Anak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M 3. Gita Kencana, S.K.M, M.P.H

Sebagai seorang yang terinfeksi HIV, pada awalnya Handoko tidak bisa menerima kenyataan ia terinfeksi, tetapi setelah ia merenungkan kembali akhirnya ia dapat menerima ini sebagai konsekuensi atas perbuatannya dahulu. Handoko juga melihat hal ini sebagai cara Tuhan agar ia bertobat. Saat ini Handoko belajar untuk hidup lebih baik dengan menjaga kesehatan, meminum obat teratur dan mengisi harinya dengan kegiatan positif. Handoko memiliki harapan untuk menjadi ODHA yang berprestasi agar memperbaiki stigma negatif tentang HIV-AIDS.

c.Anak

Handoko tinggal di keluarga yang ikatan antar anggota keluarga tidak kuat, baik secara emosional maupun secara adatbudaya. Hal ini karena fungsi ayah dalam keluarga ini lemah. Ayah Handoko tidak memiliki pekerjaan tetap dan menghabiskan lebih banyak waktu di kedai. Tanggungjawab memenuhi kebutuhan rumah tangga diambil oleh ibu Handoko, sehingga fungsi ibu Handoko sebagai pemerhati anak- anaknya tidak berjalan. Apalagi di saat-saat remaja, kebutuhan emosional Handoko perlu diperhatikan tetapi hal ini tidak didapat Handoko dari keluarga. Hal ini yang menyebabkan Handoko dulu tidak memiliki konsep diri yang kuat sebagai seorang anak. Handoko malah melihat dirinya sebagai seorang anak yang tidak berterimakasih kepada keluarganya. Handoko sangat dekat dengan ibunya. “Kawan gado ini..Kalo ketemu begado, tapi kalo ga jumpa dicariin..” begitu kata ibunya mengomentari hubungannya dengan Handoko sambil tertawa. Sejak kecil, menurut ibunya, Handoko sering sakit-sakitan dan hal ini yang membuat ibu Handoko sangat memperhatikan Handoko. Universitas Sumatera Utara “Si Handoko ini dari kecil udah banyak sakitnya.. dari lahir pun, ntah apa-apa aja.. bayi dah kena tubu-tubu dia.. ntah apa la bahasa indonesianya.. yang kutau tubu-tubu la.. kayak ganti kulit itu.. diam sejenak dan berpikir Sakit kuning juga pernah.. umur 5 tahun…” Handoko disekolahkan keluarganya di Medan, mulai dari SD, SMP dan SMK. Pada saat SD dan SMP, ia merupakan murid yang berprestasi dan sering menjadi juara kelas. Hal ini juga diakui oleh ibunya, “Oh.. dulu juara aja ini si Handoko ini.. Dulu bapaknya pun bangga kali ama dia.. Sayang dulu bapaknya ini samanya..”. Penurunan prestasi Handoko dimulai sejak dia memasuki SMK. Pada saat itu, di daerah sekitar rumah Handoko juga sudah banyak pemuda-pemuda yang memakai narkoba. H juga merupakan salah satunya. Hal ini menyebabkan Handoko sampai tidak lulus dan harus keluar dari sekolahnya. “Dulu anak-anak di kampung ini banyak yang kena narkoba, Cuma 3 orang la yang masih hidup sampai sekarang, si Handoko la salah satunya..” Hal yang sama juga diakui Handoko pada waktu yang berbeda, ketika berbicara tentang masa lalunya. Handoko mengaku bahwa ia pernah tidak lulus SMK dan harus mengulang dari kelas I kembali dengan jurusan SMK yang berbeda. “Saya di smk dulu… tapi ga lulus.. taulaah gimana anak muda.. jadinya 2 kali sekolah.. aku putus di tengah jalan. Trus coba satu lagi.. diam sma baru mulai la kenal barang-barang gituan.. kelas 2 la.. ada dapat dari teman, emang cari sendiri. biar keliatan gaul.. diam Sempat juga nganggur 1 tahun 2 tahun gitu, sebelum coba smk yang baru, kerja di pabrik jugalah..” Sejak Handoko mulai terlibat dengan narkoba, hubungan Handoko dengan keluarganya memang semakin jauh. Ayahnya dan adiknya juga sudah tidak perduli Universitas Sumatera Utara lagi dengan Handoko. Hanya ibunya yang berjuang untuk melepaskan Handoko dari jerat narkoba. Ibu Handoko kerap mendatangi Handoko dan gengnya ke tempat mereka berkumpul untuk memakai narkoba dan membubarkan mereka. “Awak bilang mati aja la kau tapi sebenarnya dalam hati janganlah mati anakku ini ya Allah.. Untuk si Handoko ini, ga tau la aku ntah apa lagi yang belum ku buat.. kukejar dia sampai kemanapun dulu.. kemana orang ini pergi, asal kedengaran amaku, kudatangi.. mana takut awak ama mereka.. mereka pun hormatnya amaku.. Pernah si Handoko bilang mamak ini kayak tekkap take up aja.. iya tekkap mu kubilang..” Tindakan ibu Handoko yang demikian sudah dikenal oleh teman-teman Handoko. Mereka tidak keberatan bahkan senang ada yang memperhatikan mereka. Ibu Handoko bebas datang ke tempat mereka berkumpul. Ibu Handoko, bahkan pernah mengambil jarum suntik yang mereka pakai dan menguburkannya supaya tidak mereka pakai lagi, “Takut juga awak sebenarnya, tapi daripada dipake mereka lagi, udahlah kutanam aja di belakang rumah..”. Semua hal itu dilakukan ibu Handoko bertahun-tahun, bahkan sampai suatu saat Handoko ditangkap polisi karena memakai narkoba dan dijatuhi hukuman penjara. Ibu Handoko berjuang agar Handoko dibebaskan dari penjara dengan cara mencari uang untuk meringankan hukuman Handoko. “Waktu dia di penjara juga, awak cari la cara supaya ada duit untuk keluarkan dia.. sampai pecahin batu-batu awak.. semua la kukerjakan biar ada juga uang untuk makannya disana..” Handoko sendiri pernah bercerita bahwa ketika ia masuk penjara, ibunya berjuang keras di luar untuk membebaskannya. Handoko sendiri mengaku tidak mau berlama- Universitas Sumatera Utara lama di penjara. Walaupun agak ragu untuk mengatakan hal ini, tetapi akhirnya dia mengakui bahwa ia memberi uang agar hukuman penjaranya dikurangi. “Sekali masuk penjara siapa yang mau masuk lagi ya kan.. Kalo masuk penjara, main di jaksa, jadi 4 bulan la.. sempat 8 bulan la di dalam.. kalo ga, bisa lama..” Setelah Handoko keluar dari penjara, Handoko masih tetap menggunakan obat- obatan. Sampai pada saat Handoko terkena sakit parah dan akhirnya harus dibawa ke rumah sakit, ibu Handoko yang mengurus Handoko. “Karena si Handoko inilah jadi banyak pengetahuan awak kan.. Gara-gara bawa dia berobatla, ntah dah kemana-mana awak, ke adam malik, ke puskesmas, dinas… Ah, banyaklah.. Dari yang ga tau awak jadi tau.. Tapi repot kali memang waktu itu.. Jadinya kita minta tolong kan Handoko, ama temanmu yang dari mana itu? Dari G salah satu LSM Penanggulangan Narkoba itu kan? Jadinya dibantu la kami..”. Saat ini ibu Handoko ingin agar Handoko berhenti memakai narkoba. Ibu Handoko tidak terlalu mengerti kondisi Handoko saat ini, tapi dia tahu Handoko harus minum obat tiap hari, “Itulah obat-obatnya Handoko.. sambil menunjuk lemari yang ada di ruang depan. Lihatlah kan banyak kali..”. Yang paling penting bagi ibu Handoko, agar Handoko berhenti memakai narkoba, bekerja dan akhirnya menikah. “Sekarang awak dah pasrah.. ga mungkin awak bilang anak awak dah baik padahal ada orang yang liat dia lagi make.. Tapi ama Handoko dah awak bilangnya, kau itu dah dewasa, berhenti la pake obat-obat itu.. Bekerja la kau.. Awak pun pengen si Handoko ini cepat kawin la.. ga mungkin awak yang ngurus dia kan.. ga mungkin adiknya juga, bisa dicampakkan la dia.. “ Handoko sendiri tidak menutupi kenyataan bahwa ibunya berjuang keras untuk dirinya. Handoko menyadari bahwa ia tidak dapat membalas kasih sayang dari Universitas Sumatera Utara ibunya selain berubah menjadi lebih baik. Handoko merasa ia adalah anak yang selama ini tidak tahu berterimakasih karena tidak dapat membahagiakan ibunya. “Kalo mamak itu ga tau lagi lah.. salut awak ama dia.. benar.. memang benar la kasih ibu itu sepanjang masa ya kan.. dialah yang berjuang untuk awak.. Aku dalam penjarapun, dia yang berjuang membebaskan.. Suka sedih awak kalo bicara soal ibu.. awak ini emang anak yang ga tau terimakasih sebenarnya.. Tapi awak sekarang berjuang la kan..” Saat ini Handoko sedang berjuang untuk pulih dari ketergantungannya. Perhatian yang ibu Handoko berikan berperan penting dalam proses pemulihan Handoko. Handoko melihat perjuangan ibunya untuk kesembuhannya sebagai bentuk kasih sayang ibunya kepadanya. Oleh sebab itu Handoko memiliki harapan untuk membahagiakan keluarganya, terutama ibunya. Keinginan ibu Handoko adalah agar melihat Handoko menikah dan tidak terjerat kembali ke narkoba. Sebagai seorang anak, Handoko memiliki keinginan untuk membahagiakan keluarganya, tetapi di sisi lain Handoko juga memiliki keterbatasan dalam mewujudkannya dan hal ini menjadi salah satu hal yang menjadi stresor dalam hidup Handoko.

d.Pekerja LSM