bahwa ODHA adalah orang yang membutuhkan informasi dan informasi ini yang menolong ODHA semakin pulih.
Pikiran, perasaan dan perilaku yang dialami Astri tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan oleh para ahli. Perbedaan yang dialami Asti adalah dalam menanggapi
diagnosa HIV-nya pertama kali menggunakan mekanisme koping emotion-focused coping untuk menolongnya menutupi perasaannya dan fokus merawat suaminya
sampai suaminya meninggal. Selain itu, Astri juga tidak mendapat perlakuan atau stigma dari orang-orang yang mengetahui tentang statusnya.
b.Konsep diri Handoko sebagai ODHA
Reaksi Handoko ketika mengetahui bahwa ia terkena infeksi HIV adalah rasa marah, ada keinginan balas dendam dan frustasi. Setelah melewati perasaan dan pemikiran
demikian, Handoko mulai berpikir ulang dan akhirnya menerima kenyataan dan menerima dirinya sendiri. Hal ini membuat Handoko lebih terbuka terhadap
informasi dan layanan kesehatan. Handoko juga mengembangkan pola hidup yang sehat dan mencari dukungan sosial dari komunitas yang lebih positif.
Menurut informasi dari para akitivis HIV-AIDS, mayoritas orang yang terkena HIV- AIDS akan mengalami respon takut dan marah ketika ia didiagnosa dengan HIV-
AIDS. Hal ini disebabkan karena adanya stigma yang berkaitan dengan moral dari masyarakat umum. Handoko juga mengalami hal yang demikian, bahkan ia juga
memiliki keinginan untuk membalas dendam dengan cara menularkan virus HIV kepada orang lain. Pada akhirnya Handoko menerima kondisinya dan mencari
pengobatan. Handoko dapat sampai ke titik ini adalah hasil dari refleksinya atas
Universitas Sumatera Utara
hidupnya dan interaksi dengan para petugas lapangan LSM dan Handoko melihat kesemua hal ini adalah cara Tuhan untuk membuat ia bertobat. Dalam istilah Lazarus
dan Folkman, hal ini disebut accepting responsibility. Sama seperti Astri, proses pemulihan Handoko mulai ketika ia dapat menerima
dirinya sendiri. Tetapi berbeda dari Astri, konsep diri Handoko sebagai seorang pecandu narkoba suntik, menurut Handoko jauh lebih kuat daripada sebagai seorang
ODHA. Proses pemulihan yang sedang Handoko jalani terutama ditujukan untuk melepaskan ketergantungannya dari kecanduan akan penggunaan narkoba. Handoko
melihat ini sebagai suatu proses yang panjang tetapi Handoko memiliki harapan akan berhasil suatu saat nanti.
Sebagai seorang ODHA, Handoko juga termasuk orang yang menutup status HIV- nya kepada orang lain, kecuali kepada keluarga dan komunitas. Hal ini dilakukan
Handoko karena ada perasaan takut. Bahkan ketika Handoko hendak memberitahu kepada keluarga untuk pertama kali, Handoko merasakan ketakutan. Ketakutan yang
dirasakan Handoko adalah ketakutan mengecewakan keluarga terkhusus ibunya. Dalam hal membukakan status kepada orang lain, Handoko juga merasakan
ketakutan tidak diterima oleh orang lain dan mengalami stigma dan diskriminasi. Apa yang dirasakan oleh Handoko, menurut informasi dari Benny dan Linda Maas
adalah hal yang biasa terjadi di kalangan ODHA. Hal ini disebabkan oleh perlakuan yang mungkin akan mereka terima jika mereka memberitahu status HIV mereka.
Benny juga menambahkan bahwa kalaupun ODHA membuka status mereka kepada
Universitas Sumatera Utara
orang yang tidak terlalu dekat adalah dalam rangka kepentingan advokasi dan itu dilakukan di tempat atau lingkungan yang jauh dari tempat asal mereka.
Hal lain yang didapat dari konsep diri Handoko sebagai ODHA adalah perilaku Handoko untuk mengubah tindakan perilaku berisikonya ketika ia memutuskan untuk
dipulihkan. Handoko juga menggunakan layanan kesehatan yang ada untuk mendapatkan informasi dan fasilitas untuk perawatannya. Gita dan Mutiara
menyatakan bahwa ada ODHA yang sesudah berdamai dengan dirinya akan melakukan perubahan dalam tindakan perilaku berisiko dan juga memanfaatkan
layanan kesehatan yang ada. Bagi Handoko, situasi yang dialaminya saat ini merupakan proses agar ia menjadi
pribadi yang lebih baik. Oleh karena itu, Handoko sangat bersyukur untuk dukungan dari teman-teman komunitas yang memberikan motivasi agar ia tidak gampang
menyerah. Baik Gita, Linda dan Mutiara melihat ini adalah hal yang dibutuhkan oleh ODHA, yaitu dukungan secara sosial dan psikis. Menurut pengalaman mereka,
ODHA yang mendapatkan dukungan baik dari keluarga atau orang lain yang dianggap penting baginya akan membuat ODHA lebih cepat mengalami pemulihan
secara psikologis dan akan menjalani pengobatan. Handoko juga semakin terbuka terhadap informasi dan melihat bahwa informasi
penting agar seseorang dapat mengetahui perihal HIV-AIDS lebih jauh. Kebutuhan ODHA akan informasi juga didapatkan dari pengalaman Mutiara, Gita dan Linda
Maas ketika berhadapan dengan ODHA. Informasi yang benar akan menolong
Universitas Sumatera Utara
ODHA untuk bangkit dari keterpurukannya dan melanjutkan hidupnya walaupun sudah terinfeksi dengan HIV-AIDS.
Berdasarkan temuan konsep diri dari para aktivis HIV-AIDS, ada beberapa pikiran dan perasaan serta perilaku yang dialami oleh Astri dan Handoko. Konsep diri yang
dialami melalui pengalaman berinteraksi dengan masyarakat atau petugas LSM juga dialami oleh Astri dan Handoko. Konsep diri seorang yang terinfeksi HIV-AIDS
berbeda-beda antara satu individu dengan yang lain, dan tidak dapat dilihat dari satu aspek saja yaitu terinfeksi HIV-AIDS melainkan keseluruhan ODHA memandang
hidupnya.
5.2 Faktor-faktor yang Membentuk Konsep Diri ODHA