Proses Pembelajaran Kimia pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
51
Pada tahapan pembentukan konsep, siswa kembali berdiskusi menjawab pertanyaan yang tertera di dalam LKS secara berkelompok. Pada tahapan ini, siswa
juga dapat menjawab pertanyaan yang dibuat pada tahapan inisiasi. Bahan ajar maupun buku kimia dapat digunakan sebagai sumber dalam menjawab pertanyaan.
Tahapan ketiga
yaitu pemahaman
konsep. Dua
kelompok siswa
mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompoknya. Tahapan ini, siswa dapat mengetahui jawaban dari kelompok lain dan guru dapat membenarkan jawaban siswa
apabila kurang tepat. Tahapan keempat yaitu pemantapan konsep. Tahapan ini terdiri dari beberapa kegiatan yang masing-masing kegiatan mewakili submateri yang
dipelajari. Pada tahapan ini siswa dapat berdiskusi dalam kelompok dan menggunakan bahan ajar maupun buku kimia untuk mencari jawaban.
Bahan ajar yang digunakan pada kelas eksperimen merupakan bahan ajar yang terintegrasi konteks kejuruan teknik otomotif. Bahan ajar tersebut disusun karena
hingga saat ini buku kimia yang digunakan masih bersifat umum, belum diintegrasikan dengan konteks kejuruan teknik otomotif. Materi yang terdapat dalam
bahan ajar telah dikaitkan dengan konteks kejuruan siswa. Bahan ajar yang terintegrasi konteks kejuruan tersebut berisi info kimia, latihan
soal, dan praktikum sederhana yang mengacu pada materi dan kejuruan. Info kimia berisi pengetahuan-pengetahuan yang ada disekitar siswa. Selain itu, pada setiap bab
disertai dengan ilustrasi yang dapat membantu siswa mengaitkan antara materi, konteks, dan kehidupan sehari-hari siswa.
Pembelajaran kimia di kelas eksperimen menggunakan bahan ajar kimia minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan. Jumlah siswa pada kelas eksperimen yaitu 31
orang. Pada pertemuan pertama, materi yang dipelajari yaitu mengenai Fraksinasi Minyak Bumi dan Minyak Pelumas. Pada pertemuan kedua, materi yang dipelajari
yaitu mengenai Bensin dan Solar. Kemudian pada pertemuan ketiga dilaksanakan praktikum mengenai penentuan angka kental relatif minyak pelumas. Ketiga LKS
52
untuk kelas eksperimen lebih mengacu pada kimia dalam konteks kejuruan Teknik Otomotif.
Pembelajaran kimia untuk kelas kontrol menggunakan buku kimia yang dimiliki siswa yang ditulis oleh Aas Saidah tahun 2014 yang berjudul Kimia Bidang Keahlian
Teknologi dan Rekayasa untuk SMKMAK Kelas XI. Buku kimia tersebut berisi materi minyak bumi secara umum, meliputi proses pengolahan minyak bumi,
komposisi minyak bumi, dampak pembakaran minyak bumi, dan bahan aditif yang terdapat di dalam bahan bakar. Buku kimia tersebut tidak dikaitkan dengan konteks
kejuruan siswa. Jumlah siswa pada kelas kontrol yaitu 30 orang. Pada pertemuan pertama,
materi yang dipelajari yaitu Fraksinasi Minyak Bumi dan Minyak Pelumas. Pada pertemuan kedua, materi yang dipelajari yaitu Bensin dan Solar. Kemudian pada
pertemuan ketiga, materi yang dipelajari yaitu Minyak Bumi secara keseluruhan dan lebih mengacu pada konteks kejuruan Teknik Otomotif. Materi kimia yang berkaitan
pada konteks kejuruan diberikan guru secara garis besar dengan menggunakan metode ceramah. Siswa kelas kontrol tidak diberikan praktikum penentuan angka
kental relatif dikarenakan proses pembelajaran untuk kelas kontrol disesuaikan dengan bahan ajar yang digunakan.
Penilaian pada kelas eksperimen dan kelas kontrol meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif digunakan sebagai pembanding antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Aspek kognitif yang digunakan sebagai penilaian hasil adalah tes literasi sains, sedangkan aspek kognitif yang digunakan sebagai
penilaian proses adalah kemampuan menyelesaikan LKS. Data kemampuan menyelesaikan LKS kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Lampiran
18, sedangkan diagram nilai rerata LKS kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
53
Gambar 4. Rerata Kemampuan Menyelesaikan LKS Kelas Eksperimen Berdasarkan grafik pada Gambar 4, terlihat bahwa nilai tertinggi siswa kelas
eksperimen dicapai pada LKS 1 dan terendah pada LKS 2. Hal ini dikarenakan pada LKS 2, siswa kesulitan mengaitkan materi bensin maupun solar dengan konteks
kejuruan, misalnya kesulitan membedakan karakteristik bensin dan solar serta dampak secara kimia yang ditimbulkan oleh pembakarannya. Adapun untuk LKS 1,
siswa dapat menyelesaikan LKS dengan mencari referensi dalam bahan ajar yang digunakan. Hal ini sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Slameto 2013 yang
menyatakan bahwa pengembangan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa melihat bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk
dipelajari dengan dirinya sendiri sebagai individu.
Gambar 5. Rerata Kemampuan Menyelesaikan LKS Kelas Kontrol
86.1
80.52 81.03
76 78
80 82
84 86
88
1 2
3 Kemampuan Menyelesaikan LKS
Eksperimen
81.63 85.33
79.93
76 78
80 82
84 86
1 2
3 Kemampuan Menyelesaikan LKS
Kontrol
54
Adapun untuk kelas kontrol, nilai siswa tertinggi dicapai pada LKS 2, sedangkan nilai terendah dicapai pada LKS 3. Hal ini dikarenakan, pada LKS 2 siswa
dapat menjawab pertanyaan mengenai bensin dan solar dengan melihat kehidupan sehari-hari. Adapun untuk LKS 3, siswa kesulitan menjawab pertanyaan dikarenakan
soal yang tertera terkait dengan konteks kejuruan. Aspek afektif dari indikator pada angket minat belajar kimia siswa, yaitu
responsif dan tanggung jawab untuk pertemuan pertama, rasa senang dan kemampuan berinteraksi pada pertemuan kedua, serta perhatian dan kemauan pada
pertemuan ketiga. Data aspek afektif siswa secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 19 dan persentase keaktifan siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Aspek Afektif Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan Gambar 6, diketahui bahwa aspek rasa senang pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol mempunyai persentase yang paling tinggi. Aspek rasa senang dapat dilihat pada Gambar 7.
65.0 70.0
75.0 80.0
85.0
H I
J K
L M
Pe rsen
tase Ke
id e
al an
Aspek Keaktifan
Eksperimen Kontrol
55
Gambar 7. Sebaran Persentase Aspek Rasa Senang Berdasarkan kedua diagram tersebut, dapat dilihat bahwa baik kelas eksperimen
sebanyak 24 siswa menunjukkan rasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran dengan sangat baik dan 76 siswa menunjukkan rasa senang dengan baik, sedangkan
untuk kelas kontrol, 29 siswa menunjukkan rasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran dengan sangat baik dan 71 siswa menunjukkan rasa senang dengan
baik. Aspek rasa senang memiliki persentase lebih besar dibandingkan aspek-aspek lainnya, yaitu responsive, tanggung jawab, kemampuan berinteraksi, perhatian, dan
kemauan. Hal ini dikarenakan rasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran merupakan dasar dari peningkatan aspek-aspek lainnya.
Setelah proses pembelajaran pada pertemuan ketiga, siswa kelas eksperimen diberikan angket tanggapan bahan ajar. Angket tanggapan bahan ajar berisi tentang
tanggapan siswa mengenai bahan ajar kimia minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan yang digunakan. Selanjutnya, sebelum diberikan tes literasi sains akhir,
siswa diberikan angket minat belajar kimia. Skor angket minat belajar kimia yang diperoleh sebelum dan sesudah pembelajaran dicari selisihnya menggunakan metode
n-gain. Pada
setiap proses
pembelajaran dilaksanakan
obervasi. Observasi
pembelajaran dilakukan oleh satu orang observer, bertujuan untuk mengetahui sikap
26 74
0 0
Kelas Eksperimen
Sangat Baik Baik
Cukup Baik
29 71
0 0
Kelas Kontrol
Sangat Baik Baik
Cukup Baik Kurang Baik
56
dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran serta peranan bahan ajar yang digunakan. Observasi dilakukan oleh salah satu mahasiswa pendidikan kimia.
Observasi dilaksanakan pada setiap pertemuan baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol.
Lembar observasi berisi 12 pernyataan mengenai aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan 3 pernyataan mengenai peranan bahan ajar. Untuk peranan bahan
ajar dilaksanakan observasi untuk kelas eksperimen. Kemudian, pernyataan mengenai aktivitas siswa selama proses pembelajaran dibagi menjadi 4 tahapan sesuai dengan
model pembelajaran STS yang digunakan yaitu tahap inisiasi, pembentukan konsep, pemahaman konsep, dan pemantapan konsep. Adapun untuk kelas eksperimen,
ditambahkan aspek peranan bahan ajar. Grafik aktivitas siswa dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9, kemudian data aktivitas siswa secara keseluruhan dapat
dilihat pada Lampiran 20.
Gambar 8. Aspek Aktivitas Siswapada Kelas Eksperimen Berdasarkan grafik pada Gambar 10, untuk kelas eksperimen, aktivitas siswa
pada tahapan inisiasi menurun. Penurunan aktivitas siswa dikarenakan siswa kesulitan membuat pertanyaan yang terkait dengan materi pembelajaran dan konteks
kejuruan. Hal ini sesuai dengan penilitian yang dilakukan oleh Tosun dan
10 20
30 40
50 60
70 80
90
1 2
3 4
5
Per sen
tase
Aspek Aktivitas Siswa
Pertemuan 1 Pertemuan 2
Pertemuan 3
57
Taskesenigil 2012 yang menyatakan bahwa aktivitas siswa bekerja sama dalam kelompok akan menurun apabila diberikan suatu masalah yang harus diselesaikan
. Tahapan pembentukan konsep, keaktifan siswa sama pada pertemuan pertama
dan kedua, meningkat pada pertemuan ketiga. Pada tahapan pemahaman konsep, aktivitas siswa menurun hingga pertemuan ketiga. Penurunan aktivitas siswa
dikarenakan pengetahuan siswa mengenai materi pembelajaran yang kurang sehingga kesulitan menjawab pertanyaan yang dibuat pada tahap inisiasi. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Demirdogen dan Cakmaci 2014 yang menyatakan bahwa siswa akan lebih banyak bertanya apabila pengetahuan yang dimiliki dalam suatu
proses pembelajaran kurang. Tahapan pemantapan konsep, aktivitas siswa sama pada pertemuan pertama dan
kedua, meningkat pada pertemuan ketiga. Hal ini dikarenakan pada pertemuan ketiga dilaksanakan praktikum, sehingga siswa lebih merasa tertarik dalam proses
pembelajaran. Selanjutnya, peranan bahan ajar menurun dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua, namun meningkat pada pertemuan ketiga.
Gambar 9. Aspek Aktivitas Siswa pada Kelas Kontrol
10 20
30 40
50 60
70 80
90
1 2
3 4
Per sen
tase
Aspek Aktivitas Siswa
Pertemuan 1 Pertemuan 2
Pertemuan 3
58
Untuk kelas kontrol, aktivitas siswa pada tahapan inisiasi menurun pada pertemuan pertama ke pertemuan kedua, namun meningkat pada pertemuan ketiga.
Kemudian pada tahapan pembentukan konsep, aktivitas siswa sama pada setiap pertemuan. Aktivitas siswa pada tahapan pemahaman konsep menurun pada
pertemuan pertama ke pertemuan kedua, namun meningkat pada pertemuan ketiga. pada tahapan pemantapan konsep, aktivitas siswa menurun pada pertemuan pertama
dan kedua, meningkat pada pertemuan ketiga. Secara keseluruhan, peningkatan aktivitas siswa terjadi pada pertemuan ketiga. Hal ini dikarenakan pada pertemuan
ketiga membahas mengenai materi minyak bumi secara kontekstual, sehingga siswa lebih mudah membuat pertanyaan yang terkait dengan konteks kejuruan dan
kehidupan sehari-harinya.
2. Perbedaan Minat Belajar Kimia Siswa pada Penerapan Bahan Ajar Kimia Minyak Bumi Terintegrasi Konteks Kejuruan
Berdasarkan hasil analisis uji Wilcoxon, diperoleh nilai signifikansi Sig. sebesar 0,000
0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan minat belajar kimia siswa kelas eksperimen sebelum dan sesudah proses
pembelajaran dilaksanakan. Kemudian berdasarkan hasil analisis uji Mann-Whitney, diperoleh harga signifikansi Sig. sebesar 0,000
0,05. Hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap minat belajar kimia siswa
di kelas yang menggunakan bahan ajar kimia minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan dengan kelas yang tidak menggunakan bahan ajar kimia minyak bumi
terintegrasi konteks kejuruan. Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan minat belajar kimia yang signifikan untuk siswa kelas eksperimen, yaitu penggunaan bahan
ajar kimia minyak bumi yang terintegrasi konteks kejuruan siswa disertai dengan adanya praktikum. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Salta dan
Koulogliotis 2014 yang menyatakan bahwa minat siswa sangat dipengaruhi oleh sesuatu yang berhubungan dengan konteksnya.
59
Selain itu, dengan adanya bahan ajar dan praktikum yang sesuai dengan konteks kejuruan siswa, maka dapat meningkatkan rasa senang siswa selama proses
pembelajaran. Hal ini didukung oleh data sebelumnya. Dengan meningkatnya rasa senang siswa, maka secara langsung juga dapat meningkatkan minat belajar siswa.
Faktor lain yang menyebabkan peningkatan minat belajar kimia yang signifikan adalah dengan pemberian reward baik verbal maupun nonverbal untuk siswa yang
dapat mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas pada tahapan pemantapan konsep. Dengan memberikan pujian kepada siswa akan menimbulkan suasana belajar
yang menyenangkan sehingga dapat meningkatkan minat belajar siswa. Hal ini sejalan dengan teori tentang minat yang dinyatakan oleh Slameto 2013 yang
menyatakan bahwa pemberian insentif suatu alat yang digunakan untuk membuat siswa ingin belajar kimia dapat meningkatkan minat belajar kimia siswa.
3. Perbedaan Literasi Sains Siswa pada Penerapan Bahan Ajar Kimia Minyak Bumi Terintegrasi Konteks Kejuruan
Berdasarkan hasil analisis paired sample t-test, diperoleh harga signifikansi Sig. sebesar 0,000
0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan literasi sains siswa kelas eksperimen sebelum dan sesudah proses
pembelajaran dilaksanakan. Kemudian berdasarkan hasil analisis independent sample t-test menggunakan SPSS 16, harga signifikansi sebesar0,016
0,05 yang artinya H
ditolak dan H
a
diterima. Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan terhadap literasi sains siswa yang menggunakan bahan ajar
kimia minyak bumi terintegrasi konteks kejuruan dengan kelas yang tidak menggunakan bahan ajar kimia minyak bumia terintegrasi konteks kejuruan.
Pemberian perlakuan yang berbeda pada kelas eksperimen dan kelas kontrol menyebabkan perbedaan pada hasil tes literasi sains siswa di dua kelas tersebut. Hal
ini terlihat jelas pada rerata literasi sains siswa akhir, di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, yaitu 73,89 dan 60,23. Beberapa faktor yang
60
menyebabkan perbedaan literasi sains siswa di antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, yaitu penggunaan bahan ajar terintegrasi konteks kejuruan siswa di kelas
eksperimen menyebabkan literasi sains siswa kelas eksperimen lebih luas mengenai materi minyak bumi yang diajarkan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Asliyani et al. 2014 yang menyatakan bahwa modul pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Faktor lain yang menyebabkan adanya perbedaan yang signifikan antara literasi sains siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, yaitu dilaksanakannya praktikum
yang terdapat di dalam bahan ajar terintegrasi konteks kejuruan untuk memberikan variasi proses pembelajaran. Dengan diterapkannya praktikum tentu saja dapat
membuat siswa tertarik untuk mempelajari kimia lebih lanjut. Dengan demikian, minat belajar kimia siswa juga akan meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilaksanakan oleh Kingir, Geban, dan Gunel 2012, Stephenson dan McKnight 2015, serta Ferrel dan Barbera 2015 yang menyatakan bahwa siswa yang
menggunakan metode pembelajaran yang berbeda dapat meningkatkan pencapaian akademik siswa.
4. Tanggapan Siswa Kelas Eksperimen Mengenai Bahan Ajar Kimia Minyak Bumi Terintegrasi Konteks Kejuruan
Tanggapan siswa kelas eksperimen mengenai bahan ajar kimia minyak bumi yang terintegrasi konteks kejuruan dapat diketahui melalui pemberian angket bahan
ajar. Angket ini diberikan setelah pembelajaran pada pertemuan ketiga. Angket tanggapan bahan ajar ini berisi 27 pernyataan mengenai penyajian, kelayakan isi,
kebahasaan, integrasi konteks kejuruan, keterbacaan, kebermaknaan, dan manfaat bahan ajar. Jumlah siswa kelas eksperimen yang memberi tanggapan terhadap bahan
ajar sebanyak 31 orang. Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus rerata ideal, diketahui bahwa
ketujuh aspek tanggapan terhadap bahan ajar memiliki kualitas baik. Aspek manfaat
61
bahan ajar memiliki persentase keidealan tertinggi dengan persentase keidealan sebesar 84. Manfaat bahan ajar berkaitan dengan konten kimia yang terdapat di
dalam bahan ajar. Konten kimia yang terdapat di dalam bahan memberikan dasar pengetahuan yang baik bagi siswa. Kemudian bahan ajar dapat dijadikan sumber
referensi utama dalam proses pembelajaran sehingga siswa merasa tidak membutuhkan sumber referensi lain.
Aspek integrasi konteks kejuruan memiliki tanggapan yang baik dengan persentase keidealan sebesar 83. Dengan demikian dapat diketahui bahwa bahan
ajar yang diterapkan terintegrasi dengan konteks kejuruan siswa. Narasi yang dipaparkan pada setiap awal bab sesuai dengan konteks otomotif dan materi kimia
yang akan dipelajari, serta praktikum yang terdapat dalam bahan ajar sesuai dengan konteks otomotif dan materi kimia yang dipelajari.
Pada aspek kebermaknaan bahan ajar memiliki tanggapan yang baik dengan persentase keidealan sebesar 81. Dengan demikian, peranan bahan ajar berkaitan
dengan minat siswa dalam pembelajaran kimia. Siswa merasa lebih tertantang untuk mempelajari kimia secara lebih mendalam dan lebih tertarik melihat relevansi materi
kimia dengan kejuruan teknik otomotif. Dengan demikian, bahan ajar yang terintegrasi konteks kejuruan yang diterapkan memiliki kualitas yang baik.
Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan ajar kimia minyak bumi yang terintegrasi konteks kejuruan mampu meningkatkan minat
belajar kimia dan literasi sains siswa kela XI Program Studi Teknik Otomotif SMK Negeri 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 20162017.
62