19
keuntungan. Sedang manfaatnya keseriusan yang bersifat didaktis, adalah keseriusan yang menyenangkan, keseriusan estetis, keseriusan persepsi.
2. Fungsi Khusus Sastra
Apakah sastra memiliki manfaat yang berbeda dengan sejarah, filsafat, musik atau bidang-bidang lainnya? Aristoteles pernah mengemukakan diktumnya yang terkenal, bahwa
puisi lebih filosofis dari sejarah, karena sejarah berkaitan dengan hal-hal yang telah terjadi, sedang puisi berkaitan dengan hal-hal yang bisa terjadi, yakni hal-hal yang umum dan yang
mungkin. Pada jaman neoklasik, Samuel Johnson masih menganggap puisi menyampaikan hal-hal yang umum grandeur of generality, sedang para teoritikus abad ke-20 telah
menekankan sifat khusus puisi. Teori sastra dan apologetics pembelaan terhadap sastra juga menekankan sifat tipikal sastra. Sastra dapat dianggap lebih umum dari sejarah dan
biografi, tetapi lebih khusus dari psikologi dan sosiologi. Namun tingkat keumuman dan kekususannya berbeda-beda tiap sastra dan tiap periode.
3. Sastra dan Psikologi
Salah satu nilai fungsi kognitif drama dan novel adalah segi psikologisnya. Menurut Wellek Warren pernyataan yang sering terdengar adalah bahwa novelis dapat
mengajarkan lebih banyak tentang sifat-sifat manusia daripada psikolog. Karen Horney menunjuk pada Dostoyevsky, Shakespeare, Ibsen, dan Balzac sebagai sumber studi
psikologi. E.M. Forster menyatakan bahwa novel sangat berjasa mengungkapkan kehidupan batin tokoh-tokohnya.
4. Sastra dan Kebenaran
Dalam hubungannya dengan kebenaran, Max Eastman menyangkal bahwa pada abad ilmu pengetahuan, “pikiran sastra” dapat mengungkapkan kebenaran. Bagi Eastman,
“pikiran sastra” adalah pikiran amatir tanpa keahlian tertentu khusus dan warisan jaman pra-
ilmu pengetahuan yang memanfaatkan sarana verbal untuk menciptakan “kebenaran”. Menurut pendapatnya, kebenaran dalam karya sastra sama dengan kebenaran di luar karya
sastra, yakni pengetahuan sistematik yang dapat dibuktikan. Menurut Eastman, tugas penyair bukan menemukan dan menyampaikan pengetahuan. Fungsi utamanya adalah
membuat orang melihat apa yang sehari-hari sudah ada di depannya, dan membayangkan apa yang secara konseptual dan nyata sebenarnya sudah diketahuinya.
Menurut Wellek Warren kontroversi antara ada dan tidaknya kebenaran dalam sastra bersifat semantik antara “pengetahuan”, “kebenaran”, “kognisi”, dan “kebijaksanaan”.
Kalau kebenaran diartikan sebagai konsep dan proposisi, maka seni, termasuk seni sastra, bukan bentuk kebenaran. Apalagi jika batasan positif reduktif diterapkan, yakni bahwa
kebenaran dibatasi pada apa yang dapat dibuktikan secara metodis oleh siapa saja. Namun secara umum, ahli-
ahli estetika tidak menolak bahwa “kebenaran” merupakan kriteria atau ciri khas seni. Hal ini dikarenakan: 1 kebenaran adalah kehormatan sehingga memberi
penghormatan pada seni; 2 bila seni itu tidak “benar” berarti seni itu “bohong” seperti tuduhan Plato. Menurut Wellek Warren sastra rekaan adalah
fiksi sebuah “tiruan kehidupan” yang artistik dan verbal. Lawan kata fiksi bukanlah “kebenaran” melainkan “fakta”
atau “keberadaan waktu dan ruang”. Dalam sastra hal-hal yang mungkin terjadi lebih berterima daripada “fakta”.
Ada dua tipe dasar pengetahuan yang menggunakan sistem bahasa yang terdiri atas tanda-tanda: 1 ilmu pengetahuan yang memakai cara diskursif, yakni membuat uraian
panjang 2 seni yang memakai cara presentasional, yakni langsung memberi wujud atau contoh. Sistem pertama dipakai oleh para pemikir dan filsuf. Yang kedua meliputi mitos
keagamaan dan puisi sastra. Susanne K. Langer melihat sastra dalam beberapa hal, merupakan campuran arti bentuk diskursif dan presentasional. Dalam hal ini Archibald
MacLeish dalam bukunya Ars Poetica menjabarkan sifat indah sastra dan filsafat, bahwa puisi sama seriusnya dan sama pentingnya dengan filsafat ilmu pengetahuan,
kebijaksanaan dan memiliki persamaan dengan kebenaran; jadi mirip kebenaran.
20
5. Sastra dan Propaganda