AFTA dan non AFTA, penurunan harga eceran pupuk urea sebesar 10 persen, dan peningkatan harga jagung di tingkat petani sebesar 10 persen S10 akan memiliki
dampak terhadap peningkatan penawaran jagung, sedangkan penghapusan tarif impor jagung Indonesia dari negara AFTA S1, tarif impor jagung Indonesia dari
negara AFTA sebesar 5 persen S2, dan peningkatan konsumsi jagung Jepang sebesar 20 persen S8 akan memiliki dampak terhadap penurunan penawaran
jagung Indonesia. Dilihat dari sisi permintaan penghapusan tarif impor jagung Indonesia dari
negara AFTA S1, tarif impor jagung Indonesia dari negara AFTA sebesar 5 persen S2, penghapusan tarif impor jagung Indonesia dari negara non AFTA
S3, tarif impor jagung Indonesia dari negara non AFTA sebesar 5 persen S4, penurunan harga eceran pupuk urea sebesar 10 persen S5, peningkatan harga
jagung di tingkat petani sebesar 10 persen S6, peningkatan produksi jagung Amerika Serikat sebesar 24 persen S7, kombinasi penghapusan tarif impor
jagung Indonesia dari negara AFTA dan non AFTA, penurunan harga eceran pupuk urea sebesar 10 persen, dan peningkatan harga jagung di tingkat petani
sebesar 10 persen S9, dan kombinasi peningkatan konsumsi jagung Jepang sebesar 20 persen, penghapusan tarif impor jagung Indonesia dari negara AFTA
dan non AFTA, penurunan harga eceran pupuk urea sebesar 10 persen, dan peningkatan harga jagung di tingkat petani sebesar 10 persen S10 akan memiliki
dampak terhadap peningkatan permintaan jagung, sedangkan peningkatan konsumsi jagung Jepang sebesar 20 persen S8 akan memiliki dampak terhadap
penurunan permintaan jagung Indonesia. Secara keseluruhan kombinasi penghapusan tarif impor jagung Indonesia
dari negara AFTA dan non AFTA, penurunan harga eceran pupuk urea sebesar 10 persen, dan peningkatan harga jagung di tingkat petani sebesar 10 persen S9
akan memiliki dampak terbesar terhadap peningkatan penawaran dan permintaan jagung di Indonesia, sedangkan peningkatan konsumsi jagung Jepang sebesar 20
persen S4 akan memiliki dampak terbesar terhadap penurunan penawaran dan permintaan jagung Indonesia.
VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP KESEJAHTERAAN
PRODUSEN DAN KONSUMEN JAGUNG
Dampak perubahan faktor internal dan eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen jagung di Indonesia dianalisis berdasarkan analisis
historis tahun 2003 sampai 2010. Konsumen jagung Indonesia yang dianalisis kesejahteraannya dikelompokan menjadi dua yaitu: 1 konsumen jagung
konsumsi langsung konsumen rumahtangga dan 2 konsumen jagung industri pakan kosumen industri. Kesejahteraan konsumen jagung dianalisis berdasarkan
surplus konsumen jagung, sedangkan kesejahteraan produsen jagung dianalisis berdasakan surplus produsen jagung.
8.1. Faktor Internal
Skenario simulasi perubahan faktor internal terdiri dari tarif impor jagung, harga eceran pupuk urea, dan harga jagung di tingkat petani. Berikut diuraikan
dampak masing-masing skenario simulasi terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen jagung.
8.1.1. Tarif Impor Jagung
Penghapusan tarif impor jagung Indonesia dari negara AFTA S1 akan menyebabkan penurunan kesejahteraan produsen dan peningkatan kesejahteraan
konsumen baik konsumen rumahtangga maupun konsumen industri. Dampak perubahan tarif impor jagung terhadap kesejahteraan prodsen dan konsumen
jagung di Indonesia disajikan pada Tabel 36. Penurunan kesejahteraan produsen dilihat dari penurunan surplus produsen
yaitu Rp 19.76 Milyar. Hal ini dikarenakan penghapusan tarif impor jagung akan menyebabkan penurunan harga riil jagung di tingkat petani sebesar 0.09 persen
sehingga produksi jagung akan menurun sebesar 0.12 persen. Dilihat dari sisi konsumen, peningkatan surplus konsumen yaitu Rp 214.50 Milyar disebabkan
oleh peningkatan surplus konsumen rumahtangga akibat penurunan harga riil jagung eceran sebesar 0.72 persen dan peningkatan surplus konsumen industri
akibat penurunan harga riil jagung pedagang besar sebesar 0.64 persen.
Penghapusan tarif impor akan menyebabkan penurunan penerimaan pemerintah yang didapatkan dari tarif impor yaitu Rp 49.40 Milyar. S1 akan
meningkatkan kesejahteraan net surplus karena penurunan surplus produsen dan penerimaan pemerintah masih dapat tertutupi oleh peningkatan surplus konsumen.
Tabel 36. Dampak Perubahan Tarif Impor Jagung terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Jagung di Indonesia Tahun 2003-2010
Rp Milyar
No. Perubahan Komponen
Kesejahteraan Simulasi
S1 S2
S3 S4
1. Surplus Produsen -19.76
-2.64 -13.17
-2.64 2. Surplus Konsumen
214.50 57.15
100.04 23.15
a. Konsumen Rumahtangga 206.44
56.21 94.98
22.29 b. Konsumen Industri Pakan
8.06 0.94
5.06 0.86
3. Penerimaan Pemerintah dari
tarif impor: -49.40
-0.02 -230.98
-1.13 a. Thailand
-43.66 -0.01
-0.14 -0.05
b. Myanmar -4.96
0.08 -0.01
0.00 c. Sisa ASEAN
-0.81 -0.08
0.00 0.00
d. China 0.00
0.00 -146.50
-3.00 e. Amerika Serikat
0.03 0.00
-35.21 -0.75
f. Sisa Non ASEAN 0.00
-0.01 -49.12
2.67
4. Kesejahteraan Pelaku Pasar Net Surplus
145.35 54.50
-144.11 19.38
Keterangan: S1 = Penghapusan tarif impor jagung Indonesia dari negara AFTA
S2 = Tarif impor jagung Indonesia dari negara AFTA sebesar 5 persen S3 = Penghapusan tarif impor jagung Indonesia dari negara non AFTA
S4 = Tarif impor jagung Indonesia dari negara non AFTA sebesar 5 persen
Tarif impor jagung Indonesia dari negara AFTA sebesar 5 persen S2 akan menyebabkan penurunan kesejahteraan produsen dan peningkatan
kesejahteraan konsumen. Penurunan surplus produsen yaitu Rp 2.64 Milyar, sedangkan peningkatan surplus konsumen pada konsumen rumahtangga yaitu Rp
56.21 Milyar dan Rp 0.94 Milyar pada konsumen industri pakan. Peningkatan surplus konsumen rumahtangga disebabkan oleh penurunan harga jagung eceran
sebesar 0.20 persen sehingga permintaan jagung konsumsi langsung meningkat, sedangkan peningkatan surplus konsumen industri pakan disebabkan oleh
penurunan harga jagung pedagang besar sebesar 0.08 persen sehingga permintaan jagung industri pakan akan meningkat sebesar 0.03 persen. S2 akan menurunkan
penerimaan pemerintah dari tarif impor sebesar Rp 0.02 Milyar. S2 akan meningkatkan kesejahteraan net surplus karena penurunan surplus produsen dan
penerimaan pemerintah masih dapat tertutupi oleh peningkatan surplus konsumen.