28
Tabel 6. Kandungan Zat Gizi Beras pandanwangi per 100 gram
No Parameter
Satuan Hasil
1. Kadar
Protein 8,97
2. Kadar
Lemak 0,32
3. Kadar
Gula Pereduksi 63,39
4. Fe
Ppm 4,65
5. Cu
Ppm 6,42
6. Kalori
kgg 14,81
Sumber : Institut Pertanian Bogor IPB 2001 Selain pandanwangi, petani di Kabupaten Cianjur juga menanam padi
varietas IR 64, Cisadane, Way seputih, Way Apo Buru, Cibodas, Cilamaya Muncul, Widas, Ciherang, Aromatik, Towuti, Tambleg, Cere, Hawara, Cingkrik,
Boneng dan BTN. Jenis padi non lokal yang banyak ditanam oleh petani adalah IR 64. Pemerintah mengenalkan jenis padi non lokal pertama kali melalui
Program Varietas Unggul Tahan Wereng VUTW. Berbeda dengan padi pandanwangi, penanaman padi IR 64 menyebar diseluruh daerah Kabupaten
Cianjur. Hal itu terlihat dari realisasi penyebaran padi ini pada masa tanam periode September 2001 sampai dengan Februari 2002 yang mencapai 29,828 Ha.
Perkiraan hasil potensial padi varietas ini mencapai 5-7 Ton per Ha dalam satu kali panen.
2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian Satria 1995, yang bertujuan menelaah masalah perberasan pasca swasembada di Indonesia, perkembangan konsep dan pemikiran tentang
kebijakan perberasan, dampak berbagai kebijakan perberasan terhadap kesejahteraan petani serta masalah perberasan di Indonesia dalam menghadapi
pasar global. Berdasarkan penelitian tersebut, dalam tataniaga beras terdapat berbagai lembaga tataniaga, seperti; pedagang, penggiling, KUD dan Dolog.
29
Shaffreddie 1998 mengkaji perkembangan produksi di Indonesia dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya; mengkaji perkembangan
konsumsi beras di Indonesia untuk keperluar konsumsi rumah tangga, non rumah tangga dan kegiatan ekspor-impor, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhinya; mengkaji pola tataniaga beras di Indonesia dan lembaga tataniaga yang terlibat di dalamnya; serta mengkaji peranan BULOG dalam
pengadaan, penyaluran, dan penyediaan cadangan beras nasional. Wijaya 2002 dengan tujuan penelitiannya untuk mengetahui keragaan
usahatani padi input rendah di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, membandingkan pendapatan dan kelayakan usahatani padi input rendah terhadap
usahatani padi input tinggi atau konvensional; dan mengetahui level efisien penggunaan faktor produksi pada usahatani padi input rendah.
Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pendapatan kotor dan pendapatan bersih usahatani petani input rendah pemilik lebih besar dibandingkan dengan
petani input rendah penggarap. Begitu pula pendapatan kotor dan pendapatan bersih petani konvensional pemilik lebih tinggi dibanding petani konvensional
penggarap. Wijaya menyatakan bahwa usahatani padi input rendah berada pada daerah
produksi yang rasional, namun penggunan faktor produksinya belum mencapai level efisien. Hal ini dilihat dari rasio VMPx per Px masing-masing faktor
produksi yang lebih besar atau lebih kecil dari satu. Andrida 1993 mengunakan Index of Market Connection IMC sebagai
alat analisis untuk melihat tingkat keterpaduan pasar antara pasar-pasar lokal di DKI Jakarta dengan Pasar Induk Beras Cipinang PIBC. Berdasarkan penelitian
30
tersebut diperoleh bahwa keterpaduan pasar dalam jangka pendek antara PIBC dengan pasar-pasar di wilayah DKI Jakarta untuk jenis IR dan Cisadane maupun
gabungan keduanya terlihat sangat rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa pembentukan harga di pasar-pasar lokal hampir seluruhnya ditentukan oleh
kondisi pasar itu sendiri, sehingga informasi harga yang ditentukan di pasar referensinya kurang berpengaruh.
Penelitian Komara pada tahun 2000, yang bertujuan untuk mengetahui saluran tataniaga yang terdapat dalam tataniaga komoditas beras di Kabupaten
Karawang, serta lembaga-lembaga apa saja yang terlibat di dalamnya, menganalisis marjin tataniaga diantara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat
dalam tataniaga beras serta fungsi-fungsi yang dilakukan oleh Bulog atau Sub Dolog dan Non Bulog dilihat dari marjin tataniaga serta indeks keterpaduan
pasarnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa saluran tataniaga beras memiliki banyak alternatif, diantaranya ditelusuri sebanyak dua belas saluran tataniaga.
Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga itu adalah pedagang pengumpul, huller, pedagang besar daerah, pedagang besar luar daerah, pedagang
pengecer, KUD serta Dolog. Dengan fungsi tataniaga yang dilakukan adalah fungsi pertukaran pembeli dan penjualan, dan fungsi fisik penyimpanan,
pengolahan, pengangkutan serta fungsi fasilitas standarisasi dan grading. Menurut Komara, semakin banyak penambahan fungsi tataniaga dan
lembaga tataniaga yang terlibat akan menghasilkan biaya tataniaga yang semakin tinggi dan mempengaruhi marjin tataniaga yang terbentuk. Dari analisis marjin
tataniaga dan penyebarannya, saluran tataniaga melalui Bulog lebih efisien dibandingkan dengan saluran tataniaga melalui KUD. Keterpaduan pasar baik
31
antara Pasar Induk Cipinang PIC dengan Bulog maupun dengan KUD Binamukti dalam jangka pendek masih rendah. Hal ini menunjukan pembentukan
harga pada satu pihak tidak membawa pengaruh bagi pihak lain. Penelitian Syahroni 2001, bertujuan antara lain untuk menganalisis ; 1
mekanisme pasar oleh PIC Pasar Induk Cipinang, 2 pangsa pasar beras PIC dan tingkat persediaan beras stabil yang perlu dipertahankan PIC dan, 3
keterpaduan pasar beras melalui Index of Market Connection IMC di DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, saluran tataniaga beras dari daerah
hingga konsumen mempunyai enam alternatif pola. Pangsa PIC dalam distribusi beras untuk wilayah DKI pada tahun 1997 sebesar 57,21 persen dan pada tahun
1998 sebesar 55,56 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pasokan langsung dari daerah semakin lama semakin meningkat, tetapi juga ada indikasi masuknya
pasokan beras dari daerah Lampung, karena fasilitas transportasi dari Lampung sama baiknya dengan Cirebon.
Menurut Syahroni, jumlah beras yang harus disediakan di PIC adalah sebesar 1,784 ton per hari supaya stok beras terjamin. Dengan demikian perlu ada
penambahan sekitar 208 Ton per hari dari kondisi tersebut. Dari data harga tahun 1999 yang dianalisisnya menunjukkan tidak adanya keterpaduan pasar antara
pasar induk dengan pasar eceran, karena besaran koefisien IMC-nya semua lebih besar dari satu.
32
Tabel 7. Tabel Penelitian Tataniaga Terdahulu
No Nama
Tahun Penelitian
Judul penelitian
Alat analisis
Hasil Penelitian
1 Nanang
F 1998
Analisis Efisiensi
Tataniaga Mangga
Cangkir,Arumanis dan
Gedong di Indramayu
1 Analisis efisiensi
saluran tataniaga, 2
Marjin tataniaga
Sistem tataniaga mangga tidak efisien
karena kecilnya nilai marjin pemasaran dan
tidak adanya keterpaduan pasar
2 Hermanto
1998 Analisis
Deskripsi Sistem
Tataniaga Komoditas
Cabai Merah
di Tegal, Brebes
dan Pemalang
1 Analisis efisisensi
saluran tataniaga,
2Marjin tataniaga
orientasi pemasaran daerah penghasil
cabai adalah Pasar Induk Kramat jati
3 Bambang
H 1999
Analisis Sistem
Tataniaga Gula Pasir
Pasca Monopoli
Bulog 1
Analisis keterpaduan pasar
secara vertikal, 2 Marjin
tataniaga Persaingan
di tingkat pedagang pengecer sangat
ketat dan kompetitif hal ini ditunjukan
dengan nilai marjin pengecer yang
kecil 4
Rinaldi 2002
Hubungan Persepsi
Calo Beras Terhadap
Peranan dan
Fungsinya dalam
Sistem Tataniaga
beras di Pasar Induk
Cipinang 1
Uji Spearmen , 2 Marjin
Tataniaga Persepsi
calo ternyata tidak tepat yaitu sebagai
penghubung dan negositor
5 Nanang
S 2005
Analisis Tataniaga
Beras di Pasar
Tradisional dan
Modern di DKI
Jakarta 1
Analisis struktur pasar, 2
Marjin pemasaran Petani
berda dalam posisi yang paling lemah
karena sebagai price taker dalam saluran
tataniaga 6
Hasniah 2005
Analisis Efisiensi
Sistem Tataniaga
Komoditas Pepaya
Sayur di
Megamendung Gula
Pasir Pasca
Monopoli Bulog
1 Analisis RC ratio, 2
Marjin tataniaga, 3
Farmers share
Saluran tataniaga yang paling efisien
adalah Petani, Pedagang pengecer,
Konsumen karena memiliki marjin
tataniaga yang terkecil
7 Tita
Tehyati 2005
Analisis Efisiensi
Tataniaga Ikan Hias
Air Tawar di
Rancamaya, Bogor
1 Analisis RC ratio, 2
Marjin tataniaga, 3
Farmers share
Saluran Tataniaga sudah efisien karena
strukturnya adalah pasar persaingan
sempurna dna efisiensi secara ekonomis
sudah terjadi
8 Nursakinah
2006 Analisis
Efisiensi Tataniaga
Ikan Hias Air
Tawar di Rancamaya,
Bogor 1
Analisis RC ratio, 2 Marjin
tataniaga, 3 Farmers
share Saluran
yang paling sedikit rantainya yaitu Petani,Pedagang
Besar, Eksportir merupakan
saluran yang paling efisien, karene
memiliki marjin tataniaga terkecil 9
Dwi Haryanto
2006 Analisis
Efisiensi Tataniaga
Ikan Hias Air
Tawar di Rancamaya,
Bogor 1
Analisis saluran dan Fungsi
Tataniaga, 2 Marjin
Pemasaran Sistem
tataniaga pupuk urea belum efisien agar
efisien perlu dibangun gudang pupuk urea
di lini III kabupaten 10
Diah Maharani
2007 Analisis
Efisiensi Tataniaga
Ikan Hias Air
Tawar di Rancamaya,
Bogor 1
Analisis Pendapatan Usahatani,
2 Analisis Struktur
pasar, 3 Marjin tataniaga,
4 Farmers share
Ada 5 saluran tataniaga jamur tiram putih
di Bandung, tidak ada saluran yang efisien
karean marjin pemasaran lembaga lebih
besar daripada petani
Sumber : Skripsi Tahun 1998, 1999, 2002, 2005, 2006, dan 2007
33
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis