PENGEMBANGAN KIT IPA POKOK BAHASAN CAHAYA UNTUK SISWA KELAS 5 SDN REJOWINANGUN 1 YOGYAKARTA.

(1)

PENGEMBANGAN KIT IPA POKOK BAHASAN CAHAYA UNTUK SISWA KELAS 5 SDN REJOWINANGUN 1 YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Erfina Nurul Fatonah NIM: 13108241107

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

PENGEMBANGAN KIT IPA POKOK BAHASAN CAHAYA UNTUK SISWA KELAS 5 SDN REJOWINANGUN 1 YOGYAKARTA

Oleh:

Erfina Nurul Fatonah NIM 13108241107

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan media KIT IPA pokok bahasan cahaya untuk pembelajaran di kelas 5 dan keefektifan penggunaan media KIT IPA pokok bahasan cahaya berdasarkan hasil uji coba.

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangandengan menggunakan model pengembangan 4-D (Define, Design, Develop, dan Dissemination) (Thiagarajan dkk., 1974) yang kemudian dimodifikasi menjadi model 3-D (Define, Design, dan Develop). Penelitian ini dilaksanakan di SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta dengan subjek penelitian siswa kelas 5. Jenis data yang digunakan adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data diperoleh melalui instrumen angket dan soalpretest-posttest.

Hasil penelitian ini menunjukkan media KIT IPA Cahaya dinyatakan layak dan efektif digunakan dalam pembelajaran IPA Kelas 5 SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta. Kelayakan media dapat dilihat dari: 1) hasil akhir validasi ahli materi yang termasuk dalam kategori “Sangat Baik” dengan skor rata-rata 3,82, 2) hasil akhir validasi ahli media yang termasuk kategori “Sangat Baik” dengan skor rata-rata 3,54, 3) respon guru yang menunjukkan kategori “Sangat Baik” dengan skor rata-rata 3,68, dan 4) respon siswa dalam tiga kali uji coba yang seluruhnya menunjukkan hasil “Sangat Baik” dengan rata-rata 3,91, 3,43, dan 3,09. Keefektifan produk dapat dilihat dari hasil perhitungan nilai gain.Nilai gain dari uji coba one to one sebesar 0,56,dariuji coba kelompok kecil sebesar 0,47, dan dari uji coba lapangan diperoleh nilai sebesar 0,44. Berdasarkan tiga kali uji coba tersebut dapat diketahui bahwa nilai gain yang diperoleh seluruhnya berada pada kategori sedang.


(3)

THE DEVELOPMENT OF LIGHT SCIENCE KIT FOR GRADE 5 STUDENTS OF SDN REJOWINANGUN 1 YOGYAKARTA

By:

Erfina Nurul Fatonah NIM 13108241107

ABSTRACT

The purpose from this research are knowing the feasibility of light science kit for learning in grade 5 and determine the effectiveness use of light science kit based on data from developmental testing.

This research was a research and development using 4-D development model (Define, Design, Develop, and Dissemination) (Thiagarajan et al., 1974) which was modified into a 3-D model (Define, Design, and Develop). The research was conducted in SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta with 5th grade student for the research subjects. This research used qualitative and quantitative data. Data obtained through questionnaires and pretest-posttest questions.

The results of this research indicate that the instructional science kit media of light is feasible and effective to use in 5th grade science learning at SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta. Feasibility media can be seen from: 1) the outcome of expert validation of material included in the"Very Good" category with an average score of 3.82, 2) the final outcome of expert validation of media included in the "Very Good" category with an average score of 3.54, 3) the response of teachers that show the "Very Good" category with an average score of 3.68, and 4) the response of students in three stage of developmental testing which all shows the "Very Good" results with an average score of 3.91, 3.43, and 3.09. The effectiveness of the product can be seen from the calculation of the gain. The gain of one to one evaluation is 0.56, gain of the small group evaluation is 0.47, and gain score from field evaluation is 0.44. Based on that three evaluations, it is known that the value of the gain obtained entirely in middle category.


(4)

(5)

(6)

(7)

MOTTO

“Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga”(HR. Muslim).

“A person who never made a mistake never tried anything new”(Albert Einstein)


(8)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi dengan baik. Karya sederhana ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orang tua saya, Bapak Slamet Riyanto dan Ibu Yatinah, yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil, kasih sayang yang tiada henti, nasihat yang menguatkan, serta motivasi agar dapat menyelesaikan studi dengan baik. Teruntuk ibu tersayang, terimakasih atas doa yang selalu didengar Allah.

2. Kedua kakak saya, Mbak Tatik dan Mbak Wiwik, yang telah memberikan dukungan dan semangat.

3. Almamater UNY sebagai tempat menimba ilmu dan pengalaman.

4. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan kepercayaan beasiswa bidikmisi sehingga dapat menyelesaikan studi tepat waktu.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya Tugas Akhir Skripsi dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Pengembangan KIT IPA Pokok Bahasan Cahaya untuk Siswa Kelas 5 SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta” dapat disusun sesua dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Ibu Woro Sri Hastuti, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Bapak Ikhlasul Ardi Nugroho, M.Pd.dan Ibu Isniatun Munawaroh, M.Pd. selaku Validator instrumen penelitian TAS yang memberikan saran/masukan perbaikan sehingga penelitan TAS dapat terlaksana sesuai dengan tujuan. 3. Bapak Prof. Dr. Djukri, M. S. selaku Penguji Utama, Bapak Ikhlasul Ardi

Nugroho, M.Pd selaku Sekretaris Penguji, dan Ibu Woro Sri Hastuti, M. Pd. selaku Ketua Penguji yang sudah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap TAS ini.

4. Bapak Drs. Suparlan, M.Pd.I selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan proposal sampai dengan selesainya TAS ini.


(10)

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ...i

ABSTRAK ...ii

SURAT PERNYATAAN...iii

LEMBAR PERSETUJUAN...iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

MOTTO ...vi

PERSEMBAHAN ...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian... 8

F. Manfaat Penelitian... 8

G. Spesifikasi Produk... 9

H. Keunggulan Produk... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Tentang Media Pembelajaran ... 16

1. Pengertian Media Pembelajaran ... 16

2. Ciri-ciri Media Pembelajaran ... 17

3. Klasifikasi Media Pembelajaran... 19

4. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran ... 27

5. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran ... 30

B. Kajian Tentang KIT Ilmu Pengetahuan Alam... 33

1. Pengertian KIT IPA ... 33

2. Jenis-jenis KIT IPA ... 35

3. Kegunaan KIT IPA... 36

C. Kajian Tentang Ilmu Pengetahuan Alam ... 37

1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam ... 37

2. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar ... 39

D. Kajian Tentang Pokok Bahasan Cahaya di Sekolah Dasar ... 42

1. Sifat-sifat Cahaya ... 42

2. Pemanfaatan Sifat-sifat Cahaya dalam Karya Sederhana ... 45

E. Karakteristik Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar ... 46


(12)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian... 51

B. Prosedur Penelitian... 51

1. Define(Pendefinisian)... 55

2. Design(Perancangan) ... 58

3. Develop(Pengembangan) ... 61

C. Uji Coba Produk... 63

1. Desain Uji Coba ... 63

2. Subjek Uji Coba ... 67

D. Jenis Data ... 67

E. Metode Pengumpulan Data ... 68

1. Angket ... 68

2. Tes ... 71

F. Instrumen Penelitian... 72

1. Langkah-langkah Menyusun Instrumen Angket ... 73

2. Langkah-langkah Menyusun Soal Tes ... 82

G. Analisis Data ... 87

1. Teknik Analisis Angket... 88

2. Teknik Analisis Hasil Tes Siswa ... 91

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 93

1. Deskripsi Hasil Tahap Pendefinisian ... 93

2. Deskripsi Hasil Tahap Perencanaan... 100

3. Deskripsi Hasil Tahap Pengembangan... 107

4. Revisi Produk ... 131

B. Deskripsi Hasil Pengembangan Produk ... 139

C. Pembahasan ... 143

D. Keterbatasan Penelitian ... 151

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan... 152

D. Saran ... 153

DAFTAR PUSTAKA ... 155


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. SK dan KD IPA Kelas 5 Semester 2 Berdasarkan KTSP 2006 ... 41

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Angket untuk Ahli Materi ... 78

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Angket untuk Ahli Media ... 79

Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Angket untuk Guru... 80

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Angket untuk Siswa ... 81

Tabel 6. Kisi-kisi Soal Tes ... 84

Tabel 7. Pedoman Penskoran ... 88

Tabel 8. Acuan Pengubahan Skor Menjadi Skala Empat ... 89

Tabel 9. Hasil Konversi Skor Skala Empat... 90

Tabel 10. Kriteria Peningkatan Nilai Kogntif ... 92

Tabel 11. Hasil Validasi Ahli Materi Tahap 1 ... 109

Tabel 12. Hasil Validasi Ahli Materi Tahap 2 ... 111

Tabel 13. Hasil Validasi Ahli Materi Tahap 3 ... 112

Tabel 14. Hasil Validasi Ahli Media Tahap 1... 114

Tabel 15. Hasil Validasi Ahli Media Tahap 2... 117

Tabel 16. Respon Guru ... 119

Tabel 17. Hasil Uji CobaOne to One ...121

Tabel 18. Hasil Uji Coba Kelompok Kecil ... 124

Tabel 19. Hasil Uji Coba Lapangan ... 127

Tabel 20. Hasil Uji Gain pada Uji CobaOne to One...129

Tabel 21. Hasil Uji Gain pada Uji Coba Kelompok Kecil... 130

Tabel 22. Hasil Uji Gain pada Uji Coba Lapangan ... 130

Tabel 23. Saran Ahli Materi dan Bentuk Revisi KIT IPA Cahaya ... 132

Tabel 24. Saran Ahli Media dan Bentuk Revisi KIT IPA Cahaya... 137


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale ... 20

Gambar 2. Taksonomi Menurut Kontinum Pembelajaran dari Edling ... 21

Gambar 3. Kerangka Berpikir ... 50

Gambar 4. Desain Penelitian 4D... 52

Gambar 5. Desain Penelitian 3D yang Dimodifikasi dari Model 4D ... 54

Gambar 6. Tiga Tahap Evaluasi Formatif... 64

Gambar 7. LangkahOne to One Evaluation...65

Gambar 8. LangkahSmall Group Evaluation...66

Gambar 9. LangkahField Evaluation...66

Gambar 10. Konsep Cahaya untuk Kelas 5 SD ... 98

Gambar 11. Diagram Batang Penilaian Ahli Materi Tahap Pertama Hingga Tahap Ketiga... 113

Gambar 12. Diagram Batang Penilaian Ahli Media Tahap Pertama Hingga Tahap Kedua ... 118

Gambar 13. Revisi Oleh Ahli Materi ... 133


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Angket Penilaian Ahli Materi Tahap 1... 159

Lampiran 2. Angket Penilaian Ahli Materi Tahap 2... 164

Lampiran 3. Angket Penilaian Ahli Materi Tahap 3... 169

Lampiran 4. Data Mentah Perolehan Skor dari Angket Ahli Materi ... 174

Lampiran 5. Angket Penilaian Ahli Media Tahap 1 ... 180

Lampiran 6. Angket Penilaian Ahli Media Tahap 2 ... 184

Lampiran 7. Data Mentah Perolehan Skor dari Angket Ahli Media... 188

Lampiran 8. Angket Guru ... 191

Lampiran 9. Data Mentah Perolehan Skor dari Angket Guru... 205

Lampiran 10. Angket Siswa pada Uji CobaOne to One ...212

Lampiran 11. Angket Siswa pada Uji Coba Kelompok Kecil ... 217

Lampiran 12. Angket Siswa pada Uji Coba Lapangan ... 222

Lampiran 13. SoalPretestdan Kunci Jawaban ... 227

Lampiran 14. SoalPosttestdan Kunci Jawaban ... 232

Lampiran 15. Perhitungan Nilai Gain Uji CobaOne to One ...237

Lampiran 16. Perhitungan Nilai Gain Uji Coba Kelompok Kecil ... 238

Lampiran 17. Perhitungan Nilai Gain Uji Coba Lapangan... 239

Lampiran 18. Surat Izin Penelitian... 241

Lampiran 19. Surat Keterangan Validasi Ahli ... 244

Lampiran 20. Dokumentasi Penelitian... 246


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang sekolah yang paling dasar bagi pendidikan formal di Indonesia. Pada pasal 17 ayat 1 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Oleh karena itu, berbagai pengetahuan baru dipelajari siswa dalam jenjang SD sebagai bekal untuk digunakan di jenjang SMP/ MTs. Pengetahuan tersebut dipelajari melalui mata pelajaran seperti Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, pendidikan agama, maupun muatan lokal.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran utama di SD. Secara singkat, Hendro Darmojo menyatakan bahwa IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya (Samatowa, 2006: 2). IPA dapat dipandang dari segi produk, proses, dan dari segi pengembangan sikap. IPA sebagai produk merupakan akumulasi hasil upaya para perintis IPA terdahulu dan umumnya telah tersusun dalam buku teks. IPA sebagai proses yaitu proses mendapatkan IPA itu sendiri atau tidak lain adalah metode ilmiah. Pada jenjang SD, IPA sebagai proses dapat dilakukan dengan cara memberi kesempatan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri melalui percobaan dan membuat kesimpulan. Sedangkan IPA sebagai pemupukan sikap dibatasi pengertiannya pada sikap ilmiah terhadap alam sekitar


(17)

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa IPA merupakan ilmu yang penting diajarkan di SD. Alasan mengapa IPA diajarkan di SD menurut Usman Samatowa (2006: 3) adalah dapat meningkatkan kemampuan siswa berpikir kritis dan objektif serta apabila diajarkan melalui metode percobaan maka IPA bukanlah mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka. Aktivitas percobaan dapat dilakukan di kelas dengan berbagai bantuan alat belajar atau bahkan di lingkungan sekolah. Selain aktivitas percobaan, IPA juga dapat diajarkan melalui berbagai metode lain, seperti demonstrasi, observasi, diskusi, dan lain sebagainya. Untuk menunjang proses belajar IPA, maka diperlukan perangkat pembelajaran seperti bahan ajar dan media agar pembelajaran dapat berjalan optimal.

Salah satu media yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan percobaan pada pembelajaran IPA kelas tinggi adalah KIT IPA. KIT IPA merupakan salah satu media yang diberikan pemerintah kepada setiap Sekolah Dasar. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota Bab II pasal 2 poin b yang menyatakan bahwa “Setiap SD/MI menyediakan satu set peraga IPA dan bahan yang terdiri dari model kerangka manusia, model tubuh manusia, bola dunia (globe), contoh peralatan optik, kit IPA untuk eksperimen dasar, dan poster/carta IPA.” KIT IPA merupakan seperangkat alat/komponen yang ditempatkan dalam suatu tempat tertentu yang berfungsi sebagai media pembelajaran IPA di SD. Dalam penggunaannya, biasanya alat-alat tersebut dirakit terlebih dahulu.


(18)

KIT yang disediakan pemerintah untuk SD adalah KIT IPA SEQIP (Sciensce Education Quality Improvement Project). KIT IPA SEQIP terdiri dari KIT guru, KIT siswa, dan buku percobaan IPA. KIT IPA SEQIP diadakan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA dan mengembangkan kemampuan siswa terutama dalam hal mengamati, mengembangkan pendapat sendiri, mempertahankan pendapat, mengembangkan dan menguji alternatif (Tim Konsultan SEQIP). Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut, KIT IPA SEQIP tentu bukan hanya sekedar diberikan untuk sekolah namun seharusnya juga dimanfaatkan oleh guru maupun siswa dalam pembelajaran IPA. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah telah memasukkan sistem pelatihan guru dalam penggunaan KIT IPA menjadi salah satu instrumen SEQIP untuk meningkatkan mutu IPA.

Sayangnya, tidak semua guru terbiasa menggunakan KIT dalam pembelajaran IPA meskipun KIT tersebut tersedia di sekolah. Hal tersebut terlihat saat peneliti melakukan observasi media di SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta. Hasil observasi media menunjukkan bahwa media pembelajaran IPA yang terdapat di SDN Rejowinangun 1 sudah cukup lengkap. Salah satu media tersebut adalah KIT IPA. KIT IPA tersedia dalam beberapa macam diantaranya KIT bunyi, cahaya, tumbuhan, dan lain sebagainya. Bapak Sudarmanto, selaku guru kelas 5C SDN Rejowinangun 1, mengungkapkan bahwa pembelajaran di kelasnya jarang menggunakan KIT IPA. Pernyataan yang sama didapatkan peneliti saat melakukan wawancara dengan beberapa siswa kelas 5C, yang mengaku belum pernah melakukan kegiatan pembelajaran dengan KIT. Bapak Suharoyo Setiawan


(19)

selaku guru kelas 5A yang diwawancarai pada hari yang sama, juga menjelaskan bahwa kegiatan percobaan dengan KIT jarang dilakukan di kelasnya. Guru mengungkapkan alasan tidak digunakannya KIT tersebut dikarenakan peralatan dalam KIT yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.

KIT yang menurut guru kurang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran adalah KIT Cahaya. Berdasarkan hasil observasi media, KIT Cahaya yang tersedia di sekolah memiliki 3 komponen alat yaitu kotak lampu, prisma, dan cermin datar. Dari alat-alat tersebut guru harus mencari tambahan alat lain untuk dapat melaksanakan kegiatan percobaan pada materi cahaya. Pada akhirnya guru sering tidak melaksanakan kegiatan percobaan karena keterbatasan waktu untuk mencari perlengkapan percobaan lain. Keterangan tersebut disampaikan Bapak Sudarmanto dalam wawancara tanggal tanggal 5 Oktober 2016 sekaligus mendampingi peneliti melakukan observasi media.

Terbatasnya penggunaan media tentu memberi dampak pada pembelajaran IPA di kelas. Peneliti melakukan observasi pembelajaran IPA pada tanggal 11 Oktober 2016 di kelas 5A dan 5C SDN Rejowinangun 1. Di kelas 5A dan 5C guru menerangkan materi sistem peredaran darah menggunakan metode ceramah. Siswa dikelas 5A cenderung tenang dan memperhatikan guru saat menerangkan materi tersebut. Namun karena penggunaan metode mengajar yang monoton, siswa terlihat menjadi mudah bosan. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa siswa yang duduk di kursi belakang mulai berbicara dengan teman sebangkunya setelah beberapa menit pembelajaran dimulai. Sejalan dengan keadaan pembelajaran kelas 5A, di kelas 5C pun pembelajaran didominasi verbalisme.


(20)

Materi peredaran darah adalah materi yang tergolong abstrak bagi siswa karena siswa tidak bisa melihat organ peredaran darah secara nyata. Materi yang abstrak seharusnya didukung dengan penggunaan media pembelajaran yang relevan guna mempermudah siswa memahami materi serta manghindarkan siswa dari verbalisme.

Saat observasi pembelajaran dilakukan, media yang digunakan guru di kelas terbatas pada gambar yang ada pada buku paket. Media gambar termasuk dalam media cetak. Media cetak sangat tergantung padaverbal symbols(kata-kata) yang bersifat sangat abstrak, yang pada gilirannya menuntut kemampuan abstraksi yang sangat tinggi dari siswa. Hal ini dapat menyulitkan siswa (Asyhar, 2012: 93). Verbalisme yang terjadi di kelas 5A dan 5C menuntut siswa banyak belajar melalui kata-kata dan cenderung menghafal materi sesuai buku paket atau sesuai yang disampaikan guru di depan kelas. Padahal, mata pelajaran IPA seharusnya dapat menstimulus siswa untuk mencari sendiri pengetahuannya melalui kegiatan percobaan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas 5, kegiatan percobaan penting dilakukan terutama jika materi yang diajarkan memang memerlukan kegiatan tersebut. Materi kelas 5 yang menurut guru memerlukan cukup banyak kegiatan percobaan adalah materi cahaya. Kegiatan percobaan dilakukan untuk membuktikan secara konkrit pada siswa bagaimana sifat-sifat cahaya. Guru kelas 5 menyampaikan bahwa terdapat lima percobaan sifat-sifat cahaya yang sebaiknya dilakukan siswa agar lebih cepat memahami konsep yang diajarkan. Percobaan dilakukan agar siswa dapat membedakan antara satu sifat cahaya


(21)

dengan sifat yang lain. Selain itu, kegiatan percobaan diperlukan agar siswa dapat menghubungkan apa yang mereka amati saat percobaan dengan peristiwa di kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, seharusnya materi cahaya diajarkan menggunakan media yang mampu mendukung kegiatan percobaan siswa. Keterangan tersebut disampaikan guru saat wawancara setelah observasi pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan pokok yang ditemukan di kelas 5 SDN Rejowinangun 1 diantaranya adalah guru jarang melakukan kegiatan pembelajaran IPA dengan media KIT, komponen dalam KIT yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan pembelajaran (guru memberikan contoh KIT Cahaya), dan kurangnya waktu guru untuk mempersiapkan media di dalam kelas. Permasalahan tersebut kemudian mengakibatkan proses pembelajaran IPA hanya didominasi ceramah dan terbatas dalam melakukan kegiatan percobaan. Sesuai analisis kebutuhan pembelajaran yang dilakukan, dapat diketahui bahwa materi cahaya adalah materi yang memerlukan media untuk menunjang kegiatan percobaan siswa. Dengan mempertimbangkan permasalahan dan analisis kebutuhan pembelajaran tersebut, solusi yang dapat diberikan melalui penelitian ini adalah mengembangkan media pembelajaran KIT IPA untuk pokok bahasan cahaya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti dapat mengindentifikasi permasalahan yang terjadi, diantaranya adalah sebagai berikut.


(22)

1. Guru jarang melakukan kegiatan pembelajaran IPA dengan media KIT. 2. Komponen dalam KIT Cahaya kurang sesuai kebutuhan materi dalam

pembelajaran.

3. Kurangnya waktu guru mempersiapkan media pembelajaran untuk siswa.

C. Pembatasan Masalah

Batasan masalah berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas adalah peralatan dalam KIT Cahaya yang kurang sesuai kebutuhan materi dalam pembelajaran. Oleh karena itu, penelitian ini mengembangkan media pembelajaran KIT IPA pokok bahasan cahaya. Dalam satu kotak KIT ini terdapat alat-alat yang dapat digunakan untuk mengajarkan seluruh materi cahaya dan pemanfaatannya sesuai kebutuhan guru dan siswa kelas 5 SDN Rejowinangun 1. KIT IPA pokok bahasan cahaya ini didesain sederhana sehingga memudahkan guru maupun siswa saat menggunakannya. KIT yang dikembangkan dalam penelitian ini diharapkan dapat melengkapi KIT yang telah tersedia di sekolah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana kelayakan media KIT IPA pokok bahasan cahaya untuk pembelajaran di kelas 5 SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta?


(23)

2. Bagaimana keefektifan penggunaan media KIT IPA pokok bahasan cahaya untuk digunakan dalam pembelajaran di kelas 5 SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta berdasarkan data hasil uji coba?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui kelayakan media KIT IPA pokok bahasan cahaya untuk pembelajaran di kelas 5 SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta.

2. Mengetahui keefektifan penggunaan media KIT IPA pokok bahasan cahaya dalam pembelajaran di kelas 5 SDN Rejowinangun 1 Yogyakarta berdasarkan data hasil uji coba.

F. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Mampu memberikan sumbangan terhadap pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam terutama dalam hal pengembangan media visual.

2. Secara Praktis

a. Bagi siswa, pengembangan media KIT IPA pokok bahasan cahaya dapat memudahkan siswa dalam memahami materi sifat-sifat cahaya dan pemanfaatannya. Selain itu, media KIT IPA juga dapat mengatasi verbalisme


(24)

pada siswa serta menciptakan suasana pembelajaran yang lebih menarik bagi siswa.

b. Bagi guru, penelitian ini dapat memberikan referensi media pembelajaran IPA yang sesuai dengan karakteristik siswa. Pengembangan media KIT IPA pokok bahasan cahaya ini mudah digunakan oleh guru maupun siswa sehingga guru tidak memerlukan waktu lama untuk mempersiapkan media ini di dalam kelas.

c. Bagi peneliti, pengembangan media dalam penelitian ini merupakan suatu bentuk pengabdian yang diharapkan dapat menjadi acuan untuk terus mengembangkan media pembelajaran yang inovatif.

d. Bagi penelitian lain, hasil pengembangan media ini dapat dijadikan rujukan untuk penelitian yang lebih lanjut atau penelitian lain yang sejenis.

G. Spesifikasi Produk yang Diharapkan

Media pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah KIT IPA untuk pokok bahasan cahaya. Di dalam KIT tersebut terdapat rangkaian alat untuk percobaan sifat cahaya dan contoh benda yang memanfaatkan sifat-sifat cahaya. Percobaan sifat-sifat-sifat-sifat cahaya yang dapat ditunjukkan dengan KIT tersebut antara lain: 1) percobaan cahaya merambat lurus, 2) percobaan cahaya menembus benda bening, 3) percobaan pemantulan cahaya, 4) percobaan pembiasan cahaya, dan 5) percobaan cahaya dapat diuraikan. KIT IPA Cahaya ini juga menyediakan contoh atau model benda yang memanfaatkan sifat-sifat cahaya


(25)

yaitu periskop, lup, dan kaleidoskop. Bahan utama dalam pembuatan KIT ini adalah impraboard, pralon, cermin, dan kaca.

KIT IPA pada umumnya dilengkapi petunjuk manual meliputi cara merangkai alat, alat dan bahan yang tersedia (Kemdikbud, 2014). Begitu pula dengan KIT IPA yang dikembangkan dalam penelitian ini. Selain alat-alat, KIT IPA pokok bahasan cahaya juga dilengkapi dengan buku panduan yang termasuk komponen utama KIT. Tiga komponen utama lain dalam KIT IPA pokok bahasan cahaya ini diantaranya adalah kotak percobaan, alat-alat percobaan, dan box KIT IPA Cahaya sekaligus sebagai tempat penyimpanan alat.

1. Kotak Percobaan

Kotak percobaan ini berbentuk balok tanpa tutup yang bagian dalamnya berfungsi untuk melakukan tiga percobaan sifat cahaya, yaitu cahaya merambat lurus, cahaya menembus benda bening, dan pemantulan cahaya. Sisi luar bagian alas kotak digunakan untuk memasang papan cakram saat percobaan sifat cahaya dapat diuraikan. Sisi-sisi kotak percobaan berwarna hitam agar pengamatan siswa terfokus pada percobaan sifat cahaya yang dilakukan di dalam kotak tersebut. Alas kotak diberi 3 lubang yang digunakan untuk merangkai alat percobaan. Kotak ini juga dilengkapi dengan lampu yang berfungsi sebagai sumber cahaya saat percobaan. Dalam pengemasannya, kotak percobaan dapat digeser (disliding) menjadi bentuk yang lebih kecil.


(26)

2. Alat-alat

Alat percobaan yang ada dalam KIT IPA tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Sekat yang diberi lubang bagian tengah 3 buah (untuk pecobaan cahaya merambat lurus).

b. Sekat kaca (yang dapat ditembus cahaya) 1 buah dan sekat hitam (yang tidak dapat ditembus cahaya) 1 buah (untuk percobaan cahaya menembus benda bening).

c. Sekat dengan cermin datar 1 buah (untuk percobaan pemantulan cahaya). d. Wadah plastik dan koin 1 buah (untuk percobaan pembiasan cahaya). e. Papan cakram warna 1 buah (untuk percobaan penguraian cahaya).

f. Lempengan warna (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu) berjumlah 7 buah lempengan setiap warnanya.

g. Lup 1 buah (contoh alat optik). h. Periskop 1 buah (contoh alat optik). i. Kaleidoskop 2 buah (contoh alat optik). j. Objek kaleidoskop 1 buah.

k. Cermin cembung 2 buah, cermin cekung 2 buah, dan cermin datar 2 buah. Poin b-d adalah sekat yang dibagian bawahnya diberi tangkai yang kemudian saat percobaan tangkai tersebut akan dimasukkan ke dalam lubang di alas kotak percobaan.


(27)

3. BoxKIT IPA Cahaya dan Tempat Penyimpanan Alat

Box KIT IPA Cahaya merupakan bagian terluar KIT. Pada bagian bawah box terdapat sekat-sekat yang berfungsi untuk menyimpan alat-alat percobaan. Box ini juga digunakan untuk menaruh kotak percobaan. Dengan box KIT IPA Cahaya ini, maka KIT IPA cahaya akan lebih mudah dibawa dan dipindahkan.

4. Buku Panduan

Buku panduan KIT IPA Cahaya terbagi menjadi dua jenis, yaitu buku pegangan guru dan buku pegangan siswa. Masing-masing buku tersebut memiliki konten yang hampir sama. Secara umum, konten buku panduan KIT IPA Cahaya adalah: a) Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Tujuan Pembelajaran, b) Tata Letak Alat, c) Katalog KIT IPA Cahaya, d) Pedoman Penggunaan Alat untuk Percobaan Sifat-sifat Cahaya, dan e) Pedoman Penggunaan Contoh Benda yang Memanfaatkan Sifat Cahaya. Perbedaan antara buku pegangan guru dan siswa diantaranya:

a. Pada buku pegangan guru terdapat bagian “saran untuk guru” sebelum langkah-langkah percobaan, sedangkan buku siswa langsung membahas langkah-langkah percobaan.

b. Pada buku pegangan guru terdapat fungsi dari setiap alat di dalam KIT agar dapat digunakan guru sebagai sumber bacaan sebelum mengajar atau sebelum melakukan percobaan dengan siswa, sedangkan dibuku siswa tidak dicantumkan fungsi alat tersebut agar mereka dapat mencari tahu melalui diskusi dengan teman atau guru.


(28)

c. Pada buku pegangan guru terdapat keterkaitan setiap sifat-sifat cahaya dengan peristiwa sehari-hari, sedangkan pada buku pegangan siswa tidak dicantumkan.

d. Pada buku pegangan guru terdapat bagian “mendampingi siswa berkarya” pada setiap contoh alat yang menggunakan sifat-sifat cahaya, sedangkan pada buku pegangan siswa tidak dicantumkan. Bagian tersebut dapat digunakan sebagai referensi guru saat memandu siswa membuat alat yang memanfaatkan sifat-sifat cahaya atau dapat pula digunakan untuk mengembangkan LKS (Lembar Kerja Siswa).

H. Keunggulan Produk yang Dikembangkan

KIT IPA Cahaya yang dikembangkan dalam penelitian ini diharapkan dapat melengkapi KIT yang telah didistribusikan pemerintah di sekolah. Untuk dapat melengkapi KIT yang ada, tentu KIT IPA Cahaya yang dikembangkan peneliti harus berbeda dan memiliki keunggulan dibandingkan dengan KIT yang diproduksi sebelumnya. Berikut akan dijelaskan keunggulan KIT IPA Cahaya dibandingkan dengan KIT cahaya yang telah ada.

1. Media KIT IPA Cahaya ini dikembangkan sesuai kebutuhan dan materi di kelas 5 SDN Rejowinangun 1 sehingga dapat menghindari ketidaktepatan (mismatch) dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

2. Alat yang tersedia lengkap, multifungsi dan penggunaannya lebih praktis. KIT IPA Cahaya dapat digunakan untuk mengajarkan pokok bahasan cahaya secara utuh karena alat di dalamnya lengkap. KIT IPA Cahaya ini dikatakan


(29)

multifungsi karena tidak hanya dapat digunakan untuk melakukan percobaan tetapi juga dilengkapi contoh benda yang memanfaatkan sifat-sifat cahaya. Guru dapat menggunakan benda tersebut untuk demonstrasi di depan kelas. Selain itu, KIT IPA Cahaya dapat dikatakan lebih praktis karena terdapat kotak percobaan yang dapat dijadikan tempat melangsungkan empat percobaan sekaligus. Pada kotak percobaan tersebut terdapat lampu dengan tombol on/off sehingga guru/siswa tidak perlu merangkai lampu dengan saklar dan kabel secara manual. Selain itu, konsep percobaan cahaya merambat lurus, menembus benda bening, dan pemantulan cahaya didesain dengan menggunakan sekat-sekat sehingga dalam melakukan tiga percobaan tersebut guru/siswa hanya perlu mengganti sekat yang ditancapkan dalam kotak percobaan saja. Percobaan cahaya terdiri dari beberapa warna juga dapat dilakukan dengan kotak percobaan tersebut yaitu dengan memutar papan cakram pada dinamo di bagian alas kotak percobaan.

3. Desain yang sederhana dan kokoh. KIT IPA Cahaya didesain secara sederhana sehingga tidak mempersulit siswa maupun guru untuk menggunakannya. Bahan untuk membuat KIT IPA juga tahan lama (kokoh) sehingga dapat digunakan berkali-kali.

4. Mudah dibawa dan dipindahkan. Hal tersebut dikarenakan alat-alat dalam KIT IPA Cahaya ini disusun sedemikan rupa dalam satu kotak yang tidak terlalu besar dan cukup ringan untuk dipindahkan.

5. Mudah diduplikasi. Jika suatu alat dalam KIT IPA Cahaya rusak atau hilang, maka guru dapat menduplikasi alat tersebut karena bahan yang digunakan


(30)

dalam pembuatan KIT tidak sulit untuk ditemukan di lingkungan sekitar. Bahan yang diguanakan dalam pembuatan KIT diantaranya adalah impraboard, peralon, cermin, kaca, dan lain sebagainya. Bahan tersebut juga cukup terjangkau untuk dibeli.


(31)

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian tentang Media Pembelajaran 1. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari mediumyang secara harfiah berarti perantara atau pengantar (Sadiman dkk., 2009: 6). Ada beberapa definisi tentang media pendidikan atau media pembelajaran. Rossi dan Breidly (Sanjaya, 2012: 163) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut Gerlach dan Ely (Arsyad, 2011: 3) media secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Berdasarkan pendapat Gerlach dan Ely tersebut, guru, buku teks, dan lingkungan merupakan media.

Ahli lain yang juga mengemukakan definisi tentang media adalah Gagne (Sadiman dkk., 2009: 6) yang menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Gagne dan Brigs (Arsyad, 2011: 4) secara implisit menyatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pelajaran. Dengan kata lain media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Association of Education and Communication Technology (AECT) memberi batasan tentang media sebagai


(32)

segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi (Arsyad, 2011: 3). Sedangkan Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association/ NEA) menyatakan bahwa media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya (Sadiman dkk., 2009: 7).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dari guru kepada siswa sehingga proses belajar dapat berjalan dengan baik. Media juga dapat diartikan alat bantu pada proses pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Dengan mengetahui pengertian media pembelajaran tersebut, maka dapat diketahui bahwa media memegang peranan penting dalam proses belajar siswa. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan media pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran IPA pokok bahasan cahaya, guna membantu kelancaran proses pembelajaran yang dilakukan di kelas 5 SDN Rejowinangun 1.

2. Ciri-ciri Media Pembelajaran

Gerlach dan Ely mengemukakan tiga ciri media yaitu: a) ciri fiksatif, b) ciri manipulatif, dan c) ciri distributif. Ciri-ciri itu menunjukkan mengapa media digunakan dan peran media yang tidak dapat atau kurang efektif jika dilakukan guru. Ciri media tersebut dijabarkan sebagai berikut (Arsyad, 2011: 12-14). a. Ciri Fiksatif


(33)

Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Dengan ciri ini media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau objek yang terjadi pada satu waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu. Ciri ini penting bagi guru karena kejadian atau objek yang telah direkam atau disimpan dengan format media yang ada dapat digunakan setiap saat.

b. Ciri Manipulatif

Dengan ciri manipulatif ini, media dapat menampilkan transformasi suatu kejadian atau objek. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording. Selain mempercepat suatu kejadian, media juga dapat memperlambat suatu kejadian. Media dalam bentuk rekaman video atau audio dapat diedit sehingga guru hanya menampilkan bagian-bagian yang penting saja. Ciri manipulatif media ini harus diperhatikan oleh guru karena apabila terjadi kesalahan dalam pengaturan kembali urutan kejadian atau pemotongan bagian yang salah, maka akan terjadi pula kesalahan penafsiran siswa.

c. Ciri Distributif

Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Sekali informasi direkam dalam format media apa saja, ia


(34)

dapat direproduksi seberapa kali pun dan siap digunakan secara bersamaan di berbagai tempat atau digunakan secara berulang-ulang di suatu tempat. Konsistensi informasi dalam media juga akan terjamin.

Berdasarkan ciri-ciri media yang dijelaskan di atas, KIT IPA cahaya yang akan dikembangkan dalam penelitian ini dirasa dapat memenuhi ketiga ciri media tersebut. KIT IPA cahaya memenuhi ciri fiksatif karena dapat merekonstruksi suatu peristiwa, dalam hal ini adalah menunjukkan sifat-sifat cahaya. Dengan model KIT IPA ini maka percobaan sifat-sifat cahaya dapat dilakukan setiap saat. Percobaan sifat-sifat cahaya juga tidak harus semua ditunjukkan guru dalam satu kali pertemuan, melainkan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dirancang guru. Jika sifat-sifat cahaya telah selesai disampaikan guru, maka KIT IPA yang akan dikembangkan ini dapat pula digunakan untuk menjelaskan tentang pemanfaatan sifat cahaya atau alat-alat optik. Penggunaan KIT IPA ini fleksibel atau disesuaikan kebutuhan guru dan siswa, sehingga menunjukkan bahwa media KIT IPA cahaya memenuhi ciri manipulatif. Ciri yang ketiga yaitu distributif jelas dipenuhi oleh media KIT IPA cahaya yang akan dikembangkan. Hal tersebut karena KIT IPA cahaya dapat diproduksi sejumlah kebutuhan dan dapat digunakan dalam waktu bersamaan diberbagai tempat yang berbeda.

3. Klasifikasi Media Pembelajaran

Media pembelajaran dapat diartikan sebagai alat bantu guru mengajar. Dalam usaha memanfaatkan media sebagai alat bantu ini, Edgar Dale (Sadiman dkk., 2009: 8) mengadakan klasifikasi pengalaman menurut tingkat dari yang


(35)

paling konkret ke yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut dikenal dengan nama kerucut pengalaman (cone of experience) dari Edgar Dale.

Gambar 1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Kerucut Pengalaman Dale di atas banyak dijadikan acuan teori penggunaan media dalam proses belajar. Kerucut ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman oleh Bruner yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman piktoral/ gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic) (Arsyad, 2011: 7). Semakin ke atas kerucut, semakin abstrak media penyampai pesan, dan semakin ke bawah dari tingkatan kerucut maka pembelajaran akan semakin bermakna. Pada bagian pengalaman langsung, media akan melibatkan lebih banyak indera siswa sehingga memberikan kesan paling utuh mengenai informasi yang diterima. Dale (Arsyad, 2011: 10) memperkirakan

Simbol Visual Visual Radio Film

TV Wisata Demonstrasi

Partisipasi Observasi Pengalaman langsung

verbal Abstrak


(36)

bahwa pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang berkisar 75%, melalui indera dengar 13%, dan melalui indera lainnya sekitar 12%.

Sejalan dengan kerucut pengalaman Dale tersebut, Edling (Sadiman dkk., 2009: 23-24) menyebutkan bahwa media merupakan bagian dari enam unsur rangsangan belajar yaitu dua untuk pengalaman audio meliputi kodifikasi subjektif visual dan kodifikasi objektif audio, dua untuk pengalaman visual meliputi kodifikasi subjektif audio dan kodifikasi objektif visual, dan dua pengalaman belajar tiga dimensi meliputi pengalaman langsung dengan orang dan pengalaman langsung dengan benda-benda.

Gambar 2. Taksonomi menurut Kontinum Pembelajaran dari Edling

Selain pendapat Edling di atas, pengelompokan berbagai jenis media dapat pula dipandang dari berbagai sudut pandang. Wina Sanjaya (2012: 172) mengklasifikasikan media menurut sifatnya, kemampuan jangkauannya, dan cara

K o d ifi k as i o b je k ti f (a u d io ) K o d ifi k as i o b je k ti f (v is u al ) K o d i-fi k as i S u b je k ti f (a u d io ) P en g al am an l an g su n g D en g an o ra n g P en g al am an l an g su n g D en g an b en d a K o d i-fi k as i S u b je k ti f (v is u al )


(37)

atau teknik penyampaiannya. Masing-masing klasifikasi akan diuraikan di bawah ini (Sanjaya, 2012: 172-173).

a. Klasifikasi Berdasarkan Sifat Media

Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam: 1) Media auditif.

Media auditif yaitu media yang hanya dapat didengar saja atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.

2) Media visual.

Media visual yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Yang termasuk ke dalam media ini adalah film slide, foto, lukisan, gambar, dan lain sebagainya.

3) Media audiovisual.

Media audiovisual yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya video dan film. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan menarik sebab mengandung kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua.

b. Klasifikasi Berdasarkan Jangkauan Media

Dilihat dari kemampuan jangkauannya media dapat dibagi ke dalam: 1) Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak.

Media ini contohnya seperti radio dan televisi. Dengan media tersebut siswa dapat mempelajari kejadian secara serentak tanpa harus menggunakan ruangan khusus.


(38)

2) Media yang mempunyai daya liput terbatas oleh ruang dan waktu.

c. Klasifikasi berdasarkan teknik pemakaian media

Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi menjad dua, yaitu sebagai berikut.

1) Media yang diproyeksikan seperti film dan slide.

Jenis media ini memerlukan alat proyeksi khusus. Tanpa ada alat proyeksi, media jenis ini tidak dapat digunakan.

2) Media yang tidak diproyeksikan.

Dalam buku Instructional Technology and Media for Learning (Teknologi Pembelajaran dan Media untuk Belajar) dikemukakan bahwa media memiliki enam kategori dasar media yaitu teks, audio, visual, video, perekayasa (manipulative) benda-benda, dan orang-orang. Masing-masing kategori tersebut akan dijelaskan sebagai berikut (Smaldino dkk., 2014: 7).

a. Media Teks

Teks merupakan karakter alfanumerik yang mungkin ditampilkan dalam format buku, poster, papan tulis, layar komputer, dan sebagainya.

b. Media Audio

Media audio mencakup apa saja yang bisa didengar seperti suara orang, musik, suara berisik, dan lain sebagainya.


(39)

c. Media Visual

Media visual adalah media yang menggunakan indera pengelihatan, misalnya poster, gambar pada papan tulis putih, foto, kartun, dan lain-lain.

d. Media Video

Media ini menampilkan gerakan, misalnya DVD, rekaman video, animasi komputer, dan lain-lain.

e. Media Perekayasa

Perekayasa (manipulative) adalah benda-benda yang bisa dilihat dan di kelola dalam situasi belajar. Media perekayasa memiliki beberapa keuntungan yaitu realisme (menyajikan media yang nyata), minat (menimbulkan minat karena bersifat multisensorik), dan kerja sama (dapat merangsang kerja proyek kelompok kecil). Sedangkan keterbatasan perekayasa adalah biayanya cukup mahal, sulitnya penyimpanan media, dan benda perekayasa bisa dengan mudah rusak.

Terdapat lima jenis perekayasa, yaitu benda aktual atau riil, model, model rakitan, perekayasa dan piranti lunak komputer, serta kit multimedia. (Smaldino dkk., 2014: 282-288).

1) Objek riil.

Objek riil merupakan sebagian dari materi yang bisa diakses, menarik, dan melibatkan siswa dalam penggunaan di bidang pendidikan. Media objek riil ini dapat memberikan manfaat sebagai sarana menyajikan informasi, memancing


(40)

pertanyaan, dan menyediakan pengalaman konkret terkait konten yang akan dipelajari.

2) Model.

Media ini merupakan representasi tiga dimensi dari objek riil. Sebuah model mungkin lebih besar, lebih kecil, atau berukuran sama dengan benda yang diwakilinya. Model biasanya menjadi bagian dari kit multimedia.

3) Model perakitan.

Media ini adalah representasi yang disederhanakan dari perangkat yang rumit.

4) Perekayasa dan piranti lunak komputer.

Media ini adalah media yang memadukan material pengajaran tradisional dengan piranti lunak komputer untuk menyediakan pengalaman belajar yang hebat.

5) Kit multimedia.

Kit multimedia merupakan kumpulan material pengajaran yang melibatkan lebih dari satu jenis media dan disusun di seputaran satu topik tunggal. Kit sering kali meliputi objek riil, model, dan model perakitan. Beberapa kit multimedia dirancang untuk presentasi guru di ruang kelas, tetapi ada pula yang digunakan siswa secara individual maupun kelompok. Tujuan kit multimedia adalah memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar langsung (menyentuh, mengamati, menguji coba, untuk ingin tahu, dan untuk memutuskan).


(41)

f. Media Orang

Contoh media ini adalah guru, siswa, atau ahli bidang studi. Orang merupakan bagian sangat penting bagi pembelajaran.

Berdasarkan uraian teori di atas, jika ditinjau susuai kerucut pengalaman Dale, siswa akan berada dalam tahap observasi atau pengalaman langsung apabila proses pembelajarannya menggunakan media KIT IPA cahaya yang akan dikembangkan dalam penelitian ini. Siswa berada dalam tingkatan pengalaman langsung apabila menggunakan KIT IPA cahaya secara mandiri atau berkelompok. Siswa akan berada pada tingkatan observasi apabila guru menggunakan KIT IPA cahaya untuk demonstrasi di depan kelas. Melalui media KIT IPA cahaya ini peneliti berharap pembelajaran IPA pokok bahasan cahaya dapat memberikan pengalaman konkret bagi siswa dan menghindarkan siswa dari verbalisme.

Bertolak dari uraian teori tentang klasifikasi media yang disampaikan Wina Sanjaya di atas, menurut sifatnya, KIT IPA cahaya yang akan dikembangkan peneliti dapat digolongkan ke dalam media visual. Menurut kemampuan jangkauannya, media KIT IPA cahaya termasuk media yang memiliki daya liput luas. Menurut cara pemakaiannya, KIT IPA Cahaya termasuk media yang tidak diproyeksikan.

Jika dilihat dari buku Instructional Technology and Media for Learning (Teknologi Pembelajaran dan Media untuk Belajar), KIT IPA cahaya dalam penelitian ini dapat digolongkan dalam kategori perekayasa. KIT IPA cahaya ini


(42)

merupakan media tiga dimensi yang membuat siswa dapat belajar dengan cara menyentuh, mengamati, dan menguji coba secara langsung.

4. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

Menurut Azhar Arsyad (2011: 75-76) kriteria pemilihan media pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.

a. Sesuai Dengan Tujuan yang Ingin Dicapai

Media dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan yang secara umum mengacu pada salah satu gabungan dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

b. Tepat untuk Mendukung Isi Pelajaran

Media seharusnya tepat mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi. Agar dapat membantu proses pembelajaran secara efektif, media harus selaras dan sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa.

c. Praktis, Luwes, dan Bertahan

Kriteria ini menuntun para guru untuk memilih media yang ada, mudah diperoleh, atau mudah dibuat sendiri oleh guru. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan di mana pun dan kapan pun, serta mudah dipindahkan dan di bawa kemana-mana.


(43)

d. Guru Terampil Menggunakannya

Ini salah satu kriteria utama karena apa pun media itu, guru harus mampu menggunakannya dalam proses pembelajaran.

e. Pengelompokan Sasaran

Media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil atau perorangan.

f. Mutu Teknis

Media pembelajaran yang dipilih sebaiknya memenuhi persayaratan teknis tertentu.

Dick dan Carey (Sadiman, 2009: 86) menyebutkan bahwa ada empat faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih media, diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Ketersediaan Sumber Setempat

Bila media tidak tersedia, maka guru harus mengusahakan untuk membeli atau membuat media sendiri.

b. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Ketika Membuat/ Membeli Media Sendiri

Jika membeli atau memproduksi sendiri, maka yang perlu diperhatikan adalah dana, tenaga, dan fasilitasnya.


(44)

c. Menyangkut Keluwesan, Kepraktisan, dan Ketahanan Media

Keluwesan, kepraktisan, dan ketahanan media artinya media tersebut bisa digunakan di mana pun, kapan pun, mudah dijinjing dan dipindahkan.

d. Efektifitas Biaya

Ada media yang pembuatannya mahal namun dapat digunakan dalam jangka waktu lama dan ada pula yang pembuatannya murah namun harus berganti setiap waktu.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, KIT IPA cahaya yang akan dikembangkan dalam penelitian ini setidaknya memenuhi beberapa kriteria pemilihan media, diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Sesuai dengan Tujuan Pembelajaran yang Ingin Dicapai

KIT IPA cahaya dikembangkan sesuai kebutuhan guru kelas dan penggunaannya dapat disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ditentukan.

b. Praktis, Luwes, dan Bertahan Lama

KIT IPA cahaya yang dikembangkan didesain sedemikian rupa sehingga memiliki kemasan yang praktis, ringan, dan awet untuk digunakan.

c. Mudah Digunakan

Guru maupun siswa mudah menggunakan KIT IPA Cahaya karena dalam KIT tersebut dilengkapi buku panduan penggunaan alat.


(45)

d. Dapat Digunakan untuk Berbagai Bentuk Sasaran

KIT IPA Cahaya dapat digunakan guru untuk media demontrasi ( dalam suatu kelompok besar) maupun digunakan dalam kelompok kecil siswa.

e. Kualitas Media dapat Dipertanggungjawabkan

Kualitas atau mutu media dapat dipertanggungjawabkan karena KIT IPA Cahaya melewati uji ahli maupun uji coba dalam pembelajaran.

5. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

Tidak semua proses pembelajaran dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa. Hal tersebut dikarenakan terdapat sejumlah pengalaman yang sangat tidak mungkin dipelajari secara langsung oleh siswa, misalnya tentang kehidupan bawah laut. Oleh karena itu, media pembelajaran diperlukan sebagai alat untuk membantu guru menyampaikan informasi kepada siswa. Secara khusus, Wina Sanjaya (2012: 170-171) menjelaskan fungsi media pembelajaran yaitu sebagai berikut.

a. Menangkap Suatu Objek atau Peristiwa-peristiwa Tertentu

Peristiwa penting atau objek langka dapat diabadikan dengan foto, film, atau direkam melalui video atau audio, kemudian peristiwa itu dapat disimpan dan dapat digunakan ketika diperlukan.


(46)

b. Memanipulasi Keadaan, Peristiwa atau Objek Tertentu

Melalui media pembelajaran, guru dapat menyajikan bahan pelajaran yang bersifat abstrak menjadi konkret sehingga mudah dipahami dan dapat menghilangkan verbalisme. Media pembelajaran bisa membantu menampilkan objek yang terlalu kecil maupun yang terlalu besar. media juga dapat menampilkan proses gerakan yang terlalu cepat atau mempercepat gerakan yang lambat.

c. Menambah Gairah dan Motivasi Belajar Siswa

Media dapat menambah motivasi siswa sehingga perhatian terhadap materi dapat lebih meningkat.

Hamalik (Arsyad, 2011: 15) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, serta membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Menurut Kemp dan Dayton (Arsyad, 2011: 21-23), menyebutkan dampak posotif penggunaan media yaitu sebagai berikut.

a. Penyampaian pembelajaran menjadi lebih baku. Setiap siswa yang melihat atau mendengar penyajian melalui media dapat menerima pesan yang sama. b. Pembelajaran bisa lebih menarik. Media dapat diasosiasikan sebagai penarik


(47)

c. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik, dan penguatan.

d. Lama waktu pembelajaran yang diperlukan dapat dipersingkat. e. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan.

f. Pembelajaran dapat diberikan kapan dan di mana diperlukan.

g. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan.

h. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif, guru tidak harus mengulang ulang penjelasan isi pelajaran

Sudjana dan Rivai (Arsyad, 2011: 24-25) mengemukakan manfaat media dalam proses belajar siswa yaitu sebagai berikut.

a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

b. Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran c. Metode mengajar akan lebih bervariasi

d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar karena siswa tidak hanya mendengarkan uraian guru.

Encyclopedia of Educational Research (Arsyad, 2011: 25) merincikan manfaat media pendidikan sebagai berikut.

a. Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir, oleh karena itu mengurangi verbalisme


(48)

b. Memperbesar perhatian siswa

c. Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap.

d. Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa

e. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu

f. Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa

g. Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan membantu efisiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar.

Berdasarkan uraian teori di atas, media KIT IPA cahaya yang akan dikembangkan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam proses pembelajaran, diantaranya adalah dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi yang disampaikan guru, menghindarkan siswa dari verbalisme dan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret, serta waktu pembelajaran dapat dipersingkat karena penggunaan KIT IPA cahaya yang praktis.

B. Kajian tentang KIT Ilmu Pengetahuan Alam 1. Pengertian KIT IPA

Menurut Shadely (Pujiastuti dan Sujati, 1998: 16) KIT IPA adalah kotak yang berisi seperangkat alat-alat IPA, baik yang berupa alat percobaan maupun alat peraga. KIT IPA dapat pula diartikan sebagai suatu kumpulan sumber belajar yang meliputi lebih dari satu jenis komponen sistem instruksional yang dikaitkan


(49)

dengan subjek tertentu dan direncanakan untuk digunakan sebagai satu unit pelajaran (Kardono, 2012: 25). KIT praktikum diproduksi dan dikemas dalam bentukboxyang berisi peralatan praktikum tentang materi tertentu dan dilengkapi dengan buku panduan praktikum (Hidayati Parida, 2016: 28). Berdasarkan dimensinya, KIT IPA dapat dimasukkan dalam kelompok media tiga dimensi. Hal tersebut sejalan dengan tulisan Oemar Hamalik (1986: 157) yang menyampaikan bahwa salah satu media tiga dimensi adalah lean boxes. Lean boxes ialah kotak yang mempunyai bentuk dan besar sesuai kebutuhan. Kotak ini diisi dengan item yang bertalian dengan unit pelajaran.

Dalam jurnal C-MORE Science Kits as a Classroom Learning Tool (Foley dkk., 2013) disebutkan bahwa science kits contain all (or nearly all) of the equipment, supplies, and curricular materials needed to investigate a particular science topic. Hal tersebut berarti bahwa KIT Sains mengandung semua (atau hampir semua) peralatan, persediaan, dan bahan kurikuler yang diperlukan untuk menyelidiki topik ilmu tertentu. Melalui peralatan yang ada dalam satu rangkaian KIT, siswa dapat menggunakannya untuk melakukan beberapa kegiatan sekaligus. Melalui kegiatan yang dilakukan dengan KIT tersebut, siswa diharapkan dapat menghubungkan konsep yang mereka pelajari dengan peristiwa di kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa KIT IPA adalah sekumpulan alat-alat IPA yang didesain untuk mencapai tujuan tertentu serta digunakan untuk membantu kelancaran proses pembelajaran IPA. Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud mengembangkan media pembelajaran KIT IPA


(50)

untuk pokok bahasan cahaya. KIT IPA cahaya yang dikembangkan bertujuan untuk menyediakan media pembelajaran yang praktis namun dapat memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. KIT ini berisi alat percobaan sifat-sifat cahaya dan model alat optik sederhana, serta dilengkapi buku panduan penggunaan KIT.

2. Jenis-jenis KIT IPA

PT Pudak Scientific, perusahaan pembuat alat-alat praktikum, membagi KIT Percobaan Fisika dalam dua jenis desain dasar yaitu sebagai berikut.

a. Desain KIT Interdependen

1) Merupakan desain KIT yang saling bergantung pada KIT lain dalam seri KIT tersebut untuk meminimumkan jumlah dan jenis komponen dalam seri KIT 2) Beberapa komponen pada satu KIT (komponen pendukung) digunakan pula

pada percobaan KIT lain.

3) Untuk melakukan percobaan lengkap pengguna perlu memiliki keseluruhan seri KIT.

b. Desain KIT Independen

1) Desain KIT yang tidak saling bergantungan dengan KIT lain pada seri tersebut.

2) Topik percobaan dapat dilakukan tanpa memerlukan komponen dari KIT lain. Berdasarkan teori di atas, media KIT yang dikembangkan dalam penelitian ini termasuk dalam desain KIT independen. Hal tersebut dikarenakan KIT IPA cahaya yang akan dikembangkan tidak bergantung pada KIT lain dan tidak memerlukan komponen dari KIT lain saat digunakan.


(51)

3. Kegunaan KIT IPA

Menurut Oemar Hamalik (Pujiastuti dan Sujati, 1998: 17) menyatakan bahwa dengan digunakannya KIT IPA dalam proses pembelajaran maka akan memberikan sumbangan positif, diantaranya: a) membantu mengembangkan pemahaman konsep-konsep IPA, b) memberi dasar berpikir yang konkret sehingga mengurangi terjadinya verbalisme, dan c) memberikan pengajaran nyata yang dapat menumbuhkan keinginan untuk melakukan pengamatan terhadap lingkungannya. Keefektifan penggunaan KIT IPA tersebut tentu berkaitan erat dengan pemahaman guru tentang bagaimana cara menggunakan KIT IPA. Dalam Panduan Pengelolaan dan Pemanfaatan Laboratorium IPA (Kemdikbud, 2014) dinyatakan bahwa cara optimal untuk memanfaatkan KIT IPA adalah meminta siswa untuk meragakan dan menjelaskan semua objek dan peristiwa yang terdapat pada KIT yang dicoba siswa tanpa menggunakan pertanyaan-pertanyaan bimbingan. Semua pertanyaan bimbingan diganti dengan prosedur berpikir dan bekerja yang harus dipahami dan dilakukan siswa.

Menurut Asri Budiningsih (Pujiastuti dan Sujati, 1998: 17), KIT IPA sebagai bagian dari media pembelajaran memberi peranan penting dalam menciptakan masyarakat gemar belajar. KIT IPA sebagai media dapat memberi pengalaman belajar secara konkret sehingga dapat memberi rangsangan pada siswa untuk mempelajari hal-hal baru dan meningkatkan perhatian siswa saat pembelajaran berlangsung. Penggunaan media pembelajaran konkret, seperti KIT IPA, diharapkan dapat mengurangi dominasi metode ceramah yang sering dilakukan guru. Percival dan Ellington (Pratiwi Pujiastuti dan Sujati, 1998: 18)


(52)

menyatakan bahwa rentang perhatian siswa akan menurun drastis apabila guru hanya menggunakan metode ceramah. Dalam waktu 50 menit, rentang perhatian siswa pada awal pembelajaran berkisar 12-15 menit. Sedangkan saat mendekati akhir pembelajaran akan turun menjadi 3-5 menit.

Selain memberikan kegunaan atau manfaat untuk siswa maupun proses pembelajaran, KIT IPA juga dapat memberikan manfaat bagi guru kelas. Seperti yang disampaikan Sherman dan MacDonald (2008: 96-97) bahwa science kits increased teacher content knowledge, pedagogic content knowledge, teacher confidence, and enthusiasm for science. The kits have helped teachers feel better prepared to offer an exciting approach to science and to integrate science into other curriculum areas. Guru juga dapat memodifikasi KIT sesuai dengan kebutuhan kelasnya.

Berdasarkan uraian tersebut, media KIT IPA cahaya yang dikembangkan dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai: a) alat bantu guru dalam menanamkan konsep cahaya pada siswa, b) memberikan pengalaman konkret pada siswa dalam mempelajari materi cahaya, dan c) meningkatkan motivasi belajar dan perhatian siswa dalam pembelajaran IPA, khususnya materi cahaya.

C. Kajian tentang Ilmu Pengetahuan Alam 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sering diartikan sebagai pengetahuan tentang alam semesta dan segala isinya. Hendro Darmojo (Samatowa, 2006: 2) mengemukakan bahwa IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif


(53)

tentang alam semesta dengan segala isinya. Sedangkan Nash (Samatowa, 2006: 2) menyatakan bahwa IPA merupakan suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Ahli lain, seperti Powler (Samatowa, 2006: 2), mengungkapkan bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen.

Berdasarkan definisi IPA dari para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu yang mempunyai objek dan menggunakan metode ilmiah. IPA membahas tentang gejala alam berdasarkan hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan manusia. Hakikatnya, IPA dapat dipandang dari segi produk, proses, dan dari segi pengembangan sikap (Sulistyorini, 2007: 9).

IPA sebagai produk merupakan akumulasi hasil upaya para perintis IPA terdahulu dan umunya telah tersusun secara lengkap dan sistematis dalam bentuk buku teks (Sulistyorini, 2007: 9). IPA sebagai proses yaitu proses mendapatkan IPA itu sendiri yang dapat disebut metode ilmiah. Proses mendapatkan IPA memerlukan sepuluh keterampilan dasar yaitu: observasi, klarifikasi, interpretasi, hipotesis, mengendalikan variabel, merencanakan dan melaksanakan penelitian, interfensi, aplikasi, dan komunikasi (Sulistyorini, 2007: 9-10). Sedangkan Wynne Harlen (Sulistyorini, 2007: 10) setidaknya ada sembilan aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan siswa SD, yaitu:

a. sikap ingin tahu,

b. sikap ingin medapatkan sesuatu yang baru, c. sikap kerja sama,

d. sikap tidak putus asa, e. sikap tidak berprasangka,


(54)

g. sikap tanggung jawab, h. sikap berpikir bebas, dan i. sikap kedisiplinan diri.

Sikap di atas dapat dikembangkan melalui diskusi, percobaan, simulasi, atau kegiatan lapangan saat pembelajaran IPA berlangsung.

2. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mulai diajarkan pada anak sejak Sekolah Dasar (SD). Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi siswa SD untuk mempelajari alam sekitar secara ilmiah. Di tingkat SD/ MI, pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan serta pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Sulistyorini, 2007: 39). Keterampilan proses IPA untuk siswa didefinisikan oleh Paolo dan Marten (Samatowa, 2006: 12) diantaranya: a) mengamati, b) mencoba memahami apa yang diamati, c) mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, dan d) menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah.

Adanya pelajaran IPA di SD tentu memiliki tujuan. Tujuan pelajaran IPA SD menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Sulistyorini, 2007: 40) adalah sebagai berikut.

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari


(55)

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Tidak hanya mencantumkan tujuan pelajaran IPA untuk siswa, KTSP juga mengatur ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/ MI yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut (Sulistyorini, 2007: 40).

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas

c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/ MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan (Sulistyorini, 2007: 39). Dalam KTSP, SK dan KD telah dibagi berdasarkan jenjang kelasnya dan juga disesuaikan dengan semester yang ditempuh. Berikut ini adalah SK dan KD IPA kelas 5 semester 2 berdasarkan KTSP yang berlaku (Sulistyorini, 2007: 45).


(56)

Tabel 1. SK dan KD IPA kelas 5 semester 2 Berdasarkan KTSP 2016 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Energi dan Perubahannya

5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya

5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)

5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat

6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model

6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya 6.2 Membuat suatu karya/model,

misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya Bumi dan Alam Semesta

7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam

7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan

7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah 7.3 Mendeskripsikan struktur bumi 7.4 Mendeskripsikan proses daur air

dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya

7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan air

7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan

7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi (pertanian, perkotaan, dsb)

Berdasarkan uraian di atas, media KIT IPA di penelitian ini dikembangkan sesuai dengan tujuan, ruang lingkup, serta SK dan KD yang telah dipetakan dalam kurikulum. Pengembangan media KIT IPA ini juga menekankan agar siswa dapat mencari sendiri pengetahuannya melalui pengamatan atau observasi maupun melakukan sendiri berbagai percobaan menggunakan KIT tersebut.


(57)

D. Kajian tentang Pokok Bahasan Cahaya di Sekolah Dasar

Cahaya merupakan salah satu bab dalam mata pelajaran IPA kelas 5 semester 2. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti pada guru kelas 5C SDN Rejowinangun 1 diketahui bahwa cahaya merupakan materi yang cukup abstrak bagi siswa. Materi cahaya yang terdapat dalam buku IPA Salingtemas 5 untuk SD MI kelas V (Azmiyawati dkk., 2008: 110-120) yang digunakan di SDN Rejowinangun adalah sebagai berikut.

1. Sifat-sifat Cahaya

a. Cahaya Merambat Lurus

Cahaya memiliki arah rambatan menurut garis lurus. Tidak semua benda dapat memancarkan cahaya. Berdasarkan dapat tidaknya memancarkan cahaya, benda dikelompokkan menjadi benda sumber cahaya dan benda gelap. Benda sumber cahaya dapat memancarkan cahaya, seperti matahari, lampu, dan nyala api. Sedangkan benda gelap adalah benda yang tidak bisa memancarkan cahaya, misalnya batu, kayu, dan kertas.

Berdasarkan dapat dan tidaknya benda meneruskan cahaya, benda dibedakan menjadi benda tidak tembus cahaya dan benda tembus cahaya. Benda tidak tembus cahaya tidak dapat meneruskan cahaya yang mengenainya dan benda iki akan membentu bayangan. Contoh benda tidak tembus cahaya adalah karton, kayu, dan tembok. Sementara itu, benda yang tembus cahaya dapat meneruskan cahaya yang mengenainya. Contoh benda yang tembus cahaya adalah kaca.


(58)

b. Cahaya Dapat Dipantulkan

Pemantulan cahaya ada dua jenis yaitu pemantulan baur (pemantulan difus) dan pemantulan teratur. Pemantulan baur terjadi apabila cahaya mengenai permukaan yang kasar atau tidak rata. Pada pemantulan baur, sinar pantul arahnya tidak beraturan. Sedangkan pemantulan teratur terjadi jika cahaya mengenai permukaan yang rata, licin, dan mengilap, misalnya cermin. Pada pemantulan ini sinar pantul memiliki arah yang teratur.

Cermin merupakan salah satu benda yang memantulkan cahaya. Berdasarkan bentuk permukaannya, ada cermin datar dan cermin lengkung. Cermin lengkung ada dua macam, yatu cermin cekung dan cermin cembung. Penjelasan masing-masing jenis cermin tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. 1) Cermin Datar

Cermin datar yaitu cermin yang permukaan bidang pantulnya datar. Sifat cermin datar adalah: a) ukuran bayangan sama dengan ukuran benda, b) jarak bayangan sama dengan jarak benda ke cermin, c) kenampakan bayangan berlawanan dengan benda, d) bayangannya tegak, e) bayangan bersifat semua atau maya.

2) Cermin Cembung

Cermin cembung adalah cermin yang permukaannya melengkung ke arah luar. Biasanya digunakan untuk spion. Bayangan cermin ini bersifat maya, tegak, diperkecil.


(59)

3) Cermin Cekung

Cermin cekung yaitu cermin yang bidang pantulnya melengkung ke arah dalam. Biasanya digunakan sebagai reflektor pada lampu mobil dan senter. Sifat bayangan yang dibentuk tergantung pada letak benda terhadap cermin. Jika benda dekat dengan cermin cekung, bayangan bersifat tegak, maya, dan diperbesar. Jika benda jauh dari cermin cekung, bayangan benda bersifat nyata dan terbalik.

c. Cahaya Dapat Dibiaskan

Pembiasan adalah peristiwa pembelokan arah rambatan cahaya setelah melewati medium rambatan yang berbeda. Apabila cahaya merambat dari zat yang kurang rapat ke zat yang lebih rapat, cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Sebaliknya, apabila cahaya merambat dari zat yang lebih rapat ke zat yang kurang rapat cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal.

d. Cahaya Dapat Diuraikan

Cahaya matahari yang kita lihat berwarna putih sebenarnya tersusun atas banyak cahaya berwarna. Cahaya matahari diuraikan oleh titik-titik air di awan sehingga terbentuk warna pelangi. Pelangi terjadi karena peristiwa penguraian cahaya (dispersi). Dispersi merupakan penguraian cahaya putih menjadi menjadi berbagai cahaya warna.


(60)

2. Pemanfaatan Sifat-sifat Cahaya dalam Karya Sederhana a. Periskop

Periskop menerapkan sifat pemantulan cahaya. Periskop sering digunakan dalam kapal selam.

b. Kaleidoskop

Dengan kaleidoskop kita dapat melihat pola yang mengagumkan karena benda yang terdapat dalam kaleidoskop mengalami pemantulan berkali-kali.

c. Lup

Lup merupakan alat optik yang sangat sederhana. Alat ini berupa lensa cembung yang berfungsi membantu mata untuk melihat benda-benda kecil agar nampak besar dan jelas.

Berdasarkan uraian materi di atas dan melihat referensi buku IPA kelas 5 SD yang lain, pengembangan media dalam penelitian ini yang berupa KIT IPA akan difokuskan pada materi sifat-sifat cahaya dan pemanfaatan sifat cahaya. Alat-alat dalam KIT IPA dirancang untuk dapat menampilkan sifat-sifat cahaya, diantaranya cahaya merambat lurus, cahaya menembus benda bening, cahaya dapat dipantulkan, cahaya dapat dibiaskan, dan cahaya dapat diuraikan. Sedangkan materi pemanfaatan cahaya akan ditunjang melalui model alat yang dapat digunakan sebagai contoh kepada anak-anak. Model yang dimasukkan dalam KIT diantaranya periskop, kaleidoskop, dan lup.


(61)

E. Karakteristik Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar

Siswa Sekolah Dasar (SD) berada pada tahap anak-anak akhir dengan kisaran usia 7-12 tahun. Menurut Piaget (Izzaty, dkk.,2013: 104) masa anak-anak akhir tergolong pada masa operasional konkret dimana anak berpikir logis terhadap objek yang konkret. Masa anak-anak akhir dibagi menjadi dua fase yaitu masa kelas rendah dan kelas tinggi Sekolah Dasar. Masa kelas rendah berlangsung antara usia 6/7 tahun – 9/10 tahun, biasanya anak-anak duduk di kelas 1-3. Sedangkan masa kelas tinggi yaitu berlangsung antara usia 9/10 tahun– 12/13 tahun, biasanya anak telah duduk di kelas 4-6 (Izzaty, dkk.,2013: 114-115).

Dalam penelitian ini, pengembangan media akan disesuaikan dengan karateristik siswa kelas 5 yang termasuk fase kelas tinggi. Ada pun karakteristik anak pada fase kelas tinggi adalah sebagai berikut (Izzaty, dkk.,2013: 115).

1. Perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari. 2. Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis.

3. Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus.

4. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.

5. Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.

Hendro Darmojo dan Jenny R. E. K (1993: 20) mengutarakan bahwa pada pada akhir tahap operasional konkret ini anak-anak telah dapat memahami perkalian, pembagian, subtitusi, analisis, dan sintesis. Anak-anak juga dapat berpikir abstrak yang sederhana misalnya memahami konsep berat, gaya, dan ruang. Sesuai teori yang telah dijabarkan, dapat di ambil kesimpulan bahwa pada pembelajaran di kelas, termasuk pembelajaran IPA, siswa SD masih sangat membutuhkan benda-benda konkret untuk menunjang kemampuan intelektualnya.


(62)

Memperhatikan karakteristik siswa SD yang tergolong operasinal konkret, media KIT IPA untuk pokok bahasan cahaya yang dikembangkan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi kesempatan siswa belajar lebih konkret dan menghindarkan siswa dari verbalisme. Media ini dapat melibatkan indera siswa secara maksimal sehingga pembelajaran dapat lebih bermakna. Siswa tidak hanya sekedar mengangan-angan tentang sifat-sifat cahaya maupun contoh alat optik namun mereka dapat melihatnya secara langsung melalui percobaan yang dilakukan menggunakan KIT maupun melihat model alat optik dalam KIT tersebut. Melalui percobaan dan model alat optik yang dilihat tersebut siswa kelas 5, yang termasuk dalam fase kelas tinggi yang memiliki kemampuan analisis, diharapkan mampu menghubungkan kejadian di kehidupan sehari-hari dengan materi yang sedang mereka pelajari.

F. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian pengembangan media KIT IPA Cahaya ini mengacu pada beberapa penelitian relevan yang dahulu telah dilakukan. Penelitian relevan yang dijadikan acuan diantaranya adalah pengembangan KIT praktikum fisika berbasis Personal Desk Laboratory System, kelayakan kit praktikum sederhana sebagai media pembelajaran pada materi listrik statis, dan pengembangan C-MORE kits. Masing-masing penelitian relevan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

Pengembangan KIT Praktikum Fisika Berbasis Personal Desk Laboratory System (PDLS) untuk Meningkatkan Sikap Berpikir Kritis dan Kemampuan Memecahkan Masalah Siswa SMA merupakan penelitian tesis yang disusun oleh


(63)

PDLS dinyatakan layak dengan kategori sangat baik. Produk juga dinyatakan efektif berdasarkan hasil observasi sikap berpikir kritis dengan perolehan gain standar 0,51 (kategori sedang) serta memperoleh gain standar 0,71 (kategori tinggi) untuk kemampuan siswa memecahkan masalah.

Penelitian relevan yang kedua adalah Kelayakan Kit Praktikum Sederhana sebagai Media Pembelajaran pada Materi Listrik Statis (Lailatul Ahadia, dkk., 2016). Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan media kit praktikum sederhana pada materi listrik statis yang layak berdasarkan aspek validitas, kepraktisan, dan keefektifan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kit praktikum sederhana yang dikembangkan memperoleh kriteria sangat layak berdasarkan aspek validitas ditinjau dari hasil penilaian para validator. Berdasarkan aspek kepraktisan yang dilihat dari hasil observasi guru dan observasi kegiatan siswa, kit praktikum yang dikembangkan memperoleh kriteria sangat baik. Kit praktikum sederhana pada materi listrik statis juga dinyatakan layak dari aspek keefektifan untuk meningkatkan hasil belajar siswa, baik pada ranah sikap, pengetahuan, maupun ranah keterampilan.

Penelitian relevan yang ketiga diambil dari Journal of Geoscience Educationdengan judul C-MORE Science Kits as a Classroom Learning Tool (J. M. Foley dkk., 2013). Center for Microbial Oceanography: Research and Education (C-MORE) mengembangkan kit portabel untuk topik oseanografi. Kit ini dievaluasi melalui dua cara yaitu penilaian kualitatif dari pengalaman guru dan penilaian kuantitatif dari belajar siswa. Hasil penilaian kualitatif dari pengalaman guru menunjukkan bahwa kit mudah dipinjam dan digunakan guru, dapat


(64)

melibatkan siswa secara aktif saat pembelajaran, dan menciptakan pembelajaran bermakna bagi siswa. Sedangkan hasil penilaian kuantitatif dari belajar siswa menunjukkan hanya terjadi sedikit penurunan pengetahuan antara posttest 1 dan posttest2 (posttest2 dilakukan 2 minggu setelah posttest 1). Berdasarkan evaluasi guru dan siswa siswa tersebut, dapat disimpulkan bahwaC-MORE kitsadalah alat yang efektif sebagai model untuk mendukung kurikulum yang diajarkan.

Penelitian di atas menjadi acuan peneliti dalam mengembangkan KIT IPA Cahaya. Melalui tiga penelitian relevan di atas dapat diketahui bahwa KIT yang dikembangkan melalui penelitian dapat digunakan untuk mengetahui berbagai hal, diantaranya mengetahui peningkatan sikap berpikir kritis, kemampuan siswa memecahkan masalah dan peningkatan hasil belajar siswa. Masing-masing KIT yang dikembangkan dalam penelitian di atas dinyatakan layak digunakan berdasarkan penilaian validator maupun dari penilaian guru atau observasi aktivitas siswa.

Dalam penelitian ini, KIT yang dikembangkan adalah KIT IPA untuk pokok bahasan cahaya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengahasilkan produk KIT IPA Cahaya yang layak dan efektif digunakan dalam pembelajaran IPA. Kelayakan KIT IPA dilihat dari hasil validasi ahli, respon guru, dan respon siswa sebagai pengguna. Keefektifan KIT diketahui dari uji gain yang dilakukan berdasarkan nilaipretestdanpostestsiswa selama kegiatan uji coba.


(65)

G. Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini disajikan dalam bagan berikut ini. IPA diperoleh dan dipelajari atas dasarhands-ondanminds-on. Pembelajaran

IPA seharusnya dilaksanakan dengan cara memberi kesempatan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri.

Memerlukan media untuk menunjang pembelajaran

Salah satu media yang dapat digunakan untuk menunjang pembelajaran IPA adalah KIT IPA

MASALAH

Alat-alat dalam KIT kurang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran (tidak mencakup seluruh materi dalam satu bab, khususnya untuk KIT Cahaya)

SOLUSI

Mengembangkan KIT IPA untuk pokok bahasan cahaya.

KIT IPA Cahaya yang dikembangkan mendapat kriteria layak dan efektif digunakan dalam pembelajaran IPA Kelas 5

KIT IPA Cahaya dapat membantu siswa memahami konsep cahaya, memberi kesempatan siswa untuk mencari pengetahuannya sendiri, dan menambah

semangat siswa dalam belajar IPA.

Materi cahaya memerlukan media yang sesuai untuk mendukung kegiatan percobaan siswa


(66)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian dan pengembangan (Research and Development/ R&D). Borg dan Gall (1983: 772) menyatakan bahwa R & D is a process used to develop and validate educational products. Sejalan dengan Borg and Gall, Sugiyono (2013: 407) mengungkapkan bahwa R & D adalah suatu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Penelitian dan pengembangan dapat juga didefinisikan sebagai suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggungjawabkan (Sukmadinata, 2010: 164). Produk yang dihasilkan R & D tidak selalu berbentuk benda atau perangkat keras (hardware), namun dapat pula berbentuk perangkat lunak (software). R & D menekankan produk yang berguna atau bermanfaat dalam berbagai bentuk sebagai perluasan, tambahan, dan inovasi dari bentuk-bentuk yang sudah ada (Putra, 2015: 70).

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang menghasilkan produk berupa media pembelajaran yang dikemas dalam bentuk KIT IPA untuk pokok bahasan cahaya (hardware). KIT IPA ini ditujukan untuk membantu pembelajaran IPA di Kelas 5 SD Negeri Rejowinangun 1 Yogyakarta.

B. Prosedur Penelitian

Dalam menghasilkan produk yang layak digunakan tentu diperlukan prosedur penelitian yang sesuai. Penelitian pengembangan ini menggunakan


(67)

model pengembangan 4-D. Model 4-D meliputi empat tahap yaitu Define (pendefinisian), Design (perancangan), Develop (pengembangan), dan Dissemination (penyebaran) (Thiagarajan dkk., 1974: 5). Jika digambarkan secara skematis, empat tahap penelitian pengembangan tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar 4. Desain Penelitian 4D (Thiagarajan, dkk., 1974) Front-End Analysis

Learner Analysis

Task Analysis Concept Analysis

Specification of Obsjectives

Criterion-test Construction

Media Selection

Format Selection

Initial Design

Expert Appraisal

Developmental Testing

Validation Testing

Packaging

Diffusion and Adoption

Stage 1: Define

Stage 2: Design

Stage 3: Develop

Stage 4: Disseminate


(68)

Model 4-D tersebut tidak seluruhnya digunakan dalam penelitian ini, melainkan dimodifikasi menjadi model 3-D yaitu tahap Define, Design, dan Develop. Tahap Disseminate tidak dilaksanakan dikarenakan terbatasnya kemampuan peneliti, baik dalam waktu, tenaga, maupun biaya, untuk menyebarluaskan produk media yang dihasilkan. Model 3-D yang dilakukan dalam penelitian ini tidak hanya menggunakan teori penelitian milik Thiagarajan dkk. (1974) melainkan dikombinasi juga dengan teori evaluasi formatif milik Dick dan Carey (1978). Teori evaluasi formatif dimasukkan dalam tahap develop (pengembangan) untuk memudahkan peneliti dalam menentukan jumlah subjek penelitian saat uji coba media dilaksanakan. Langkah dalam teori evaluasi media tersebut ada tiga, yaitu one to one evaluation, small-group evaluation, dan field evaluation. Secara skematis, model pengembangan 3-D ditunjukkan pada gambar di bawah ini.


(69)

Gambar 5. Desain Penelitian 3D yang dimodifikasi dari model 4D (Thiagarajan, dkk., 1974) dan Evaluasi Formatif (Dick dan Carey, 1978)

Media KIT IPA CAHAYA Revisi 4 Draf 2 Draf 4 Small-group evaluation Field evaluation P E N G E M BA N G A N Revisi 1 Revisi 3 Draf 1 PERANCANGAN PENDEFINISIAN Analisis awal-akhir

Analisis siswa

Analisis tugas

Analisis konsep

Perumusan tujuan pembelajaran

Pemilihan media

Pemilihan format

Rancangan awal Penyusunan tes kriteria

Validasi Ahli

One to one evaluation Revisi 2


(1)

246 Lampiran 20. Dokumentasi Penelitian

(Uji Coba One to One)

(Uji Coba One to One)


(2)

247

(Uji Coba Kelompok Kecil)

(Uji Coba Kelompok Kecil)


(3)

248

(Uji Coba Lapangan)


(4)

249 Lampiran 21.DesignMedia KIT IPA Cahaya

(Design boxKIT)


(5)

250

(Designkotak percobaan saat berbentuk kecil)

(Designkotak percobaan dari samping)


(6)

251