4.1.2.5 Persentase Pembelajaran Tatap Muka dan Online
Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan pembelajaran pada mata pelajaran KKPI kelas XI selama 4 pertemuan diperoleh bahwa pembelajaran
secara tatap muka mencapai 56, 57 dan pembelajaran online mencapai 43,33. Persentase ini didapat berdasarkan jumlah kegiatan pembelajaran secara tatap
muka dan online dibandingkan dengan jumlah total kegiatan pembelajaran. Persentase kegiatan pembelajaran tatap muka dan online di atas telah
sesuai dengan teori dari Allen, dkk 2007: 5 tentang proportion of content delivered online yang menyatakan bahwa pembelajaran dikatakan tipe kelas
blendedhybrid berada pada rentang 30 hingga 79 yang didalamnya terdapat kombinasi pembelajaran online dan tatap muka. Dengan demikian, persentase
pembelajaran yang dilaksanakan pada mata pelajaran KKPI kelas XI di SMK Negeri 2 Purwodadi telah sesuai dengan proporsi model blended learning, dimana
sebagian pembelajaran dilakukan secara online dan sebagian dilakukan dengan tatap muka.
4.1.2.6 Bukti Pengamatan Pembelajaran dengan Model Blended Learning
dan Model Konvensional
Berdasarkan hasil bukti pengamatan kegiatan pembelajaran dengan model blended learning dan model konvensional selama masing-masing 4
pertemuan, diperoleh perbandingan antara kedua pembelajaran tersebut. Pada pelaksanaan pembelajaran dengan model blended learning tampak bahwa suasana
pembelajaran lebih kondusif dimana siswa antusias, disiplin, dan termotivasi
selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada saat pemberian pretest dan posttest, siswa terlihat disiplin dalam mengerjakan soal. Demikian pula, siswa
memperhatikan dan merespon dengan baik saat pengisian angket mengenai keefektifan pembelajaran.
Pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan model blended learning, siswa sangat memperhatikan penyampaian materi oleh guru baik secara
online maupun tatap muka. Penyampaian materi yang dilakukan secara online lebih mengarah pada teori dimana siswa dapat melakukan investigasi secara
mandiri maupun kelompok dengan optimal. Sedangkan penyampaian materi tatap muka lebih diarahkan pada pengalaman belajar psikomotorik. Selama
pembelajaran, siswa juga melakukan uji coba praktik mandiri maupun kelompok sesuai tugas dan instruksi dari guru. Hal ini memicu kegiatan pengkonstruksian
ide-ide yang membangun dari siswa sehingga meningkatkan penguasaan kompetensi teori dan praktik.
Pada kegiatan praktik ini, peran guru adalah mengawasi dan memberikan penjelasan saat siswa bertanya dan mengalami kesulitan. Adapun penyampaian
materi secara online dan tatap muka agar semua materi dapat tersampaikan secara tuntas meskipun cakupannya luas. Setelah kegiatan praktik selesai, berlanjut pada
presentasi. Saat pelaksanaan presentasi, siswa lain sangat memperhatikan dan tampak antusias serta termotivasi dengan siswa yang sedang presentasi. Ada pula
siswa yang bertanya dan memberikan pertanyaan pada siswa yang sedang presentasi. Dalam hal ini, guru memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksikan ide-
idenya sendiri. Hal ini menunjukkan siswa memiliki keaktifan dan motivasi belajar yang tinggi.
Sedangkan pada kegiatan pembelajaran konvensional, siswa terlihat kurang konsentrasi selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Ada sebagian siswa
yang lebih sibuk sendiri dan kurang memperhatikan penyampaian materi oleh guru. Di samping itu, ada sebagian siswa yang kurang bersemangat dan kurang
termotivasi saat mengerjakan pretest maupun posttest selama kegiatan pembelajaran.
Pada pelaksanaan kegiatan praktik pembelajaran konvensional, ada pula siswa yang belum dapat melaksanakan pembelajaran secara mandiri dan masih
mengalami kesulitan. Hal ini terlihat dari keaktifan siswa saat melakukan praktik pembelajaran dimana ada siswa yang lebih memperhatikan siswa lainnya daripada
praktik secara mandiri. Adapun saat pelaksanaan presentasi pada pembelajaran konvensional,
siswa lain kurang memperhatikan siswa yang sedang presentasi. Dimana siswa lain tidak bertanya dan tidak menanggapi penyampaian presentasi yang oleh siswa
yang sedang presentasi. Hal ini menggambarkan bahwa para siswa kurang antusias, kurang aktif, dan kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran.
Berdasarkan pembahasan perbandingan kedua pembelajaran di atas, menunjukkan
bahwa pembelajaran
dengan model
konvensional telah
dilaksanakan dengan cukup baik namun perlu peningkatan konsentrasi, keaktifan, dan motivasi siswa dalam belajar. Sedangkan pembelajaran dengan model
blended learning telah dilaksanakan dengan baik dan perlu perningkatan
investigasi mandiri dan kelompok agar siswa lebih aktif dalam pengkonstruksian ide yang membangun kompetensi siswa. Dari hasil tersebut, pembelajaran dengan
model blended learning terbukti dapat menawarkan satu level lebih tinggi daripada pengalaman pada pembelajaran tatap muka sebagaimana teori dari
Dziuban, Hartman, dan Moskal 2004: 3 .
Senada dengan teori Dziuban, Hartman, dan Moskal 2004: 3, membuktikan bahwa pembelajaran dengan model blended learning mampu
membangun rasa kebersamaan di antara peserta didik melalui diskusi, tanya- jawab, perdebatan kritis, dan berpartisipasi dalam berkomunikasi saat
pembelajaran sebagaimana sesuai dengan teori Garrisson Kanuka 2004: 97. Hal ini terlihat dari kegiatan presentasi yang melibatkan sejumlah siswa ikut aktif
dalam bertanya dan menanggapi pertanyaan dari siswa yang sedang presentasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model
blended learning dapat digunakan sebagai suplemen kegiatan pembelajaran tatap muka dilihat dari adanya akses belajar mandiri secara online yang melengkapi
kegiatan pembelajaran tatap muka, pengemasan materi yang dapat mencapai cakupan yang luas dengan kompetensi teori maupun praktik, dan adanya
kombinasi pembelajaran tatap muka dan online yang tersistematis sehingga mampu membangun pengkonstruksian ide-ide siswa.
4.2.3 Pembahasan Keefektifan Model Pembelajaran Blended Learning
4.2.3.1. Hasil Belajar
Pembelajaran dengan model blended learning berhasil dilaksanakan dengan baik dilihat dari hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen yang
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM, dengan nilai lebih dari 75. Hal ini sesuai dengan teori Nana Sudjana 2009: 37 yang menyatakan bahwa proses
pengajaran yang optimal memungkinkan hasil belajar yang optimal pula. Oleh karena itu, pembelajaran dengan model blended learning mampu menciptakan
kondisi pembelajaran yang kondusif sehingga mampu memberikan hasil pembelajaran yang optimal.
Adapun berdasarkan hasil belajar siswa pada Ulangan Harian 1 dan Ulangan Harian 2 sebagaimana tertera pada tabel 4.25 halaman 153,
menunjukkan bahwa ada perbedaan antara hasil belajar kelompok yang menggunakan model blended learning dengan kelompok yang tidak
menggunakan model blended learning dalam pembelajaran KKPI. Hal ini dilihat dari nilai
. Dimana pada posttest UH 1 sebesar
2,228
dan posttest UH 2 sebesar
4,541
serta . sebesar 1,47.
Sedangkan dari nilai rata-rata kelompok eksperimen pada posttest UH 1 sebesar 82,63 dan 85,13 pada posttest UH 2. Sementara itu, pada kelompok
kontrol mendapat rata-rata pada posttest UH 1 sebesar 79,87 dan 78,95 pada posttest UH 2. Dari hasil perbedaan nilai rata-rata kelompok yang menggunakan
model blended learning dan kelompok yang tidak menggunakan model blended learning, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model blended learning