Mata pencaharian penduduk sekitar adalah para pegawai PNS, BUMN, dan swasta dari berbagai kalangan. Namun ada juga yang masih bekerja sebagai
buruhpekerja bangunan. Dengan adanya alih fungsi lahan yang dulunya rawa menjadi lahan perumahan ini diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi
masyarakat sekitar untuk bekerja di kawasan GPR tersebut. Peranan permukiman sangat penting dalam usaha menjadikan penduduk sebagai unsur utama dalam
pembangunan dan memungkinkan lingkungan hidup menunjang proses pembangunan secara berkelanjutan Budiharjo, 1992.
5.5 Analisis Masterplan
5.5.1 Dampak Perubahan Penggunaan Lahan
Setelah memahami analisis dari kondisi eksisting tapak, tahap berikutnya adalah meninjau ulang dampak yang akan ditimbulkan dari adanya perubahan
penggunaan lahan di kawasan ini. Karakter tapak asli yang merupakan lahan rawa memiliki potensi yang besar apabila dikelola dengan baik dan benar. Menurut
Haryono 2012, lahan rawa juga dapat mengurangi pemanasan global sebagai dampak dari perubahan iklim. Namun problem utama yang sering terjadi adalah
alih fungsi lahan menjadi kawasan permukiman baru. Rawa mempunyai karakteristik yang khas, dimana dampak yang terjadi
akibat kegiatan manusia atau perubahan alam dapat menyebabkan perubahan lingkungan yang tidak bisa dikembalikan kepada kondisi awalnya irreversible
impact. Alih fungsi lahan rawa, misalnya untuk pembangunan seperti perumahan, perkantoran, dan lainnya dengan menggunakan metode pengurugan atau
penimbunan lahan rawa dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif. Dampak dampak tersebut antara lain adalah kurangnya daerah resapan air yang kemudian
dapat menyebabkan bencana banjir http:www.scribd.com. Menurut Karyono 2010, lokasi-lokasi yang rentan banjir akibat sungai
atau hujan merupakan lokasi yang perlu dihindarkan, kecuali dalam perancangan dipersiapkan usaha-usaha penanggulangan secara teknis. Misalnya untuk banjir, di
dalam kawasan GPR ini perlu dibangun danau-danau buatan untuk mengalihkan banjir, dibangun struktur penguat tanah untuk mengantisipasi tanah longsor,
penggunaan material yang dapat menyerap air hujan seperti conblock, grassblock
dan sebagainya. Apalagi daerah Jakarta Selatan merupakan daerah dengan potensi resapan air tanah tinggi sehingga alternatif dalam mengatasi banjir tersebut dapat
diterapkan.
5.5.2 Aplikasi Rancangan dengan Konsep Hijau
Konsep hijau dalam arsitektur hijau adalah arsitektur yang minim mengonsumsi sumber daya alam, termasuk energi, air dan material serta minim
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan Karyono, 2010. Arsitektur hijau merupakan langkah untuk merealisasikan kehidupan manusia yang berkelanjutan.
Penerapan arsitektur hijau akan memberi peluang besar terhadap kehidupan manusia secara berkelanjutan. Konsep hijau ini juga erat sekali kaitannya dengan
penghematan energi. Penghematan energi melalui rancangan arsitektur mengarah pada
penghematan penggunaan listrik, baik bagi pendingin udara, penerangan buatan dan penerangan listrik lain dalam bangunan. Bagaimana bangunan dirancang
sedemikian rupa agar ruangan cukup terang tanpa banyak menggunakan lampu dan agar udara dalam ruangan tetap sejuk tanpa AC.
Dalam konsep hijau, penggunaan energi dalam bentuk apa pun perlu diminimalkan. Aktivitas pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain
diusahakan tidak mengonsumsi energi apalagi untuk jarak yang tidak terlalu jauh. Untuk itu diperlukan jalur pejalan kaki yang memadai. Pada kawasan GPR ini
tidak diterapkan jalur pedestrian bagi pengguna tapak. Hal ini dapat meningkatkan konsumsi energi untuk pergerakan manusia yang secara otomatis meningkatkan
emisi karbondioksida CO
2
ke udara melalui penggunaan kendaraan bermotor dan tidak sesuai dengan prinsip dasar arsitektur hijau.
Rancangan dan tata letak masa bangunan di kawasan permukiman sangat mempengaruhi penggunaan energi kawasan secara menyeluruh. Orientasi
bangunan, arah hadapan bangunan, mempengaruhi tingkat kenyamanan fisik serta konsumsi energi Karyono, 2010. Prinsip utama dalam menurunkan suhu panas
di dalam rumah adalah mengurangi perolehan panas radiasi matahari yang jatuh mengenai bangunan. Prinsip ini diterapkan pada kawasan GPR dengan dengan
penggunaan pohon besar di sekitar rumah yang dapat menimbulkan efek bayangan sehingga terasa nyaman.
Selain itu salah satu aplikasi rancangan arsitektur hijau yang mengusung tema hemat energi diterapkan pada pemilihan warna dan tekstur dinding luar
bangunan. Dinding luar pada daerah yang terkena sinar matahari lebih banyak menggunakan warna yang lebih cerah. Hal ini agar panas matahari dapat
dipantulkan kembali sehingga kenyamanan saat berada di dalam rumah bisa tercapai. Untuk tekstur dinding luar dibuat secara halus, karena penyerapan panas
bangunan dirasa lebih tinggi pada dinding dengan tekstur kasar Karyono, 2010. Penggunaan material lokal lebih disarankan agar energi yang digunakan untuk
pengangkutan rendah mudah diperoleh. Material terbarukan seperti halnya kayu, bambu sesungguhnya merupakan pilihan yang baik jika ditinjau dari sisi
keberlanjutan karena dapat ditanam kembali. Konsep 3R Renewable, Reuse, Recycle sangat tepat digunakan pada material bangunan yang ada pada kawasan
GPR karena dengan begitu konsep hijau yang ingin diciptakan dapat tercapai. Secara keseluruhan kawasan GPR ini belum menerapkan konsep hijau pada
desain rancangan bangunannya. Mengingat konsep hijau ini sangat penting bagi perubahan lingkungan yang lebih baik, oleh karena itu, pembangunan kawasan ini
dapat diimbangi dengan membuat desain lanskap yang dapat mendukung arsitektur hijau.
5.6 Tahap Konsep Desain