diantaranya telah melahirkan permasalahan baru dalam bentuk dampak lingkungan, dan 3). Pengembangan sumberdaya energi selain bersifat strategis juga pada umumnya memerlukan investasi yang besar dan dalam pengambilan kebijakan memerlukan informasi yang bersifat komprehensif.

Permasalahan dalam rangka memanfaatkan biomassa dalam jumlah besar melalui sentra energi biomassa adalah bagaimana karakteristik operasional sentra energi biomassa dan konsekuensi penggunaan biomassa dari berbagai sumber untuk menghasilkan bahan energi yang berkelanjutan. Karakteristik operasional tersebut meliputi : 1) produksi bahan energi dengan proses biokonversi campuran biomassa campuran, 2) kelayakan secara ekonomis dari investasi dan operasional sentra energi biomassa, 3) kontinyuitas dan stabilitas pasokan dalam jumlah besar


(26)

secara berkelanjutan, dan 4) pemanfaatan limbah padat yang dihasilkan oleh ling-kungannya. Kemudian permasalahan dari penggunaan biomassa dari berbagai sumber untuk menghasilkan energi adalah : 1) bentuk hubungan antara karakteris-tik produksi gas bio campuran biomassa dengan karakteriskarakteris-tik produksi gas bio biomassa komponen campuran, dan 2) bentuk hubungan antara kadar metana da-lam gas bio yang diproduksi dari campuran biomassa dengan kadar metana da-da-lam gas bio dari biomassa komponen campuran.

1.5. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan adalah yang berhubungan langsung dengan ting-kat kelayakan pengembangan model sentra energi berbasis biomassa dan dengan produksi gas bio dari fermentasi campuran biomassa:

a. Biomassa dari berbagai sumber dapat memenuhi kebutuhan sentra energi seca-ra kontinyu dan stabil dalam jangka panjang.

b. Proses biokonversi campuran biomassa dapat menghasilkan bahan energi da-lam jumlah yang besar.

c. Kegiatan operasional sentra energi biomassa dapat mengurangi kuantitas lim-bah padat dalam jumlah yang besar.

d. Model sentra energi yang memanfaatkan potensi biomassa suatu kawasan seca-ra finansial layak untuk diwujudkan.

e. Produksi gas bio campuran biomassa adalah jumlah yang proporsional dari gas bio komponen campuran.

f. Kadar metana dalam gas bio bahan campuran biomassa adalah jumlah yang proporsional dari gas metana komponen campuran dibagi dengan bobot kering campuran.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah :

a. Dapat digunakan oleh pengambil keputusan dalam merumuskan kebijakan energi pada tingkat nasional, terutama sebagai model untuk peanekaragaman sumberdaya energi yang berkelanjutan.

b. Dapat digunakan oleh pengambil keputusan dalam mencari solusi terbaik untuk menetapkan kebijakan pengembangan energi berbasis biomassa yang bertolak dari kondisi nyata suatu kawasan.


(27)

1.7. Novelty

Pada dasarnya terdapat tiga hal yang merupakan hal baru dari hasil pene-litian ini, yaitu :

a. Formula yang layak digunakan untuk memprediksi tingkat produksi gas bio hasil dari fermentasi anaerobik yang menggunakan biomassa campuran dari berbagai sumber dan berbagai jenis. Umumnya studi mengenai produksi gas bio yang dilakukan selama ini memperlakukan biomassa sebagai biomassa sejenis termasuk biomassa yang sebenarnya merupakan campuran berbagai je-nis, sehingga formulanya berlaku untuk biomassa tersebut. Berkaitan dengan gas bio adalah kadar gas metana yang saat ini umumnya adalah kadar metana dalam gas bio hasil fermentasi anaerobik biomassa jenis tertentu. Penelitian ini menghasilkan formula yang dapat digunakan untuk memprediksi kadar metana gas bio hasil fermentasi anaerobik campuran berbagai jenis biomassa. b. Model sentra energi biomassa merupakan pembaharuan dan pengintegrasian

dari berbagai model dasar pemanfaatan biomassa yang telah umum dikenal untuk menghasilkan energi. Bentuk pembaharuannya adalah : 1) pengembang-an aspek pemecahpengembang-an masalah dari aspek ekonomis dpengembang-an aspek pencemarpengembang-an di-perluas dengan aspek keberlanjutan sumberdaya energi dan aspek pemberda-yaan potensi lokal yang menggunakan masukan biomassa dari berbagai jenis dan berbagai sumber yang berbeda, 2) mengubah dari sistem statis dengan pengertian memperoleh manfaat dari biomassa yang tersedia menjadi sistem dinamis dengan pengertian mengembangkan potensi biomassa untuk menda-pat manfaat yang sebesar-besarnya, dan 3) damenda-pat mewujudkan peranan energi biomassa dalam struktur energi komersial pada tingkatan yang sangat berarti. c. Model simulasi model sentra energi biomassa adalah model simulasi multi

objektif yang berwawasan makro, sehingga bersifat komprehensif. Saat ini model simulasi untuk pengembangan sistem energi yang bersumber dari sum-berdaya biomassa masih dalam bentuk model-model dengan tujuan tunggal atau tujuan ganda dengan wawasan parsial yang umumnya dalam aspek eko-nomis atau dalam aspek ekonomi dan aspek pencemaran. Model simulasi multi objektif yang dihasilkan dengan tujuan yang lebih luas, yaitu dilengkapi dengan aspek konservasi energi.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Potensi Biomassa

Sebagian dari biomassa merupakan produk fotosintesis, yaitu butir-butir hi-jau daun yang bekerja sebagai sel-sel surya, menyerap energi matahari dan meng-konversi karbondioksida dengan air menghasilkan suatu senyawa karbon, oksigen dan hidrogen. Proses tersebut dapat dipandang sebagai penyerapan dan konversi energi matahari menjadi energi dalam bentuk lain dalam susunan biomassa (Kadir, 1995). Biomassa yang mengandung energi tersebut merupakan bahan energi alternatif (Osburn dan Judy, 1993 ; Rahayu, 1999; Quaak et al, 1998).

Luas seluruh wilayah dunia adalah sekitar 51 milyar hektar yang diantara-nya 14 milyar hektar merupakan daratan. Terdapat 45 % dari daratan merupakan padang pasir dan rawa-rawa, 30 % hutan, 15 % tanah pertanian, dan 10 % padang rumput. Kecuali padang pasir, tempat-tempat di daratan berpotensi menghasilkan biomassa. Menurut salah satu perkiraan teoritis, seluruh dunia menghasilkan bio-massa mencapai 75 milyar ton setahun yang energinya setara dengan 1.500 juta barel minyak sehari (Kadir, 1995). Kandungan energi yang terdapat dalam bio-massa tersebut menggambarkan, bahwa biobio-massa merupakan sumberdaya energi yang sangat potensial. Potensi energi dalam biomassa yang sedemikian besar tersebut belum dapat dimanfaatkan dengan optimal. Dua sebab utama yang men-jadi hambatan pemanfaatan energi biomassa yang belum optimal, yaitu : 1) biomassa tidak dapat digunakan secara langsung pada banyak mesin dan peralatan konversi energi, dan 2) terdapat hambatan pengangkutan biomassa ke pusat-pusat pemakaiannya. Pemanfaatan biomassa untuk keperluan energi dapat dilakukan dengan konversi biomassa menjadi bahan energi dalam bentuk lain yang lebih mudah untuk transportasi dan pemakaiannya (Kadir, 1995). Jumlah biomassa yang besar tersebut, merupakan potensi sekaligus peluang untuk meningkatkan peranannya dalam struktur penyediaan energi, yaitu dengan mensubstitusi peranan energi fosil.

Pemanfaatan biomassa secara lebih luas sebagai sumberdaya energi beraki-bat pada tiga aspek sekaligus, yaitu:1) diversifikasi energi yang mengutamakan


(29)

pada peanekaragaman sumberdaya energi, 2) meningkatkan peranan sumberdaya energi terbarukan dan sekaligus menurunkan peran sumberdaya energi tak-terba-rukan serta dapat memberi manfaat secara berkelanjutan, dan 3) mengurangi transportasi bahan energi antar kawasan yang berdampak mengurangi pencemaran bahan energi dan kepadatan lalulintas. Pemanfaatan biomassa juga meningkatkan pemanfaatan ulang (reuse) dari limbah biomassa yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan, sehingga dapat menurunkan kualitas pencemaran limbah.

Salah satu cara untuk memperluas peran biomassa sebagai bahan energi me-lalui konversi menjadi sintesis energi komersial dengan biokonversi, yaitu proses fermentasi anaerobik. Bahan energi yang dihasilkan adalah gas sintesis energi komersial, yaitu gas metana yang dapat mengganti peranan gas alam. Gas metana dapat berfungsi sebagai bahan bakar untuk berbagai kebutuhan, terutama pada : 1). sektor transportasi, yaitu yang peralatan konversi energi menggunakan bahan bakar gas, 2). sektor industri, 3). sektor rumah tangga, dan 4). sektor tenaga listrik.

2.1.1 Limbah Padat

Sampah kota mengandung bahan organik sekitar 74 sampai 84% dari volu-me sampah kota. Persentase bahan organik dalam komposisi sampah kota di DKI Jakarta pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 rata-rata 65,05 % (BPS Provinsi DKI Jakarta, 2004). Sampah kota di Jakarta yang dihasilkan setiap hari (penduduk 12 juta jiwa) rata-rata 27.000 m3 (Anas, 2000). Apabila jumlah pendu-duk suatu kota sekitar 1 juta jiwa, maka propendu-duksi sampah kota setiap hari dari kota tersebut adalah sekitar 2.250 m3 dan bahan organik yang dihasilkan sekitar 1.800 m3. Penggunaan sampah kota secara totalitas untuk dikonversi menjadi gas komersial akan memberikan dampak positip bagi lingkungan perkotaan, karena sampah kota merupakan limbah yang telah mencemari baik dari pencemaran bau, kesehatan dan keindahan, yang belum mendapat cara pemecahan yang tuntas (Pandey, 1997).

Sampah kota merupakan sumber yang kaya akan bahan organik sekaligus merupakan permasalahan pencemaran yang semakin berat dan belum mempunyai cara penanggulangan yang tepat. Pengolahan sampah kota dengan metode penim-bunan tanah berdampak pada terciptanya kondisi anaerobik yang dapat mempro-duksi gas metana. Sampah organik merupakan sumber emisi gas rumah kaca


(30)

ter-utama N2O dan metana (Kookana et al, 2002). Menurut Madigan et al (1997),

emissi gas metana ke atmosfir yang paling besar selain berasal dari sumber bio-genik (sawah, tanah basah, laut, danau, dan tundra), juga berasal dari sumber abiogenik (kebocoran gas, tambang batubara, pembakaran biomassa, kenderaan bermotor, dan gunung berapi).

Pemanfaatan sampah kota sebagai bahan energi telah banyak dilakukan. Pembakaran sampah kota, untuk mendapatkan kalor merupakan contoh yang telah banyak dilakukan. Pada tahun 1980 sebanyak 8 % tenaga listrik dengan sistem tenaga uap di kota Den Haag, negeri Belanda, berasal dari sampah kota yang telah digunakan sejak tahun 1968 (Kadir, 1995). Di Ulu Pandan, Singapura, sejak ta-hun 1979 sebagai hasil sampingan pembakaran sampah kota telah beroperasi Pusat Listrik Tenaga Limbah (PLTUL) dengan daya terpasang 16 MW. Suatu langkah yang lebih maju, adalah mengubah energi biomassa menjadi bentuk ter-tentu, sehingga pemanfaatannya dapat mencakup aspek yang lebih luas dan peng-angkutannya menjadi lebih mudah. Studi untuk mengetahui pemanfaatan limbah kota melalui proses pirolisis telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Universitas Gajah Mada yang bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Ketenagaan Departe-men Pertambangan dan Energi. Menurut hasil studi tersebut, pemanfaatan sampah kota mejadi bahan bakar dengan proses pirolisis secara ekonomi cukup mengun-tungkan, bila sampah tidak diberikan harga. Hasil pirolisis sampah kota dapat ber-bentuk arang, ter dan gas, dengan arang limbah paling mudah diperdagangkan se-bagai bahan bakar rumahtangga (Kadir, 1995).

Limbah perkebunan terutama dari perkebunan besar merupakan sumber biomassa yang cukup besar. Limbah tersebut berasal dari penyiangan, pemanenan, pengolahan hasil panen, dan peremajaan tanaman. Potensi biomassa limbah per-kebunan skala besar pada suatu kawasan atau wilayah, akan dapat menjadi andal-an kawasandal-an atau wilayah tersebut dalam menyediakandal-an biomassa untuk dikonversi menjadi energi komersial (Kadir, 1995). Setiap tahun perkebunan skala besar mengadakan peremajaan dan menghasilkan biomassa yang cukup besar. Pada ta-hun 1988 penebangan dalam rangka peremajaan perkebunan karet di Indonesia menghasilkan kayu sebagai biomassa sebesar 1.782.456 m3. Peremajaan di


(31)

perke-bunan kelapa sawit menghasilkan biomassa sebanyak 350.000 ton bahan kering setiap tahun (Goenadi et al , 1998).

Limbah pertanian berasal dari kegiatan pertanian, terutama pertanian yang berskala besar dapat menyediakan biomassa dalam jumlah yang cukup besar. Budidaya padi dapat menghasilkan limbah biomassa yang cukup besar, baik pada saat panen maupun pada saat pascapanen. Menurut Pandey (1997), pertanian padi menghasilkan limbah padat 1570 kg perhektar. Kebanyakan budidaya padi sawah menggunakan jerami yang digenangi air sehingga terjadi kondisi yang anaerobik yang memicu emisi metana (Yang dan Chang, 1998; Cao et al, 1995 ; Yagi dan Minami, 1990 dalam Sarief, 1992). Sumber biomassa dari limbah pertanian dapat pula berasal dari tanaman jagung, kacang, kedelai. Tongkol jagung merupakan sumber biomassa yang besar pada pertanian jagung dengan skala yang besar. Limbah pertanian singkong berskala besar, merupakan pula sumberdaya biomassa yang cukup potensial (Kadir, 1995). Limbah pertanian di dunia setiap tahunnya dapat menyediakan energi yang setara 43.000.000 ton batu bara (Pandey, 1997)

Limbah dari industri pengolahan kayu dalam skala yang besar merupakan sumber biomassa yang potensial. Potensi limbah tersebut dapat menjadi salah satu sumber biomassa, terutama bagi suatu kawasan yang memiliki banyak industri pengolahan. Pada industri penggergajian dihasilkan limbah sampai dua pertiga da-ri produksi hutan (Satada-ri et al, 1992). Ini berarti untuk setiap satu juta ton produksi terdapat lebih-kurang 680.000 ton limbah biomassa. Pemanfaatan limbah dalam jumlah besar selain dapat menghasilkan energi yang besar juga dapat mereduksi jumlah limbah secara nyata. Menurut Ridlo et al (1999), apabila harga limbah penggergajian kayu rendah, maka pemanfaatan limbah tersebut sebagai sumber energi secara finansial menguntungkan.

Peternakan yang berskala besar dapat merupakan sumber biomassa yang cu-kup besar. Limbah peternakan yang meliputi tinja dan urine serta sisa pakan dan alas tidur dapat menjadi sumberdaya biomassa yang kontinyu. Seekor sapi meng-hasilkan tinja antara 28 sampai 50 kg setiap hari, sehingga suatu peternakan de-ngan ribuan ekor sapi dapat menyediakan biomassa dalam jumlah yang besar. Se-ekor ayam setiap hari menghasilkan tinja sebanyak 0,09 (Kadir,1995). Pemanfa-atan limbah peternakan dengan mengubah kotoran ternak menjadi gas bio telah


(32)

banyak dilakukan dan berhasil dengan baik. India sejak tahun 1900 telah mene-rapkan instalasi gas bio dengan bahan baku tinja sapi. Data tahun 1980 menun-jukkan bahwa di seluruh India terdapat 36.000 instalasi gas bio yang mengguna-kan bahan baku tinja sapi (Kadir, 1995). Banyak negara lain, juga telah menggu-nakan bahan baku dari tinja sapi yang dikonversikan menjadi bahan energi, seperti Taiwan, Korea dan RRC, meskipun selain menggunakan tinja sapi banyak diguna-kan tinja babi.

2.1.2. Ladang Energi

Ladang energi merupakan hasil budidaya tanaman untuk menghasilkan bio-massa segar sebagai bahan energi. Menurut Kadir (1995), salah satu pemikiran untuk swasembada energi keperluan rumahtangga, adalah dengan membuat la-dang energi. Menurut Pandey (1997), budidaya tanaman yang khusus untuk menghasilkan bahan kimia hidrokarbon telah banyak dilakukan dengan hasil 0, 2 sampai 2 ton minyak hidrokarbon perhektar. Jenis rumputan yang menghasilkan biomassa dalam jumlah besar dan dipanen dalam waktu singkat, merupakan budi-daya tanaman energi yang potensial. Menurut Hadi (1992), enceng gondok meru-pakan tanaman energi yang dapat dipanen setiap empat hari.

Ladang energi dapat pula menggunakan tanaman yang banyak mengan-dung pati seperti tanaman singkong dan tanaman ubi jalar. Luas tanaman tersebut dapat dirancang dalam ukuran yang besar agar panen biomassa sesuai dengan ke-butuhan. Ladang energi pada hakekatnya dapat dikembangkan sesuai dengan po-tensi yang terdapat pada suatu kawasan.

2.1.3. Perkebun Energi

Hutan energi adalah kebun energi yang ditanami dengan pohon kayu yang khusus diperuntukan produksi kayu sebagai bahan energi. Kebun tanaman energi dapat ditanami dengan pohon yang berdaun lebat sebagai sumber biomassa yang cepat dipanen. Acasia mangium Willd merupakan jenis tanaman hutan yang cepat tum-buh dan ditanam dalam jumlah banyak (Dephut, 1997).

Perkebunan dengan tanaman energi hakekatnya dapat dilakukan secara terintegrasi dengan upaya rehabilitasi dan reboisasi hutan. Potensi kebun tanaman energi cukup besar, karena selain mudah tumbuh pada lahan yang subur, juga dapat ditanam pada lahan-lahan yang kritis. Lahan hutan yang kritis yang


(33)

topo-grafinya tidak lebih dari berombak sampai gelombang dapat dikonversikan menjadi hutan tanaman energi dengan species kayu-kayuan yang memenuhi per-syaratan (Satari et al, 1992). Faedah lain adalah meningkatkan luas hutan dan konservasi lahan-lahan kritis.

2.2. Proses Konversi Biomassa

Biomassa dalam bentuk padatan dapat dikonversi menjadi bahan energi cair maupun gas dengan bantuan proses biologi dan proses kimia. Konversi biomassa menjadi bahan energi cair dan gas merupakan cara untuk memperluas pemanfaat-an sumberdaya energi biomassa, mengingat bahpemanfaat-an bakar ypemanfaat-ang memiliki karakte-ristik fisik cair dan gas merupakan energi yang paling banyak pemakaiannya da-lam berbagai aspek kehidupan.

Proses mana yang cocok untuk konversi tergantung dari sifat dan kondisi bahan. Konversi biomassa menjadi bahan energi dengan proses biologi cocok di-gunakan untuk biomassa yang mengandung air dan dapat dirombak oleh mikro-organisme. Biomassa yang kering dan sulit dirombak secara biologis dapat dikon-versi menjadi bahan energi dengan proses kimia (Pandey, 1997).

2.2.1. Proses Fermentasi Membuat Etanol

Limbah dan produk hasil pertanian yang banyak mengandung gula dapat di-gunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi etil alkohol atau etanol yang merupakan bahan bakar. Proses konversi bahan organik menjadi etanol meng-gunakan proses biologis, yaitu fermentasi. Gula heksosa yang difermentasi deng-an ragi akdeng-an menghasilkdeng-an etdeng-anol ddeng-an karbondioksida. Kdeng-anji ((C6H10O5)n) atau

maltosa (C12H22O11) yang apabila dilarutkan dengan air dan diberikan jamur

Aspergillus niger Tiegham akan mengalami konversi menjadi gula, dan selanjut-nya fermentasi yang menggunakan ragi menghasilkan dekstrosa (C6H12O6) yang

kemudian terombak menjadi etanol dan karbondioksida (Pandey, 1997).

(C6H10O5)n + nH2O nC6H12O6

C12H22O11 + H2O 2C6H12O6 C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

Produk utama hasil fermentasi tersebut adalah etanol yang mencapai 0,568 bagian massa kanji. Proses menghasilkan juga dua produk tambahan, yaitu


(34)

kar-bondioksida dengan kemurnian yang sangat tinggi (99,8%), dan limbah padat yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak (Kadir, 1995).

2.2.2. Pembuatan Gas dengan proses fermentasi anaerobik

Salah satu karakteristik fisik energi komersial yang banyak dikonsumsi adalah berbentuk gas. Peluang memperluas penggunaan biomassa sebagai energi dapat diwujudkan dengan mengkonversikan biomassa menjadi bahan energi yang secara fisik berbentuk gas. Proses fermentasi anaerobik merupakan proses biokon-versi yang mengubah biomassa menjadi gas yang mempunyai kalor setara dengan gas alam (Pandey,1997). Instalasi gas bio mempunyai kapasitas bervariasi, yaitu dari 6 sampai dengan 25 m3 (Kadir, 1995), sedangkan di India telah dapat dibuat instalasi gas bio dengan kapasitas 140 m3 (Pandey, 1997). Fermentasi anaerobik menghasilkan gas bio dengan komposisi metana sebanyak 55 – 65 %, karbon di-oksida sebesar 36 - 45 %, nitrogen sebesar 0,3 %, hidrogen dan hidrogen sulfida masing-masing 0,1 % (Kadir, 1995; Pandey, 1997).

Pada umumnya biomassa yang mengalami proses fermentasi anaerobik ha-nya melepaskan unsur yang terdapat dalam lemak, protein dan hidrokarbon yang diubah menjadi gas metana, karbon dioksida, sedikit nitrogen, dan sedikit sulfida. Limbah padat sebagai bahan sisa fermentasi masih kaya dengan unsur nitrogen (N), kalium dalam bentuk K2O, fosfor dalam bentuk P2O5, dan beberapa unsur

hara lainnya yang berguna bagi tumbuh-tumbuhan. Bahan isian berpengaruh nyata terhadap kualitas lumpur, yaitu konsentrasi kandungan N, P, Ca, Mg, Cu, dan Zn (Pujiharti et al, 2001). Biokonversi biomassa menjadi gas sintesis dengan proses fermentasi anaerobik menghasilkan pula produk sampingan dalam bentuk bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Sekarang ini terdapat indikasi bahwa penggunaan pupuk organik dalam pertanian dan perkebunan terus mening-kat, termasuk pula makin meluasnya kebutuhan produk pertanian organik oleh masyarakat. Limbah padat proses fermentasi dapat pula digunakan sebagai bahan baku industri tertentu, misalnya industri bahan bangunan atau sebagai bahan urugan.

2.2.3 Proses Pirolisis

Proses pirolisis merupakan salah satu dari proses destilasi destruktif dari ba-han organik. Destilasi terjadi di dalam suatu tangki anaerobik yang dipanaskan


(35)

pa-da suhu antara 500 – 900°C. Penerapan proses pirolisis banyak dilakukan pada konversi batubara menjadi bahan bakar gas dan bahan bakar cair (Smith et al, 2001; Solemen et al, 1999). Bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan baku proses tidak bersifat khusus, yaitu baik bahan organik yang mengandung selulosa maupun yang mengandung lignin (Pandey, 1997; Kadir, 1995)).

Input dari proses pirolisis adalah bahan organik kering yang dihaluskan.

Outputnya pada umumnya adalah campuran gas yang terdiri atas metana, karbon monoksida, karbon dioksida, dan hidrokarbon rendah. Hasil lain berupa minyak hidrokarbon, dan padatan berupa arang. Umumnya setiap ton bahan selulosa da-pat menghasilkan sekitar 226,8 liter bahan bakar cair untuk mesin diesel (Pandey, 1997).

2.2.4. Proses Reduksi Kimia.

Proses reduksi kimia merupakan salah satu konversi limbah padat dari ba-han organik menjadi minyak dengan cara konversi limbah pada suhu 300 sampai 350 °C dan tekanan 10 sampai 20 atm dengan karbon monoksida (CO) sebagai katalis (Smith et al, 2001 ; Pandey, 1997). Proses yang kontinyu dapat meng-hasilkan 318 liter minyak dari setiap ton bahan organik kering dengan nilai kalor 32.490 sampai 41.780 kJ/kg (Pandey, 1997).

Input dari proses reduksi kimia ini adalah bahan organik, termasuk tinja, dalam bentuk larutan yang dicampurkan dengan karbon monoksida yang berte-kanan 10 sampai 20 Bar di dalam reaktor reduksi dan dipanaskan sampai suhu se-kitar 350 oC selama 1 sampai 2 jam. Proses reduksi dapat mengkonversi kira-kira 40 % dari limbah menjadi minyak dari setiap ton bahan kering.

2.2.5. Metana Dari Gas bio

Gas bio sebagai campuran gas merupakan produk dari dari proses fermen-tasi anaerobik bahan organik. Fermenfermen-tasi secara anaerobik terhadap semua karbo-hidrat, lemak dan protein yang terdapat pada bahan organik oleh bakteri metana menghasilkan gas bio yang lebih dari separuhnya adalah metana (CH4). Satu gram

bahan selulosa menghasilkan 825 cm3 gas bio pada tekanan atmosfer yang mili-puti 50% metana dan 50% karbondioksida (Kadir, 1995). Stabilitas produksi gas metana dapat dicapai dengan pemasukan tambahan bahan starter 5 % bersamaan dengan pada bahan baru ke dalam reaktor fermentasi (Basuki, 1994).


(36)

Menurut Komarayati et al (1994a), fermentasi anaerobik alang-alang ( Im-perata cykindrica Beauv) yang mengandung selulosa 25,1 %, lignin 33,4 %, pen-tosan 26,9 %, menghasil gas bio 50 l/kg bk. Produksi gas bio dari batang dan daun enceng gondok segar sebesar 620 l/kg bk dengan 52 % metana (Hadi, 1992). Pro-duksi gas bio dari limbah kelapa sawit adalah 2,4 liter per 10 gram bobot kering (Sahirman et al, 1995). Fermentasi anaerobik limbah sagu segar dan limbah aren segar dapat menghasilkan gas bio 3,45 liter dan 8,45 liter masing-masing dengan volume larutan 2 liter pada kelarutan 9 %, dan kadar metana dalam gas bio 61,04 % dan 61,79 % (Komarayati et al,1994b). Hasil gas bio dari fermentasi anaerobik limbah cendana mempunyai efisiensi 54 % (Gusmailina et al, 1994).

Berbagai bahan organik merupakan bahan yang baik untuk menghasilkan gas bio dari proses fermentasi anaerobik. Menurut (Pandey, 1997), bahan selulosa dapat difermentasikan secara langsung tanpa proses pendahuluan (Tabel 1).

Tabel 1. Bahan Organik Yang Potensial Menghasilkan Metana

Kelompok Bahan Organik

Limbah panen Jagung dan sejenisnya, tebu, sisa jerami dan rumput pakan ternak dan limbah rumput.

Peternakan Limbah peternakan (tinja, urine, alas tidur), limbah per-ikanan, limbah rumah potong hewan.

Manusia Tinja, urine. Produk dan limbah

industri pengolahan hasil pertanian

Sampah kapas dari industri tekstil,limbah proses pengo-lahan buah dan sayuran, sisa proses industri gula,limbah pengolahan teh.

Sampah hutan Kulit kayu, cabang dan ranting, daun, bunga dan buah Akuatik Ganggang laut, rumput laut, kembang laut

Sumber : Pandey (1997)

Menurut Pandey (1997) bahan organik yang banyak mengandung lignin atau bahan hemisellulosa sebelum difermentasi anaerobik harus mengalami proses pendahuluan. Proses pendahuluan yang dapat dilakukan, yaitu proses fisik, proses kimia, proses biologis, seperti terdapat pada Tabel 2


(37)

Tabel 2. Proses Pendahuluan Bahan Lignin dan Hemisellulosa

Fisik Kimia Biologi

Penggilingan Penguapan Radiasi

Natrium hidroksida Kalsium hidroksida Asam klorida Asam fosfat Ammonia

Sodium bikarbonat Ozon

Menggunakan :

Aspergillus niger Tieghem, Fusarium semitectum Berkeley, Trichorderma harzianum Rifai, Penecillium sp, Termito-myces sp, Trichorderma pseudokoningii

Nirmala P+ Cytophaga sp,Coptotermes curvignathus Holmgren, Mactotermes gilvus Hagen, Coptotermes curvinathus

Light.

Sumber : Pandey (1997); Adawiah et al (2001), Sisworo at al (2001)

2.3. Konsumsi Dan Pencemaran Energi Fosil 2.3.1. Konsumsi Energi Dunia

Konsumsi energi di dunia meningkat dengan sangat pesat. Pada banyak ne-gara industri lebih dari separuh dari konsumsi energinya berasal dari energi ko-mersial, dan sebaliknya pada banyak negara berkembang lebih dari separuh kon-sumsi energinya berasal dari energi non-komersial (Pandey, 1997). Kebutuhan energi dunia secara keseluruhan sulit untuk digambarkan, mengingat data kon-sumsi energi non-komersial sangat sukar diperoleh. Data konkon-sumsi energi komer-sial jauh lebih lengkap dan mencakup kurun waktu yang panjang.

Pada tahun 1960 konsumsi energi komersial di dunia sekitar 63,5x106 SBM sehari, meningkat lebih dari dua kali pada tahun 1980 menjadi 136,5x106 SBM sehari, dan pada tahun 1990 konsumsi energi primer dunia sebesar 173x106 SBM sehari (Kadir, 1995). Kecenderungan pertumbuhan konsumsi energi dunia hampir menyerupai pertumbuhan yang linier (Tabel 3). Konsumsi energi dunia pada ta-hun 1975 meningkat dari 50x109 kWh menjadi 80x109 kWh pada tahun 1980, yang berarti terjadi peningkatan 60 % dalam lima tahun atau rata-rata 12 % se-tahun. Kemudian pada tahun 1990 konsumsi energi dunia meningkat menjadi 160x109 kWh, berarti meningkat 100 % atau rata-rata 10 % setahun. Proyeksi pa-da tahun 2000 dengan pa-data pertumbuhan historis, konsumsi energi dunia menca-pai 326x109 kWh yang meningkat 104 % dari konsumsi tahun 1990.


(38)

Tabel 3. Estimasi Konsumsi Energi Dunia (x109 kWh)

Negara 1975 1980 1990 2000* Amerika Serikat CIS Jerman Prancis Canada Jepang Inggris India Cina Negara lain 15,0 7,5 3,0 2,5 3,0 2,5 2,0 0,5 0,1 13,9 20,0 15,0 5,0 4,0 5,0 3,5 3,0 1,0 2,0 21,5 40,0 35,0 10,0 8,0 10,0 7,0 5,0 4,0 6,0 35,0 80,0 70,0 20,0 15,0 20,0 15,0 10,0 16,0 20,0 60,0 Total 50,0 80,0 160,0 326,0

Sumber : Pandey (1997). * Proyeksi berdasarkan pertumbuhan historis.

Kebutuhan energi dunia sebagian besar berasal dari energi komersial. Pada tahun 1975 sebanyak 92,2 % kebutuhan energi dunia disediakan dari sumber-sumber energi komersial (Tabel 4). Peranan energi non-komersial yang dominan terjadi di Afrika, yaitu sebesar 67,7 % dari konsumsi energi di Afrika. Amerika Latin menggunakan 29,8 % energi non-komersial dari konsumsi energi tahun pada 1975.

Tabel 4. Konsumsi Energi Menurut Regional 1975 (%)

Regional Komersial Kayu Bakar Limbah Pertanian Total Afrika*

Timur Tengah Timur Jauh+ Amerika Latin Eropa Barat Eropa Timur Amerika Utara 32,2 86,5 83,0 70,2 98,5 96,3 99,7 56,8 4,0 10,9 22,6 1,1 2,3 0,3 10,9 9,5 6,1 7,1 0,4 1,4 0,0 100 100 100 100 100 100 100

Dunia 92,2 5,8 2,0 100

Sumber : Pandey (1997). * Termasuk Afrika Selatan. + Termasuk Jepang

Pada wilayah Timur Jauh termasuk Jepang masih menggunakan 17 % energi non-komersial untuk memenuhi konsumsi energinya. Diperkirakan pro-porsi terbesar konsumsi energi non-komersial di wilayah Timur Jauh terjadi di negara berkembang terutama di Indonesia, Filipina, dan Vietnam (Pandey, 1997).


(39)

2.3.2. Konsumsi Energi Indonesia

Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat, baik karena peningkatan penduduk maupun karena peningkatan konsumsi energi perkapita. Konsumsi energi komersial mengalami pertumbuhan dari 47,5x106 SBM pada tahun 1970 menjadi 357,5x106 SBM pada tahun 1990. Sebagian besar dari energi komersial tersebut berasal dari energi fosil. Menurut Kadir (1995), terdapat 93,5 % dari konsumsi energi komersial di Indonesia pada tahun 1990 berasal dari energi fosil, yaitu minyak bumi (64,3 %) dan gas bumi (21,5%) serta batu bara (7,7%).

Konsumsi energi di Indonesia seperti halnya dengan konsumsi energi dunia, mengalami peningkatan dalam kurun waktu 1975 sampai 1988. Menurut Kadir (1995) konsumsi energi di Indonesia meningkat dari 257,3x106 SBM pada tahun 1975 menjadi 487x106 SBM pada tahun1988 (Tabel 5). Konsumsi energi total pada tahun 1988 sebesar 487x106 SBM sebanyak 292,2x106 SBM adalah energi komersial yang sebagian besarnya berasal dari minyak dan gas bumi. Peranan energi komersial dalam struktur energi Indonesia terus meningkat dari 34,7 % pada tahun 1975 menjadi 60 % pada tahun 1988. Peningkatan peranan dan jumlah energi komersial dalam struktur energi nasional berasal dari energi fosil. Berarti bagian terbesar dari peningkatan konsumsi energi di Indonesia adalah dari energi fosil, sehingga secara bersamaan terjadi pula peningkatan pencemaran atmosfir sebagai dampak pemakaian energi tersebut.

Tabel 5. Konsumsi Energi Total Indonesia

Tahun Energi Komersial Kayu dan Limbah Total (106 SBM) (106 SBM) (%) (106 SBM) (%)

1975 1976 1977 1978 1983 1988

89,2 34,7 100,2 35,4 120,0 37,8 145,0 40,4 223,6 52,1 292,2 60,0

168,1 65,3 182,8 64,6 197,6 62,2 213,6 59,6 205,5 47,9 194,8 40,0

257,3 283,0 317,6 358,6 429,1 487,0

Sumber : Kadir (1995)

Konsumsi energi komersial sangat dominan berasal dari minyak bumi dan gas bumi. Pada tahun 1975 dari 89,2x106 SBM konsumsi energi komersial


(40)

terda-pat 67,5x106 SBM atau sebesar 75,67 % berasal dari minyak dan gas bumi. Pada kurun waktu dari tahun 1975 sampai tahun 1988 proporsi minyak dan gas bumi dalam konsumsi energi komersial mengalami penurunan, yaitu apabila pada tahun 1975 sebesar 75,67 % turun menjadi 63,82 % pada tahun 1988 (Kadir, 1995).

Seperti halnya kecenderungan konsumsi energi pada dasawarsa sebelumnya, pada kurun waktu 1990 sampai dengan 2000 konsumsi energi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Menurut data Ditjen Migas (2004), pada tahun 1990 kon-sumsi energi mencapai 420,863x106 SBM meningkat menjadi 641,271x106 SBM pada tahun 2000 atau meningkat sebesar 52,37 % (Tabel 6). Pertumbuhan kon-sumsi energi di Indonesia serupa dengan perilaku umum dari konkon-sumsi energi seluruh negara di dunia, yaitu berkecenderungan yang meningkat (Pandey, 1997).

Di lihat dari jumlah energi yang dikonsumsi, pemakaian energi komersial berkecenderungan meningkat, baik secara proporsi dalam komposisi energi mau-pun secara kuantitas. Apabila pada tahun 1990 proporsi energi komersial dari energi yang dikonsumsi sebesar 54,1% (227,672x106 SBM) meningkat menjadi 65,69 % (421,271x106 SBM) pada tahun 2000. (Ditjen Migas, 2004).

Tabel 6. Pemakaian Energi Total

Tahun Energi Komersial Energi Non-komersial Jumlah (106 SBM) (106 SBM) (%) (106 SBM) (%)

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000

227,672 54,10 245,318 55,54 269,006 57,42 292,752 59,09 304,749 59,75 330,488 61,44 356,732 63,03 377,240 63,82 369,511 62,92 389,714 63,96 421,277 65,69

193,191 45,90 196,354 44,46 199,505 42,58 202,655 40,91 205,265 40,25 207,404 38,56 209,220 36,97 213,843 36,18 217,172 37,02 219,568 36,04 220,044 34,31

420,863 441,672 468,511 495,407 510,014 537,892 565,952 591,083 586,683 609,282 641,271

Sumber : Ditjen Migas (2004)

Pada kurun waktu sebelas tahun dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2000 peningkatan konsumsi energi selain sebagai konsekuensi dari pertambahan


(41)

pen-duduk Indonesia, juga oleh peningkatan konsumsi perkapita. Berdasarkan data dari Ditjen Migas (2004), konsumsi energi perkapita tumbuh dari 1,27 SBM pertahun pada tahun 1990 menjadi 2,07 SBM pada tahun 2000 atau meningkat 0,8 SBM dalam sebelas tahun (Gambar 2). Peningkatan konsumsi energi perkapita didorong terutama pada sektor transportasi dan sektor kelistrikan baik dalam rang-ka pemerataan kelistrirang-kan maupun dalam rangrang-ka mendukung pertumbuhan indus-tri (Kadir, 1995). Penurunan konsumsi energi perkapita terjadi satu kali dalam sebelas tahun, yaitu pada tahun 1998, yaitu 1,82 SBM turun dari 1,89 SBM pada tahun 1997 yang diduga sebagai dampak dari krisis ekonomi dan politik.

0 0,5 1 1,5 2 2,5

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000

Tahun

K

onsum

si

E

n

er

g

i P

e

rk

api

ta (

S

B

M

)

Gambar 2. Konsumsi Energi Perkapita (Sumber Ditjen Migas, 2004) Dipandang dari struktur energi komersial, proporsi pemakaian bahan bakar minyak dan gas (tidak termasuk pemakaian langsung) tidak banyak mengalami perubahan yang berarti dalam struktur energi komersial (Gambar 3). Meskipun kuantitas pemakaian bahan bakar minyak dan gas terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu 1990 sampai tahun 2000. Data dari Ditjen Migas (2004), menunjukkan pada tahun 1990 bahan bakar minyak dan gas kota serta LPG me-nyediakan 203,520x106 SBM (89,39 %) dari 227,672x106 SBM konsumsi energi komersial di Indonesia. Jumlah bahan bakar minyak dan gas meningkat menjadi 359,208x106 SBM (85,27 %) pada tahun 2000. Khusus pemakaian gas tidak termasuk gas bumi yang dikonsumsi secara langsung yang umumnya dimanfaat-kan oleh industri baik sebagai bahan baku maupun sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik tenaga uap dan pembangkit listrik tenaga gas.


(42)

0 20 40 60 80 100 120

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000

Tahun Pr op or si ( %)

Bbm & Gas Sumber lain Total

Gambar 3. Porsi BBM dan Gas Pada Konsumsi Energi Komersial

Diolah berdasarkan data Ditjen Migas (2004). * Tidak termasuk gas alam

Kecenderungan menurunnya porsi bahan bakar minyak dan gas dalam pe-makaian energi komersial, karena dalam kurun waktu yang sama terjadi pening-katan peranan sumberdaya yang lain. Penggunaan batu bara dan sumberdaya gas bumi serta sumberdaya panas bumi yang meningkat pada sektor tenaga listrik.

2.3.3. Cadangan Energi Komersial Indonesia

Penyediaaan energi primer di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar. Pada tahun 1990 penyediaan energi primer sebesar 672,71x106 SBM tum-buh menjadi 974,929x106 SBM pada tahun 2000 atau meningkat 44,93 % dalam sebelas tahun (Ditjen Migas, 2004).

Tabel 7. Penyediaan Energi Primer di Indonesia

Tahun

Energi Komersial (%) Lain (%)

Total (106 SBM)

Minyak Bumi

Batu Bara

Gas Alam Air

Panas

Bumi Total Biomassa 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 43,33 42,44 42,24 42,22 41,44 41,27 40,98 39,96 40,31 37,90 38,22 4,52 4,75 3,86 5,42 4,02 5,94 5,67 6,87 7,41 8,48 8,26 19,88 22,33 23,10 22,68 25,04 35,88 35,88 26,47 24,61 26,11 27,44 3,22 2,94 3,69 3,38 3,25 3,07 2,93 2,30 2,96 2,82 2,58 0,32 0,31 0,28 0,28 0,38 0,49 0,51 0,60 0,82 0,82 0,94 71,28 72,77 73,17 73,92 74,12 86,66 85,97 76,20 76,11 76,13 77,44 28,72 27,23 26,83 26,02 25,88 13,34 14,03 23,80 23,89 23,87 22,56 672,710 721,210 743,575 778,791 793,026 857,109 897,954 898,530 909,087 920,001 974,929


(43)

Komponen energi komersial, yaitu minyak mentah, batubara, gas alam, air, dan panas bumi, merupakan komponen yang dominan dalam struktur penyediaan energi primer. Data cadangan energi fosil di Indonesia menunjukkan jumlah ca-dangan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990 caca-dangan minyak bumi yang diketahui mencapai 5,1x109 SBM dan cadangan yang poten-sial sebesar 5,8x109 SBM, cadangan gas bumi yang diketahui 16,64x109 SBM dan cadangan yang potensial 4,78x109 SBM (Ditjen Migas, 2004). Cadangan minyak bumi pada tahun 2000 relatif tidak mengalami banyak perbedaan dengan sebelas tahun sebelumnya, yaitu cadangan yang diketahui 5,12x109 SBM dan cadangan potensial 4,49x109 SBM, sedangkan gas bumi cadangan diketahui mengalami penurunan menjadi 16,336x109 SBM dan cadangan potensial mengalami pe-ningkatan sampai lebih dari 170 % menjadi 13,028x109 SBM.

Pada tahun tahun 2000 cadangan energi fosil mencapai 213,25x109 SBM yang terdiri atas cadangan diketahui 73,319x109 SBM dan cadangan yang poten-sial sebesar 139,931x109 SBM (Gambar 4). Cadangan energi fosil yang telah dite-mukan sampai tahun 2000 yang terbesar adalah batubara 38.874,86x106 ton seta-ra 174,276x109 SBM (81,72%), dan gas bumi sebesar 4.823,18x109 m3 setara 29,364x109 SBM (13,77 %), serta minyak bumi 9,61x109 SBM (4,51 %).

Gambar 4. Cadangan Energi Fosil Sampai Tahun 2000

Diolah dari sumber Ditjen Migas (2004)

Total; 29,364 Total; 9,61

Total; 174,276

Total; 213,25

Terbukti; 16,336 Terbukti; 5,12

Terbukti; 51,863 Terbukti; 73,319

Potensial; 13,028 Potensial; 4,49

Potensial; 122,413 Potensial; 139,931

0 50 100 150 200 250

Gas Bumi Minyak Bumi

Batubara Total


(44)

Gambaran tersebut mengindikasikan, bahwa sumberdaya minyak bumi yang menjadi sumber energi utama di Indonesia dalam proses kelangkaan. Sumberdaya energi batubara yang memiliki cadangan terbesar tidak akan dapat mengganti keseluruhan peranan minyak bumi, sehingga di waktu mendatang sebagian peran-an minyak bumi akperan-an diambil alih oleh gas bumi. Pada kurun waktu dari tahun 2000 sampai tahun 2004 cadangan potensial gas bumi mengalami peningkatan, yaitu dari 4.823,18x109 m3 pada tahun 2000 menjadi 5.114,59x109 m3 pada tahun 2004 (BP Migas, 2005). Tingginya jumlah cadangan batubara dalam struktur ca-dangan energi fosil merupakan permasalahan yang akan muncul pada pemanfaat-an energi fosil dimasa deppemanfaat-an. Hal ini disebabkpemanfaat-an oleh dua hal ypemanfaat-ang utama, perta-ma karena penceperta-maran dan perusakan lingkungan akibat penambangan batubara lebih besar dibandingkan dengan pencemaran dan perusakan lingkungan akibat dari penambangan minyak bumi dan penambangan gas bumi. Kedua pemanfa-atan batubara harus sejalan dengan makna dari Protokol Kyoto, sehingga batubara tidak dapat lagi dimanfaatkan secara langsung sebagaimana selama ini banyak di-lakukan. Pemanfaatan batubara sebagai bahan energi adalah dengan terlebih dahu-lu mengkonversi batubara menjadi bahan bakar yang ramah lingkungan, baik be-rupa bahan bakar cair atau bahan bakar gas.

2.3.4. Pencemaran Energi Fosil

Pemanfaatan sumberdaya energi fosil untuk memenuhi sebagian dari kebu-tuhan energi melahirkan dampak terhadap lingkungan. Dampak terhadap ling-kungan itu, sejak kegiatan penambangan, transportasi, konversi dan penggunaan energi fosil. Pada hakekatnya keseluruhan dampak terhadap lingkungan oleh pe-manfaatan energi fosil merupakan pencemaran lingkungan (Gore, 1994; Mannion dan Bowlby, 1992).

Pencemaran lingkungan pada kegiatan penambangan bahan energi fosil dapat terjadi dengan beberapa bentuk. Pencemaran yang terjadi karena ada kebo-coran bahan, terutama pada penambangan minyak dan gas bumi yang akan meru-sak lingkungannya. Penambangan minyak bumi juga melahirkan pencemaran air, yaitu dalam bentuk air buangan yang bersifat asam. Penambangan batu bara yang dilakukan di bawah tanah pada jangka panjang akan dapat mengakibatkan


(45)

turun-nya permukaan tanah dan dalam jangka pendek terjaditurun-nya penumpukan tanah galian yang di musim hujan akan menimbulkan rembesan air yang bersifat asam (Kadir, 1995). Tambang terbuka menimbulkan pencemaran dalam bentuk kebi-singan dan secara fisik tanah akan melahirkan lubang galian seperti danau yang dapat menimbulkan erosi dan pengotoran lingkungan. Pada umumnya penam-bangan batu bara melahirkan pencemaran air, tanah, dan udara. Pencemaran air dalam bentuk pencemaran larutan asam, larutan padat dalam air buangan, dan erosi akibat penambangan. Menurut Banerjee dan Kumar (2005), pertambangan Madhya Pradesh di India telah meningkatkan polutan dalam jumlah yang tinggi dan secara langsung mempengaruhi sifat hidrologi dan geokimia tanah pada areal yang luas.

Pencemaran lingkungan dari kegiatan proses bahan energi fosil dalam ben-tuk pencemaran panas dan pencemaran bahan pencemar. Pengolahan batu bara meliputi pencemaran udara oleh partikel padatan yang terjadi pada proses penge-ringan, padatan dari pembersihan batu bara, nitrogen oksida yang mencemari uda-ra (Ismail,1992). Pencemauda-ran bahan padatan dari proses pengolahan batu bauda-ra berasal dari buangan proses pembersihan batu bara. Penyulingan minyak bumi dan gas bumi memberi resiko kebakaran yang besar, pencemaran panas, pence-maran udara termasuk pengotoran oleh sulfur dioksida, hidrogen sulfida, nitrogen oksida, oksida karbon dan hidrokarbon (Kadir, 1995). Proses pengolahan minyak bumi juga melahirkan pencemaran padatan dari penggunaan katalis asam. Pada proses gasifikasi batubara terdapat bahan pencemaran udara yang meliputi parti-kel, hidrogen sulfida, karbon monoksida dan hidrokarbon (Ismail, 1992).

Pencemaran yang terjadi pada transportasi bahan energi dalam bentuk pen-cemaran bahan energi yang masuk ke lingkungan. Pengangkutan minyak dengan kapal tangki dapat menciptakan pencemaran lingkungan yang berat, baik yang terjadi karena kebocoran maupun karena terjadinya kecelakaan. Pada tahun 1969 dari 1180 frekuensi pengangkutan minyak terdapat 130 kali kecelakaan dengan total bahan pencemaran lebih dari 1,05 juta barel, dan pada tahun 1975 dari 1820 frekuensi pengangkutan minyak terdapat 44 kali kecelakaan dengan jumlah bahan cemaran lebih dari 1,74 juta barel (Loftness,1984). Kebocoran minyak dan gas


(46)

bumi dapat pula terjadi pada instalasi pemipaan pada stasion pompa dan kompres-or atau kebockompres-oran pada sambungan pipa (Loftness, 1984).

Penggunaan bahan bakar hasil dari minyak bumi dan gas alam serta batu bara menghasilkan juga bahan yang mencemari udara yang meliputi karbon-dioksida, belerang karbon-dioksida, dan oksida nitrogen. Karbon dioksida bukan meru-pakan bahan yang beracun, namun dalam jumlah yang lebih besar dari kapasitas alam melakukan daur karbon-oksigen yang berakibat jumlahnya di atmosfir terus meningkat dari waktu ke waktu. Gas karbondioksida memiliki usia panjang yang memerlukan waktu lama untuk dapat melepas ikatan molekulnya (Mannion dan Bowlby1992). Akumulasi jumlah gas karbondioksida di atmosfir membentuk seli-mut bumi yang menciptakan terjadinya efek rumah kaca dari radiasi matahari yang melahirkan pencemaran dalam bentuk pemanasan global.

Bahan bakar hidrokarbon dari minyak bumi maupun gas bumi selain mem-punyai nilai kalor yang berbeda, juga pada pembakarannya menghasilkan gas karbondiokasida dengan jumlah yang berbeda. Gas metana yang dominan dalam gas komersial LPG memiliki nilai kalor tertinggi 51.690 kJ/kg dan pada pemakai-annya memiliki tingkat emisi karbondioksida yang terendah. Penggunaan metana untuk mendapatkan energi bentuk kalor sebagai bahan bakar menghasilkan kar-bondioksida yang terendah dari gugus ikatan hidrokarbon lain, disamping itu bo-bot bahan bakar yang dibutuhkan juga rendah (Soerawidjaja, 1992)

Tabel 8. Energi Bahan Bakar Dan Produksi CO2

Bahan Bakar Energi (MJ/kg) Produksi CO2 (kg/kg bk)

Metana, CH4

Etana, C2H6

Minyak Diesel Fuel Oil Benzena, C6H6

Propana, C3H8

51,7 49,6 45,6 43,2 47,1 50,2

2,8 3,0 - - 3,4 3,0

Diolah berdasarkan data Pandey (1997); Moran dan Shapiro (2003). bk = bobot kering, - = tidak terdapat data.


(47)

Selama kurun waktu dari tahun 1990 sampai tahun 2000, emisi gas karbon-dioksida telah meningkat dua kali lipat (Tabel 9). Berdasarkan kualitas, pening-katan emisi karbondioksida berturut-turut dari yang terbesar adalah pembangkit tenaga listrik (menjadi 248,22 %), industri (menjadi 229,11 %), transportasi (menjadi 180,25 %), sektor lain (menjadi 153,34 %), rumahtangga dan komersial (menjadi 133,01 %). Peningkatan pemakaian energi fosil di sektor-sektor terse-but menyebabkan emisi karbondioksida meningkat (Ditjen Migas, 2004).

Tabel 9. Emisi Karbondioksida CO2 (x106 ton)

Tahun Listrik Industri Transport

Rumahtangga & Komersial Lainnya Jumlah 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 24,2 28,04 30,05 26,52 34,21 35,34 54,69 51,1 50,92 55,32 60,07 29,58 32,38 37,26 42,09 45,48 49,23 51,03 52,49 53,58 58,17 67,77 27,19 29,61 30,97 32,31 33,81 36,90 40,56 43,52 44,86 47,03 49,01 17,14 17,38 17,62 17,86 18,42 19,01 19,62 20,98 22,09 22,88 22,90 7,59 8,33 6,68 10,45 11,51 12,98 14,62 15,24 11,27 11,26 11,64 105,70 115,74 124,58 129,23 143,42 153,46 180,53 183,33 182,72 194,66 211,39

Sumber : Ditjen Migas ( 2004)

Pencemaran lain dari pembakaran bahan bakar hidrokarbon adalah terben-tuknya nitrogen oksida dan sulfur oksida. Nitrogen oksida dan sulfur oksida yang terdapat dalam udara di atmosfir dapat membentuk larutan asam dengan konsen-trasi tertentu dalam hujan. Larutan asam dalam hujan memberi dampak bagi kehi-dupan di permukaan bumi. Menurut Soemarwoto (1997) pada konsentrasi asam tertentu tumbuhan tidak dapat hidup dengan baik bahkan dapat mengalami kema-tian, mereduksi pertumbuhan hutan, menyebabkan kehidupan yang tidak nyaman di lingkungan perairan dan menyebabkan berkurangnya spesies ikan. Hujan asam juga dapat membuat tanah menjadi kurang subur dan pada tingkat konsentrasi


(1)

[BPS] Badan Pusat Statistik, Kota Bogor. 2000. Kota Bogor Dalam Angka 2000. Badan Pusat Statistik Kota Bogor. Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik, Kota Bogor. 2003. Kota Bogor Dalam Angka 2003. Badan Pusat Statistik Kota Bogor. Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik, Kota Depok. 2001. Kota Depok Dalam Angka 2001. Badan Pusat Statistik Kota Depok. Depok.

[BPS] Badan Pusat Statistik, Kota Depok. 2002. Kota Depok Dalam Angka 2002. Badan Pusat Statistik Kota Depok. Depok.

[BPS] Badan Pusat Statistik, Kota Depok. 2003. Kota Depok Dalam Angka 2003. Badan Pusat Statistik Kota Depok. Depok.

[BPS] Biro Pusat Statistik. 1995. Harga Barang Dan Jasa Indonesia 1995. Biro Pusat Statistik. Jakarta.

[BPS] Biro Pusat Statistik, Provinsi DKI Jakarta. 1993. DKI Jakarta Dalam Angka 1993. Biro Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Jakarta.

[BPS] Biro Pusat Statistik, Provinsi DKI Jakarta. 1995. DKI Jakarta Dalam Angka 1995. Biro Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Jakarta.

[BPS] Biro Pusat Statistik, Provinsi DKI Jakarta. 1999. DKI Jakarta Dalam Angka 1999. Biro Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Jakarta.

[BPS] Badan Pusat Statistik, Provinsi DKI Jakarta. 2003. DKI Jakarta Dalam Angka 2003. Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Jakarta.

[BPS] Biro Pusat Statistik, Kabupaten Purwakarta. 1993. Kabupaten Purwakarta Dalam Angka 1993. Biro Pusat Statistik Kabupaten Purwakarta. Purwakarta. [BPS] Biro Pusat Statistik, Kabupaten Purwakarta. 1996. Kabupaten Purwakarta

Dalam Angka 1996. Biro Pusat Statistik Kabupaten Purwakarta. Purwakarta. [BPS] Biro Pusat Statistik, Kabupaten Purwakarta. 1999. Kabupaten Purwakarta

Dalam Angka 1999. Biro Pusat Statistik Kabupaten Purwakarta. Purwakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik, Kabupaten Purwakarta. 2001. Kabupaten Purwakarta

Dalam Angka 2001. Badan Pusat Statistik Kabupaten Purwakarta. Purwakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik, Kabupaten Purwakarta. 2003. Kabupaten Purwakarta

Dalam Angka 2003. Badan Pusat Statistik Kabupaten Purwakarta. Purwakarta. Cao, M., J.B. Dent, and O.W. Heal. 1995. Methane Emissions From China’s

Paddyland. Agriculture Ecosystems & Environment. 55/2:129-136.

Cleveland, C.J. 1995. The Direct And Indirect Use Of Fossil Fuels And Electricity In Usa Agriculture, 1910-1990. Agriculture Ecosystems & Environment. 55/2:111-120.

Dasgupta, P. 1997. Environmental And Resource Economics In The World of The Poor. Resources for The Future. Washington DC.

DeGarmo, P.E., W. Sullivan, and Bontadelli. 1997. Ekonomi Teknik. Joseph Setyono dan Hadi Sutanto [Penerjemah]. Terjemahan dari : Engineering Economic.


(2)

[Dephut] Departemen Kehutanan. 1997. Hutan Tanaman Industri. Humas Depar-temen Kehutanan. Jakarta.

[Ditjen Migas] Direktorat Jenderal Minyak Dan Gas Bumi. 2004. Statistik Minyak dan Gas Indonesia. Pertambangan Dan Energi Indonesia 1994. Direktorat Jenderal Minyak Dan Gas Bumi. Jakarta.

[DPE] Departemen Pertambangan. 1994. Buku Tahunan Pertambangan Dan Energi Indonesia 1994. Departemen Pertambangan. Jakarta.

Ernawanto, Q.D., M.S. Saeni, A. Sastiono, dan S. Partohardjono. 2003. Dinamika Metana Pada Lahan Sawah Tadah Hujan Dengan Pengolahan Tanah, Varietas, dan Bahan Organik Yang Berbeda. Forum Pascasarjana IPB. 26 : 241 – 255. Gore, A. 1994. Bumi Dalam Keseimbangan Ekologi Dan Semangat Manusia. Hira

Jhamtani [Penerjemah]. Terjemahan dari : Earth in the Balance, Ecology and the Human Spirit. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Goenadi, D.H., Y. Away, S. Yanuzir, Y.H. Gunawan, dan P. Aritonang. 1998. Tekno-logi prodfuksi lompos bioaktif tandan kosong kelapa sawit. Prosiding Pertemuan Komisi Penelitian Bidang Perkebunan. Malang 8-9 Oktober 1998. Pp 31-35.

Gusmailina., Komarayati, S, dan A. Ismanto. 1994. Produksi Gas Bio Dari Bebagai Limbah Industri. Prosiding Seminar Hasil penelitian Dan Pengembangan Bioteknologi Kedua. Bogor. 6-7 September 1994. pp 601-607.

Hadi, W. 1992. Gas Bio Dari Enceng Gondok. Seminar Energi Dan Lingkungan Persatuan Insinyur Indonesia. Surabaya 24 – 25 Januari 1992. Surabaya. Pp 691 – 706.

Hare, W.L., and P.P. Marlow. 1999. Ecologically Sustainable Development. Austalian Conservation Foundation. Victoria.

Ismail, S. 1992. Bahan Bakar Bersih Dari Batubara Dan Kemung-kinannya Dari Batubara Indonesia. Seminar Energi Dan Lingkungan Persatuan Insinyur Indonesia. Surabaya 24 – 25 Januari 1992. Surabaya. Pp 123 – 152.

Kadir, A. 1995. Energi, Sumberdaya, Inovasi, Tenaga Listrik Dan Potensi Ekonomi. Edisi kelima. Penerbit Unoiversitas Indonesia. Jakarta.

Khurmi, R.S., and J.K. Gupta. 2004. A Tekxtbook of Machine Design. Rajendra Eavindra Printers. New Delhi.

[KLH] Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1997. Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.

Komarayati, S., Gusmailina, dan A. Ismanto. 1994a. Pemanfaatan Alang-alang (Imperata Cylindrica Beau) Sebagai Penghasil Gas Bio. Prosiding Seminar Hasil penelitian Dan Pengembangan Bioteknologi Kedua. Bogor. 6-7 September 1994. pp 596-600.


(3)

Komarayati, S., Gusmailina, dan A. Ismanto. 1994b. Produksi Gas Bio Dari Lim-bah Sagu Dan Aren. Prosiding Seminar Hasil penelitian Dan Pengembangan Bioteknologi Kedua. Bogor. 6-7 September 1994. pp 591-595.

Kookana, Rai., R. Sadler, Sethunathan, and R. Naidu. 2002. Environmental Protection and Risk Assesment of Organic Contaminants. Science Publishers Inc. New Hampshire.

Kramer, K.J., H.C. Moll, and S. Nonhebel. 1999. Total Greenhouse Gas Emission Related To The Duch Crop Production System. Agriculture Ecosystems & Environment. 72/1:9 – 15.

Kreit, F., and D.Y. Goswami. 2005. The CRC Hanbook of Mechanical Engineering Second Edition. CRS Press.

Loftness, R.L. 1984. Energy Handbook. Second edition. Van Nostrand Reinhold Company. New York.

Madigan, M.T., J.M. Martinko, and J. Parker. 1997. Brock, the Biology of Micro Organism. 8ed. Prentice Hall. Upper Saddle River. New Yersey.

Manahan, S.E. 1994. Environmental Chemistry, sixth edition. Lewis Publishers. New York.

Mannion, A.M., and S.R. Bowlby. 1992. Environmental Issues in The 1990s. John Wiley & Son. New York.

[MERI] The State Ministry of Environment Republic of Indonesia. 1996. Inventory of Greenhouse Gases Emission and Sinks in Indonesia. The Ministry of Environment Republic of Indonesia. Jakarta.

Moran, M.J., and H.N. Shapiro. 2003. Fundamentals Of Engineering Thermo-dynamics Four Edition. John Wiley & Sons. Inc. Mew York.

Naharia, O. 2004. Teknologi Pengairan Dan Pengolahan Tanah Pada Budidaya Padi Sawah Untuk Mitigasi Gas Metana. Disertasi Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah Dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Osburn, L., and Judy. 1993. Biomass Resources for Energy and Industry.

Pandey, G.N. 1997. A Textbook On Energy Systems Engineering. Vikas Publish-ing House PVT LTD. New Delhi.

Pujiharti, Y., M.S. Saeni, dan M.H.B. Djoefrie. 2001. Produksi Gas Bio Dan Kualitas Lumpur Dari Jerami Padi. Forum Pascasarjana 24 (2) : 127-138. Quaak, P., H. Knoef, and H. Stassen. 1998. Energy From Biomass a Review of

Combustion and Gasifikation Technologies. World Bank. Washington DC. Rahayu, B. 1999. Teknologi Pengolahan Sampah Ramah Lingkungan Sebagai

Alternatif. Prosiding Konferensi Energi, Sumberdaya Alam, dan Lingkungan BPPT. 11 – 12 Agustus 1999. pp L-94.


(4)

Reksohadiprodjo, S., dan Pradono. 1998. EkonomiSumber Daya Alam Dan Energi. BPFE. Yogyakarta.

Renenberg, H., R. Wassman, H. Papen, and W. Seiker. 1992. Trace Gas Exchange in Rice Cultivation. Ecologi Bulletin. 42 : 164 – 173.

Ridlo, R., dan C. Budiono. 1999. Prosfek Finansial dan Ekonomi Pemanfaatan Limbah Kayu Industri Penggergajian Kayu Sebagai Sumber Energi Melalui Teknologi Gasifikasi Dengan Metode Dual–Fuel. Prosiding Konferensi Ener-gi, Sumberdaya Alam, dan Lingkungan BPPT. 11–12 Agustus 1999. pp E-83. Sahirman, S., Irawadi, E.G. Said, dan A. Basith. 1995. Kajian Pemanfaatan Limbah

Pabrik Kelapa Sawit Untuk Produksi Gas Bio. Forum Pascasarjana 18 :24-35.

Sarief, E.S. 1992. Tanah Pertanian Dan Proses Pencemaran Lingkungan. Seminar Energi Dan Lingkungan Persatuan Insinyur Indonesia. Surabaya 24 – 25 Januari 1992. Surabaya. pp 505 – 519.

Sarwanto, D. 2004. Model Pencemaran Limbah Peternakan Sapi Perah Rakyat Pada Beberapa Kondisi Fisik Alami Dan Sosial Ekonomi. Disertasi Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor. Bogor.

Satari, G., Nurpilihan, dan H.G. Akman. 1992. Pertanian Sebagai Sumber Energi Terbarukan. Seminar Energi Dan Lingkungan Persatuan Insinyur Indonesia. Surabaya, 24 – 25 Januari 1992. Surabaya. pp 299 – 309.

Sisworo., S.S. Harjadi, D.H. Goenadi, dan S. Sujiprihati. 2001. Biodekomposisi Beberapa Bahan Lignoselulosa Dan Efektivitas Produknya Dalam Meningkat-kan Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Bawang Merah (Allium ascolonicum L.). Forum Pascasarjana IPB. 24/2 : 33-34.

Smith, J.M., V.H.C. Ness, and M.M. Abbot. 2001. Introduction to Chemical Engineering Thermodynamics. Sixth Edition. McGraw-Hill Companies. Inc. New York.

Soemarwoto, O. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, edisi revisi. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Soerawidjaja, T.H. 1992. Peningkatan Nilai Guna Dan Daya Guna Energi Dan Pembangkit Bahan Bakar Bersih; Respons Industri Proses Kimia Terhadap Tantangan Kelangkaan Energi Dan Pelestarian Lingkungan. Seminar Energi Dan Lingkungan Persatuan Insinyur Indonesia. Surabaya, 24 – 25 Januari 1992. Surabaya. pp 153 – 163.

Soleman, P.R., M.A. Serio, and E.M. Sunberg. 1999. Coal Pyrolysis : Experiments, Kinetic Rates and Mechanisme. Energy Combustion Science. 15. 26-31. Sudjana. 1986. Metoda Statistika Edisi Ke VI. Penerbit Tarsito. Bandung.

Suparmoko, M. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan. Edisi 3. BPFE. Yogyakarta.

Suratmo, F.G. 2002. Panduan Penelitian Multidisiplin. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.


(5)

Turner, R.K., D.Pearce, and I. Bateman. 1994. Environmental Economics. An Elementary Introduction. Harvester Wheatsheaf. New York.

Yang, S.S., and H.L. Chang. 1998. Effect of Environmental Conditions On Methane Production and Emission From Paddy Soil. Agriculture Ecosystems & Environment. 69/1: 69 – 79.


(6)

 

 

 

 

 

 

 

Maaf……….

 

 

Halaman

 

ini

 

Pada

 

Lembar

 

Aslinya