Tutuplah tujuh lubang yaitu, 2 mata, 2 telinga, 2 hidung dan 1 pusar dengan bulatan kapas

ْﻦَﻋ َةَﺪْﯾَﺮُﺑ َلﺎَﻗ : َلﺎَﻗ ُلْﻮُﺳَر ِﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ُﷲا ِﮫْﯿَﻠَﻋ َﻢﱠﻠَﺳَو : ُﺖْﻨُﻛ ْﻢُﻜُﺘْﯿَﮭَﻧ ْﻦَﻋ ِةَرﺎَﯾَز ِرْﻮُﺒُﻘْﻟا ُﺰُﻓ ْو ﺎَھْوُر هاور ﻢﻠﺴﻣ . َداَزَو ىِﺬُﻣْﺮﱠﺘﻟا َﺎَﮭﱠﻧِﺈَﻓ ﱡﺮِﻛَﺬُﺗ َةَﺮِﺧﻵْا هاور ﻢﻠﺴﻣ َو ىِﺬُﻣْﺮﱠﺘﻟا Artinya : “Dari Buraidah berkata : Rasulullah Saw telah bersabda : Aku pernah melarang kamu dari ziarah kubur, maka sekarang ziarahlah HR. Muslim. Dan Turmudzi menambahkan : Sesngguhnya ziarah kubur ini dapat mengingatkan kepada akhirat “ HR. Muslim da Turmudzi Dengan demikian, pada hari lebaran hampir semua anggota keluarga digiring untuk melakukan ziarah kubur ke leluhur. Anak kecil, ibu bapak, dan paman bibi atau siapapun yang merupakan anggota keluarga besar mereka menyempatkan diri untuk melakukan ziarah kubur. Bila diperhatikan dengan seksama, kegiatan ziarah kubur ini menunjukkan beberapa perilaku agama dan perilaku kebudayaan yang unik pada masyarakat muslim modern. a. Praktek ziarah kubur dilakukan sesuai dengan pemahaman dan kesadaran agamanya masing-masing. Bagi mereka yang merasa yakin tentang tahlilan, tidak jarang mereka lakukan yasinan bersama di samping kanan kiri makam leluhurnya. Perilaku seperti ini, sudah tentu sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh kaum muslimin yang tidak mengakui adanya tahlilan atau yasinan di lokasi makam. Bagi kelompok tertentu, asal tidak meminta-minta sesuatu kepada makam, maka kegiatan berdoa di makam adalah sesuatu hal yang tidak dilarang. b. Nilai sosial kedua yang tidak kalah pentingnya lagi yaitu ziarah kubur tahunan sebagaimana yang dilaksanakan di hari idul fitri menjadi magnet besar dalam mengumpulkan sanak saudara. Pada waktu itulah, keturunan dari orang yang meninggal misalnya nenek berkumpul untuk menyambangi makan leluhur dengan berbagai do’a dan bunga. Fenomena ini menegaskan bahwa ziarah kubur secara sosiologis memiliki potensi yang besar untuk membangun silaturahmi dan reuni antar anggota keluarga. Tradisi mudik yang menggejala di masyarakat Indonesia, dalam kaitan dengan masalah ini merupakan sarana masyarakat untuk melakukan ziarah ke makam leluhurnya. Mereka merelakan harus mengeluarkan biaya besar dan berdesak-desakan di jalan, sepanjang dapat merayakan lebaran di kampung halaman dan bisa berziarah ke makam leluhur. Oleh karena itu, ziarah kubur pun ternyata berpeluang untuk dijadikan shilaturahmi akbar antar aggota masyarakat secara lebih luas. Tanpa diduga, sanak saudara dari seorang tetua desa akan bertemu