20
5. Sastra dan Propaganda
Dalam hubungannya dengan pandangan bahwa seni adalah propaganda, perlu dijelaskan batasan propaganda itu. Dalam bahasa populer, propaganda dikaitkan dengan
doktrin yang berbahaya, yang disebarkan oleh orang yang tidak dapat dipercaya. Dalam propaganda tersirat unsur-unsur perhitungan, maksud tertentu, dan biasanya diterapkan
dalam doktrin atau program tertentu pula. Dengan demikian sejumlah seni dapat digolongkan sebagai propaganda. Sedang seni yang baik, seni yang hebat bukanlah
propaganda. Bila istilah propaganda diperluas hingga menc akup “segala macam usaha yang
dilakukan dengan sadar atau tidak untuk mempengaruhi pembaca agar menerima sikap hidup tertentu”, maka semua seniman melakukan propaganda. Bahkan, seniman yang
bertanggung jawab wajib secara moral melakukan propaganda. Menurut Montgomery Belgion seorang sastrawan adalah pelaku propaganda yang tak bertanggung jawab
irresponsible propagandist. Menurut Eliot, kadar tanggung jawab dinilai dari maksud pengarang dan dampak sejarah. Menurut Wellek Warren pandangan hidup yang
diartikulasikan pengarang yang bertanggung jawab tidak sesederhana karya propaganda populer. Pandangan hidup yang kompleks dalam karya sastra tidak bisa mendorong orang
melakukan tindakan yang naif dan sembrono dengan sugesti hipnotis.
6. Sastra dan Fungsi Katarsis
Chatarsis katarsis merupakan istilah bahasa Yunani yang dipakai oleh Aristoteles dalam bukunya The Poetics dengan makna yang hingga saat ini masih diperdebatkan.
Namun yang jelas masalah yang timbul dari penggunaan istilah itu ialah adanya fungsi sastra yang menurut sejumlah teoritikus, untuk membebaskan pembaca dan penulisnya dari
tekanan emosi. Bagi penulis, mengekspresikan emosi berarti melepaskan diri dari emosi itu. Bagi pembaca, emosi mereka sudah diberi fokus dalam karya sastra, dan lepas terbebas
pada akhir pengalaman estetis mereka sehingga mereka mendapatkan “ketenangan pikiran”. Berbeda dengan hal tersebut, menurut Plato, drama tragedi dan drama komedi justru
memupuk dan menyuburkan emosi yang seharusnya di matikan.
7. Fungsi Sastra di Indonesia
Dari uraian yang bersifat umum di atas, kiranya perlu juga dicantumkan di sini fungsi sastra menurut pengamat sastra di Indonesia. Menurut Atar Semi 1988 ada tiga tugas dan
fungsi sastra, yakni sebagai berikut.
Pertama, sebagai alat penting pemikir-pemikir untuk menggerakkan pembaca kepada kenyataan dan menolongnya mengambil suatu keputusan bila ia mendapat masalah.
Pengarang bertugas mengikuti dan memikirkan tentang budaya dan nilai-nilai bangsanya pada masa ia hidup untuk kemudian dicurahkan ke dalam karya sastra yang baik. Salah satu
ukuran sastra yang baik ialah sastra yang dapat menggambarkan kebudayaan masyarakat pemiliknya pada jamannya. Karya sastra memberikan kearifan alternatif untuk menolong
mengatasi masalah kehidupan. Pada jaman globalisasi ini interaksi kebudayaan antar bangsa terjadi secara intensif sehingga budaya yang tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa pun akan mempengaruhi, menggeser, bahkan menggantikan kebudayaan bangsa yang ada sebelumnya. Di sinilah diharapkan peran sastra dapat menangkal pengaruh-
pengaruh negatif tersebut. Kedua, sastra berfungsi sebagai alat untuk meneruskan tradisi suatu bangsa, baik
kepada masyarakat sejaman maupun generasi mendatang. Dengan kata lain sebagai alat penerus tradisi dari generasi ke generasi berikutnya, baik berupa cara berpikir, kepercayaan,
kebiasaan, pengalaman sejarah, rasa keindahan, bahasa, serta bentuk-bentuk kebudayaannya.
Ketiga, menjadikan dirinya sebagai suatu tempat dimana nilai kemanusiaan diberi perhatian dihargai sewajarnya, dipertahankan dan disebarluaskan, terutama ditengah-
tengah kehidupan modern yang ditandai dengan majunya sains dan teknologi dengan pesat. Dengan demikian fungsi sastra, dalam hal ini seperti pembicaraan-pembicaraan di atasnya,
tidak dapat digeneralisasikan begitu saja dan memerlukan penjelasan-penjelasan yang lebih berterima dengan mempertimbangkan kondisi kontekstualnya. Dalam hal ini, sebagai
21
perenungan lebih lanjut dapat dibaca lebih jauh tentang perdebatan sastra kontekstual Heryanto, 1985.
H. Sastra Ketoprak dan Ssatra Wayang