Proses Pembelajaran Kimia pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

51 Pada tahapan pembentukan konsep, siswa kembali berdiskusi menjawab pertanyaan yang tertera di dalam LKS secara berkelompok. Pada tahapan ini, siswa juga dapat menjawab pertanyaan yang dibuat pada tahapan inisiasi. Bahan ajar maupun buku kimia dapat digunakan sebagai sumber dalam menjawab pertanyaan. Tahapan ketiga yaitu pemahaman konsep. Dua kelompok siswa mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompoknya. Tahapan ini, siswa dapat mengetahui jawaban dari kelompok lain dan guru dapat membenarkan jawaban siswa apabila kurang tepat. Tahapan keempat yaitu pemantapan konsep. Tahapan ini terdiri dari beberapa kegiatan yang masing-masing kegiatan mewakili submateri yang dipelajari. Pada tahapan ini siswa dapat berdiskusi dalam kelompok dan menggunakan bahan ajar maupun buku kimia untuk mencari jawaban. Bahan ajar yang digunakan pada kelas eksperimen merupakan bahan ajar yang terintegrasi konteks kejuruan teknik otomotif. Bahan ajar tersebut disusun karena hingga saat ini buku kimia yang digunakan masih bersifat umum, belum diintegrasikan dengan konteks kejuruan teknik otomotif. Materi yang terdapat dalam bahan ajar telah dikaitkan dengan konteks kejuruan siswa. Bahan ajar yang terintegrasi konteks kejuruan tersebut berisi info kimia, latihan soal, dan praktikum sederhana yang mengacu pada materi dan kejuruan. Info kimia berisi pengetahuan-pengetahuan yang ada disekitar siswa. Selain itu, pada setiap bab disertai dengan ilustrasi yang dapat membantu siswa mengaitkan antara materi, konteks, dan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran kimia di kelas eksperimen menggunakan bahan ajar kimia minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan. Jumlah siswa pada kelas eksperimen yaitu 31 orang. Pada pertemuan pertama, materi yang dipelajari yaitu mengenai Fraksinasi Minyak Bumi dan Minyak Pelumas. Pada pertemuan kedua, materi yang dipelajari yaitu mengenai Bensin dan Solar. Kemudian pada pertemuan ketiga dilaksanakan praktikum mengenai penentuan angka kental relatif minyak pelumas. Ketiga LKS 52 untuk kelas eksperimen lebih mengacu pada kimia dalam konteks kejuruan Teknik Otomotif. Pembelajaran kimia untuk kelas kontrol menggunakan buku kimia yang dimiliki siswa yang ditulis oleh Aas Saidah tahun 2014 yang berjudul Kimia Bidang Keahlian Teknologi dan Rekayasa untuk SMKMAK Kelas XI. Buku kimia tersebut berisi materi minyak bumi secara umum, meliputi proses pengolahan minyak bumi, komposisi minyak bumi, dampak pembakaran minyak bumi, dan bahan aditif yang terdapat di dalam bahan bakar. Buku kimia tersebut tidak dikaitkan dengan konteks kejuruan siswa. Jumlah siswa pada kelas kontrol yaitu 30 orang. Pada pertemuan pertama, materi yang dipelajari yaitu Fraksinasi Minyak Bumi dan Minyak Pelumas. Pada pertemuan kedua, materi yang dipelajari yaitu Bensin dan Solar. Kemudian pada pertemuan ketiga, materi yang dipelajari yaitu Minyak Bumi secara keseluruhan dan lebih mengacu pada konteks kejuruan Teknik Otomotif. Materi kimia yang berkaitan pada konteks kejuruan diberikan guru secara garis besar dengan menggunakan metode ceramah. Siswa kelas kontrol tidak diberikan praktikum penentuan angka kental relatif dikarenakan proses pembelajaran untuk kelas kontrol disesuaikan dengan bahan ajar yang digunakan. Penilaian pada kelas eksperimen dan kelas kontrol meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif digunakan sebagai pembanding antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Aspek kognitif yang digunakan sebagai penilaian hasil adalah tes literasi sains, sedangkan aspek kognitif yang digunakan sebagai penilaian proses adalah kemampuan menyelesaikan LKS. Data kemampuan menyelesaikan LKS kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Lampiran 18, sedangkan diagram nilai rerata LKS kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5. 53 Gambar 4. Rerata Kemampuan Menyelesaikan LKS Kelas Eksperimen Berdasarkan grafik pada Gambar 4, terlihat bahwa nilai tertinggi siswa kelas eksperimen dicapai pada LKS 1 dan terendah pada LKS 2. Hal ini dikarenakan pada LKS 2, siswa kesulitan mengaitkan materi bensin maupun solar dengan konteks kejuruan, misalnya kesulitan membedakan karakteristik bensin dan solar serta dampak secara kimia yang ditimbulkan oleh pembakarannya. Adapun untuk LKS 1, siswa dapat menyelesaikan LKS dengan mencari referensi dalam bahan ajar yang digunakan. Hal ini sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Slameto 2013 yang menyatakan bahwa pengembangan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa melihat bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk dipelajari dengan dirinya sendiri sebagai individu. Gambar 5. Rerata Kemampuan Menyelesaikan LKS Kelas Kontrol 86.1 80.52 81.03 76 78 80 82 84 86 88 1 2 3 Kemampuan Menyelesaikan LKS Eksperimen 81.63 85.33 79.93 76 78 80 82 84 86 1 2 3 Kemampuan Menyelesaikan LKS Kontrol 54 Adapun untuk kelas kontrol, nilai siswa tertinggi dicapai pada LKS 2, sedangkan nilai terendah dicapai pada LKS 3. Hal ini dikarenakan, pada LKS 2 siswa dapat menjawab pertanyaan mengenai bensin dan solar dengan melihat kehidupan sehari-hari. Adapun untuk LKS 3, siswa kesulitan menjawab pertanyaan dikarenakan soal yang tertera terkait dengan konteks kejuruan. Aspek afektif dari indikator pada angket minat belajar kimia siswa, yaitu responsif dan tanggung jawab untuk pertemuan pertama, rasa senang dan kemampuan berinteraksi pada pertemuan kedua, serta perhatian dan kemauan pada pertemuan ketiga. Data aspek afektif siswa secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 19 dan persentase keaktifan siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Aspek Afektif Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan Gambar 6, diketahui bahwa aspek rasa senang pada kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai persentase yang paling tinggi. Aspek rasa senang dapat dilihat pada Gambar 7. 65.0 70.0 75.0 80.0 85.0 H I J K L M Pe rsen tase Ke id e al an Aspek Keaktifan Eksperimen Kontrol 55 Gambar 7. Sebaran Persentase Aspek Rasa Senang Berdasarkan kedua diagram tersebut, dapat dilihat bahwa baik kelas eksperimen sebanyak 24 siswa menunjukkan rasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran dengan sangat baik dan 76 siswa menunjukkan rasa senang dengan baik, sedangkan untuk kelas kontrol, 29 siswa menunjukkan rasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran dengan sangat baik dan 71 siswa menunjukkan rasa senang dengan baik. Aspek rasa senang memiliki persentase lebih besar dibandingkan aspek-aspek lainnya, yaitu responsive, tanggung jawab, kemampuan berinteraksi, perhatian, dan kemauan. Hal ini dikarenakan rasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran merupakan dasar dari peningkatan aspek-aspek lainnya. Setelah proses pembelajaran pada pertemuan ketiga, siswa kelas eksperimen diberikan angket tanggapan bahan ajar. Angket tanggapan bahan ajar berisi tentang tanggapan siswa mengenai bahan ajar kimia minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan yang digunakan. Selanjutnya, sebelum diberikan tes literasi sains akhir, siswa diberikan angket minat belajar kimia. Skor angket minat belajar kimia yang diperoleh sebelum dan sesudah pembelajaran dicari selisihnya menggunakan metode n-gain. Pada setiap proses pembelajaran dilaksanakan obervasi. Observasi pembelajaran dilakukan oleh satu orang observer, bertujuan untuk mengetahui sikap 26 74 0 0 Kelas Eksperimen Sangat Baik Baik Cukup Baik 29 71 0 0 Kelas Kontrol Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik 56 dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran serta peranan bahan ajar yang digunakan. Observasi dilakukan oleh salah satu mahasiswa pendidikan kimia. Observasi dilaksanakan pada setiap pertemuan baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Lembar observasi berisi 12 pernyataan mengenai aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan 3 pernyataan mengenai peranan bahan ajar. Untuk peranan bahan ajar dilaksanakan observasi untuk kelas eksperimen. Kemudian, pernyataan mengenai aktivitas siswa selama proses pembelajaran dibagi menjadi 4 tahapan sesuai dengan model pembelajaran STS yang digunakan yaitu tahap inisiasi, pembentukan konsep, pemahaman konsep, dan pemantapan konsep. Adapun untuk kelas eksperimen, ditambahkan aspek peranan bahan ajar. Grafik aktivitas siswa dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9, kemudian data aktivitas siswa secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 20. Gambar 8. Aspek Aktivitas Siswapada Kelas Eksperimen Berdasarkan grafik pada Gambar 10, untuk kelas eksperimen, aktivitas siswa pada tahapan inisiasi menurun. Penurunan aktivitas siswa dikarenakan siswa kesulitan membuat pertanyaan yang terkait dengan materi pembelajaran dan konteks kejuruan. Hal ini sesuai dengan penilitian yang dilakukan oleh Tosun dan 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 2 3 4 5 Per sen tase Aspek Aktivitas Siswa Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3 57 Taskesenigil 2012 yang menyatakan bahwa aktivitas siswa bekerja sama dalam kelompok akan menurun apabila diberikan suatu masalah yang harus diselesaikan . Tahapan pembentukan konsep, keaktifan siswa sama pada pertemuan pertama dan kedua, meningkat pada pertemuan ketiga. Pada tahapan pemahaman konsep, aktivitas siswa menurun hingga pertemuan ketiga. Penurunan aktivitas siswa dikarenakan pengetahuan siswa mengenai materi pembelajaran yang kurang sehingga kesulitan menjawab pertanyaan yang dibuat pada tahap inisiasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Demirdogen dan Cakmaci 2014 yang menyatakan bahwa siswa akan lebih banyak bertanya apabila pengetahuan yang dimiliki dalam suatu proses pembelajaran kurang. Tahapan pemantapan konsep, aktivitas siswa sama pada pertemuan pertama dan kedua, meningkat pada pertemuan ketiga. Hal ini dikarenakan pada pertemuan ketiga dilaksanakan praktikum, sehingga siswa lebih merasa tertarik dalam proses pembelajaran. Selanjutnya, peranan bahan ajar menurun dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua, namun meningkat pada pertemuan ketiga. Gambar 9. Aspek Aktivitas Siswa pada Kelas Kontrol 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 2 3 4 Per sen tase Aspek Aktivitas Siswa Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3 58 Untuk kelas kontrol, aktivitas siswa pada tahapan inisiasi menurun pada pertemuan pertama ke pertemuan kedua, namun meningkat pada pertemuan ketiga. Kemudian pada tahapan pembentukan konsep, aktivitas siswa sama pada setiap pertemuan. Aktivitas siswa pada tahapan pemahaman konsep menurun pada pertemuan pertama ke pertemuan kedua, namun meningkat pada pertemuan ketiga. pada tahapan pemantapan konsep, aktivitas siswa menurun pada pertemuan pertama dan kedua, meningkat pada pertemuan ketiga. Secara keseluruhan, peningkatan aktivitas siswa terjadi pada pertemuan ketiga. Hal ini dikarenakan pada pertemuan ketiga membahas mengenai materi minyak bumi secara kontekstual, sehingga siswa lebih mudah membuat pertanyaan yang terkait dengan konteks kejuruan dan kehidupan sehari-harinya. 2. Perbedaan Minat Belajar Kimia Siswa pada Penerapan Bahan Ajar Kimia Minyak Bumi Terintegrasi Konteks Kejuruan Berdasarkan hasil analisis uji Wilcoxon, diperoleh nilai signifikansi Sig. sebesar 0,000  0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan minat belajar kimia siswa kelas eksperimen sebelum dan sesudah proses pembelajaran dilaksanakan. Kemudian berdasarkan hasil analisis uji Mann-Whitney, diperoleh harga signifikansi Sig. sebesar 0,000  0,05. Hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap minat belajar kimia siswa di kelas yang menggunakan bahan ajar kimia minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan dengan kelas yang tidak menggunakan bahan ajar kimia minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan. Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan minat belajar kimia yang signifikan untuk siswa kelas eksperimen, yaitu penggunaan bahan ajar kimia minyak bumi yang terintegrasi konteks kejuruan siswa disertai dengan adanya praktikum. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Salta dan Koulogliotis 2014 yang menyatakan bahwa minat siswa sangat dipengaruhi oleh sesuatu yang berhubungan dengan konteksnya. 59 Selain itu, dengan adanya bahan ajar dan praktikum yang sesuai dengan konteks kejuruan siswa, maka dapat meningkatkan rasa senang siswa selama proses pembelajaran. Hal ini didukung oleh data sebelumnya. Dengan meningkatnya rasa senang siswa, maka secara langsung juga dapat meningkatkan minat belajar siswa. Faktor lain yang menyebabkan peningkatan minat belajar kimia yang signifikan adalah dengan pemberian reward baik verbal maupun nonverbal untuk siswa yang dapat mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas pada tahapan pemantapan konsep. Dengan memberikan pujian kepada siswa akan menimbulkan suasana belajar yang menyenangkan sehingga dapat meningkatkan minat belajar siswa. Hal ini sejalan dengan teori tentang minat yang dinyatakan oleh Slameto 2013 yang menyatakan bahwa pemberian insentif suatu alat yang digunakan untuk membuat siswa ingin belajar kimia dapat meningkatkan minat belajar kimia siswa. 3. Perbedaan Literasi Sains Siswa pada Penerapan Bahan Ajar Kimia Minyak Bumi Terintegrasi Konteks Kejuruan Berdasarkan hasil analisis paired sample t-test, diperoleh harga signifikansi Sig. sebesar 0,000  0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan literasi sains siswa kelas eksperimen sebelum dan sesudah proses pembelajaran dilaksanakan. Kemudian berdasarkan hasil analisis independent sample t-test menggunakan SPSS 16, harga signifikansi sebesar0,016  0,05 yang artinya H ditolak dan H a diterima. Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan terhadap literasi sains siswa yang menggunakan bahan ajar kimia minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan dengan kelas yang tidak menggunakan bahan ajar kimia minyak bumia terintegrasi konteks kejuruan. Pemberian perlakuan yang berbeda pada kelas eksperimen dan kelas kontrol menyebabkan perbedaan pada hasil tes literasi sains siswa di dua kelas tersebut. Hal ini terlihat jelas pada rerata literasi sains siswa akhir, di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, yaitu 73,89 dan 60,23. Beberapa faktor yang 60 menyebabkan perbedaan literasi sains siswa di antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, yaitu penggunaan bahan ajar terintegrasi konteks kejuruan siswa di kelas eksperimen menyebabkan literasi sains siswa kelas eksperimen lebih luas mengenai materi minyak bumi yang diajarkan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Asliyani et al. 2014 yang menyatakan bahwa modul pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Faktor lain yang menyebabkan adanya perbedaan yang signifikan antara literasi sains siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, yaitu dilaksanakannya praktikum yang terdapat di dalam bahan ajar terintegrasi konteks kejuruan untuk memberikan variasi proses pembelajaran. Dengan diterapkannya praktikum tentu saja dapat membuat siswa tertarik untuk mempelajari kimia lebih lanjut. Dengan demikian, minat belajar kimia siswa juga akan meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Kingir, Geban, dan Gunel 2012, Stephenson dan McKnight 2015, serta Ferrel dan Barbera 2015 yang menyatakan bahwa siswa yang menggunakan metode pembelajaran yang berbeda dapat meningkatkan pencapaian akademik siswa. 4. Tanggapan Siswa Kelas Eksperimen Mengenai Bahan Ajar Kimia Minyak Bumi Terintegrasi Konteks Kejuruan Tanggapan siswa kelas eksperimen mengenai bahan ajar kimia minyak bumi yang terintegrasi konteks kejuruan dapat diketahui melalui pemberian angket bahan ajar. Angket ini diberikan setelah pembelajaran pada pertemuan ketiga. Angket tanggapan bahan ajar ini berisi 27 pernyataan mengenai penyajian, kelayakan isi, kebahasaan, integrasi konteks kejuruan, keterbacaan, kebermaknaan, dan manfaat bahan ajar. Jumlah siswa kelas eksperimen yang memberi tanggapan terhadap bahan ajar sebanyak 31 orang. Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus rerata ideal, diketahui bahwa ketujuh aspek tanggapan terhadap bahan ajar memiliki kualitas baik. Aspek manfaat 61 bahan ajar memiliki persentase keidealan tertinggi dengan persentase keidealan sebesar 84. Manfaat bahan ajar berkaitan dengan konten kimia yang terdapat di dalam bahan ajar. Konten kimia yang terdapat di dalam bahan memberikan dasar pengetahuan yang baik bagi siswa. Kemudian bahan ajar dapat dijadikan sumber referensi utama dalam proses pembelajaran sehingga siswa merasa tidak membutuhkan sumber referensi lain. Aspek integrasi konteks kejuruan memiliki tanggapan yang baik dengan persentase keidealan sebesar 83. Dengan demikian dapat diketahui bahwa bahan ajar yang diterapkan terintegrasi dengan konteks kejuruan siswa. Narasi yang dipaparkan pada setiap awal bab sesuai dengan konteks otomotif dan materi kimia yang akan dipelajari, serta praktikum yang terdapat dalam bahan ajar sesuai dengan konteks otomotif dan materi kimia yang dipelajari. Pada aspek kebermaknaan bahan ajar memiliki tanggapan yang baik dengan persentase keidealan sebesar 81. Dengan demikian, peranan bahan ajar berkaitan dengan minat siswa dalam pembelajaran kimia. Siswa merasa lebih tertantang untuk mempelajari kimia secara lebih mendalam dan lebih tertarik melihat relevansi materi kimia dengan kejuruan teknik otomotif. Dengan demikian, bahan ajar yang terintegrasi konteks kejuruan yang diterapkan memiliki kualitas yang baik. Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan ajar kimia minyak bumi yang terintegrasi konteks kejuruan mampu meningkatkan minat belajar kimia dan literasi sains siswa kela XI Program Studi Teknik Otomotif SMK Negeri 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 20162017. 62

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 4. Ada perbedaan minat belajar siswa di SMK Negeri 2 Yogyakarta dengan menerapkan bahan ajar kimia minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan Teknik Otomotif. Minat belajar kimia siswa yang menerapkan bahan ajar kimia minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan lebih tinggi secara signifikan daripada siswa yang tidak menerapkan. 5. Ada perbedaan tingkat literasi sains siswa di SMK Negeri 2 Yogyakarta dengan menerapkan bahan ajar kimia minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan Teknik Otomotif. Literasi sains siswa siswa yang menerapkan bahan ajar kimia minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan lebih tinggi secara signifikan daripada siswa yang tidak menerapkan. 6. Tanggapan siswa di SMK Negeri 2 Yogyakarya terhadap bahan ajar kimia terintegrasi konteks kejuruan Teknik Otomotif yang dikembangkan dapat dikategorikan baik. Aspek penyajian, kelayakan isi, kebahasaan, integrasi konteks kejuruan, keterbacaan, kebermaknaan, dan manfaat bahan ajar secara keseluruhan dikategorikan baik.

B. Saran

1. Bagi guru diharapkan dapat menggunakan bahan ajar kimia minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan sebagai sumber referensi di kelas. 2. Diharapkan ada penelitian lebih lanjut mengenai penerapan bahan ajar kimia minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan dengan variabel penelitian yang berbeda misalnya motivasi belajar siswa, sehingga dapat mengetahui pengaruh penggunaan bahan ajar terhadap motivasi belajar siswa. 63 DAFTAR PUSTAKA Akcay, B., Akcay, H. 2015. Effectiveness of Science-Technology-Society STS Instruction on Student Understanding of the Nature of Science and Attitudes toward Science. International Journal of Education in Mathematics, Science, and Technology IJEMST, 3I:. 37-45. Arifin, Z. 2014. Penelitian Pendidikan; Metode dan Paradigma Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. Asliyani., Rusdi, M., Asrial. 2014. Pengembangan Bahan Ajar Kimia SMK Teknologi Kelas X Berbasik Kontekstual. Edu-Sains Journal,. 3II: 1-7. Bahriah, E.S., Abadi, S.M. 2016. Motivasi Belajar Siswa pada Materi Ikatan Kimia Melalui Metode Praktikum. Jurnal Kimia dan Pendidikan, 1I: 86-97. Bybee, R., McCrae, B. 2011. Scientific Literacy and Student Attitudes: Perspectives from PISA 2006 science. International Journal of Science Education, 3 I: 7-26. Christian, B.N., Yezierski, A.J. 2012. Development and Validation of an Instrument to Measure Knowledge Gains for Chemical and Physical Change for Grades 6-8. Chemistry Education Research and Practice Journal, 13: 384-393. Creswell, J.W. 2008. Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative Qualitative Research. London: Sage Publication. Damarjati, T. 2016. Spektrum Keahlian SMK. Diakses dari http:psmk.kemendikbud.go.id pada tanggal 01 April 2017, Jam 11.22 WIB. Demirdogen, B., Cakmaci, G. 2014. Investigating Students’ Interest in Chemistry through Self-Generated Questions. Chemistry Education Research and Practice Journal, 15: 192-206. Djamarah, S.B. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rinneka Cipta. Faraday, S., Overton, C., Cooper, S. 2011. Effective Teaching and Learning in Vocational Education. London: LSN. Ferrel, B., Barbera, J. 2015. Analysis of Stidents’ Self-efficacy, Interest, and Effort Beliefs in General Chemistry. Chemistry Education Research and Practice Journal, 16: 318-337. Gultom, E., Situmorang, M., Silaban, R. 2015. Pengembangan Bahan Ajar Inovatif dan Interaktif Melalui Pendekatan Saintifik pada Pengajaran Termokimia. Jurnal Pendidikan Kimia, 7II: 49-56. Hake, R. R. 1999. Analizing ChangeGain Scores. Diakses dari http:www.physics.indiana.edu-sdiAnalyzingChanges-Gain.pdf pada tanggal 3 November 2016, Jam 11.32 WIB. Hamalik, O. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara Kapici, H.O., Funda, S.A. 2015. Examination of Visuals about the Particulate Nature of Matter in Turkish Middle School Science Textbook. Chemistry Education Research and Practice Journal, 16: 518-536.