ODHA Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M 3. Gita Kencana, S.K.M, M.P.H

b.ODHA

Handoko mengetahui tentang informasi HIV-AIDS pada saat ia masih aktif memakai narkoba jarum suntik. Pada saat itu sudah banyak informasi yang bisa didapat oleh Handoko melalui para petugas lapangan dari LSM-LSM yang mendampingi mereka di lapangan. Handoko tidak mau terkena infeksi yang demikian, sebab itu ia mengikuti saran untuk tidak berbagi jarum suntik lagi dengan teman-temannya. Handoko sering pergi ke G LSM untuk mengambil jarum suntik yang bisa dipakainya secara pribadi. Hal yang sama juga diceritakan oleh ibu Handoko. Ibu Handoko menyatakan bahwa dahulu ia tidak mengerti mengapa Handoko sering pergi ke G untuk mengambil jarum suntik. Ibu Handoko pernah bertanya pada Handoko dan akhirnya sekarang mengerti manfaat memakai jarum suntik secara pribadi dan tidak bergantian. Berikut yang diceritakan oleh ibu Handoko: “Pernah waktu itu aq tanya ama dia, kau darimana kau? Dibilangnya aku dari galatea.. apa itu galatea? Untuk berobat katanya.. Tempat ngambil suntik.. ngapain pula ngambil suntik kau.. untuk suntik obat katanya.. udahlah mati aja la kau.. rupanya ambil suntik itu supaya mereka pakainya pribadi-pribadi gitu.. jadi ga bagi-bagi..” Handoko tidak dapat mengingat apakah ia secara konsisten tetap tidak memakai jarum suntik bergantian, karena kemampuan memori otak Handoko terganggu oleh karena narkoba. Tetapi Handoko mengingat bahwa sebelum ia melakukan tes HIV- AIDS, ia sudah punya firasat bahwa ia terkena penyakit tersebut. Pada saat itu Handoko merasa sangat marah dan tidak dapat menerima kondisinya. Pada pikiran Universitas Sumatera Utara Handoko muncul keinginan untuk membalas dendam agar orang lain juga terkena virus ini, bukan hanya Handoko. Keinginan ini muncul karena Handoko merasa ia adalah korban dari orang lain yang menularkan virus ini. “Dulu ada dendam gitu.. kok bisa la aku yang kena, aku harus kenakan ke orang.. sebelum tau hasil hiv tapi udah beresiko, kemungkinan dah pasti, disitu la aku kayak gitu ingin balas dendam. Pas tau hasilnya, tau emang dah kena, masih ada peraasaan kayak gitu.. balas dendam ya kan..” Handoko tidak dapat menerima kenapa harus ia yang terkena HIV. Hal ini membuat Handoko ingin membalas dendam kepada orang lain juga agar merasakan seperti yang Handoko rasakan. Selain perasaan ingin balas dendam, Handoko juga merasakan perasaan frustasi dan putus asa. Handoko tidak terlalu ingat berapa lama ia mengalami perasaan demikian, tetapi Handoko tahu bahwa ia pernah memiliki perasaan demikian. Setelah Handoko mendapat informasi dan juga dukungan dari para petugas lapangan, Handoko berusaha untuk berpikiran positif. Handoko belajar untuk melihat bahwa kondisi ini terjadi sebenarnya karena perbuatannya juga. “Ya, ada dibilang frustasi gitu kayak putus asa ada juga.. ga tau la ntah berapa lama, tapi rasa itu pernah ada la.. tapi setelah dipikir- pikir salahku juga nya..” Handoko juga kembali kepada Tuhan dan menerima bahwa bukan karena Tuhan membencinya maka ia bernasib demikian, tetapi karena Tuhan menyayangi dan ingin Handoko bertobat dari segala perbuatannya. Handoko sendiri menyadari bahwa hal ini bukanlah hal yang mudah tetapi Handoko mau berjuang untuk menjalani prosesnya. Universitas Sumatera Utara “Aku yang berpikir, orang juga kasih tau, kalo ini mungkin karena sayang Tuhan amaku, bukan benci. Mungkin dengan kayak gini, aku bisa berubah.. memang untuk berubah itu ga gampang, itu proses..” Proses selanjutnya yang menjadi suatu pergumulan bagi Handoko adalah membukakan statusnya kepada keluarganya. Pada saat Handoko hendak melakukannya, ia merasa sangat berat dan takut. Hal ini menurut Handoko karena ia takut lebih lagi mengecewakan orangtua terkhusus ibunya. Tetapi akhirnya H membuka status kepada keluarganya. “Tapi untuk pertama kali itu berat juga.. Ada takut juga ngasi taunya.. takut mereka kecewa.. iya, aku langsung kasih aja suratnya.. ke mamak.. dia yang baca. Yah, kecewa pasti ada la.. walaupun ga dinampakkan ke kita.. Kalo sekarang, bapak dah tau, adik juga.. ya biasa aja responnya.. dah gimana lagi kan..” Sampai saat ini, Handoko tidak terbuka akan statusnya kepada orang lain. Hanya kepada keluarga dan komunitasnya saja. Handoko tidak membuka statusnya karena ada perasaan takut akan respon dari orang yang mengetahui statusnya. Walaupun ia belum pernah mengalami diskriminasi secara langsung tetapi ia pernah merasakan ia dijauhi oleh masyarakat. Handoko juga menyadari adanya stigma dari masyarakat bahkan sesama pecandu, terhadap orang-orang dengan HIV karena menurut Handoko, mereka tidak mendapat informasi yang benar tentang HIV. Bagi Handoko, masalah stigma ini adalah proses yang panjang sampai akhirnya ODHA dapat diterima selayaknya orang normal lainnya di tengah-tengah masyarakat. “Kalo dari masyarakat, ga ada yang tau.. tapi kalo aku ada perasaan dijauhin psti pernah ada la..Panjang permasalahan nya ini sebenarnya.. jangankan stigma dari masyrakat, di sesama pecandu aja ada stigma.. stigmanya ya dijauhin.. ga mau berbagi Universitas Sumatera Utara lagi.. rokok pun ga mau dibagi.. Makanya perjalanan panjang semuanya ini..” Handoko mengakui bahwa ia menyesal akan masa lalunya yang membuat ia terkena virus HIV, dan hal ini membuat Handoko tidak mau menularkan lagi virusnya kepada orang lain, terutama keluarganya. “Kalo bisa biar lah cuma awak aja yang kena ya kan.. Jangan la kena ama keluarga ato yang lain.. udahlah, biar awak aja.. “ Handoko sendiri mengakui bahwa agar tidak menularkan ia tidak mau berhubungan seks bebas dan tidak mau memakai narkoba jarum suntik bergantian lagi. Handoko juga berusaha agar tidak ada luka yang dapat menularkan darah kepada orang lain. “Supaya ga menularkan aku ga sex bebas, baru tidak bergantian alat-alat kayak sikat gigi, pokonya alat-alat pribadi lah.. kadang kalo ada luka, langsung diobati biar ga kena yang lain.. pake alokohol biar kering dia.. jadi ga kena darahnya ke orang lain..” Dalam hal tidak memakai jarum suntik, Handoko juga tahu bahwa itu adalah proses yang tidak mudah. Handoko sendiri mengaku pada saat ia kembali memakai narkoba, ia tergoda untuk kembali memakai putaw yang menggunakan jarum suntik, tetapi akhirnya Handoko pun memutuskan untuk hanya memakai shabu atau ganja. “Sebenarnya tergoda juga pake putaw,,niat ada,,tapi nggak lah…seminggu aku dirumah..setelah make lagi,,lalu aku mikir- mikir.. karena ngak benar lagi ini akh..kupikir bisa makin gawat aku.. kalau ini kuteruskan..” Sampai saat ini pun, Handoko masih terus meminum obat ARV dengan teratur setiap harinya. Handoko tahu bahwa obat ini akan menekan virus HIV dalam tubuhnya dan menaikkan kadar CD4. Walaupun Handoko pernah juga merasa jenuh meminum obat, tetapi ia dapat mengatasinya dengan cara berpikiran positif bahkan ketika ia Universitas Sumatera Utara lupa sudah meminum obat atau belum, ia lebih memilih untuk meminumnya sekali lagi. “Minum obat terus la.. soalnya udah pernah dibilang kalo lupa minum obat, bisa jadi resistensi. Jadi kan bahaya.. pernah juga bosan.. wajar la ya.. kadang-kadang kalo ga ingat dah minum apa belum,, minum aja lagi.. hehehe.. daripada ga diminum, mendingan minum ampe 2 kali.. CD4 kalo diatas 500, virusnya ga nampak lagi.. sekarang aku masih 150. Kalo CD4 di atas 500, bisa juga punya anak..” Handoko memiliki harapan untuk hidup sama seperti orang yang tidak terkena HIV- AIDS. Handoko berharap ia dapat menikah dan memiliki anak, oleh sebab itu H berjuang untuk meminum obat secara teratur. Meskipun demikian, tidak dapat disangkal, statusnya sebagai orang yang positif terkena HIV mempengaruhi kepercayaan dirinya, terutama ketika berhubungan dengan lawan jenis. “Pengen juga menikah.. tapi kalo bisa sama-sama penderita la ya kan.. kalo orang normal gitu kan susah ya kan.. tapi kalo ada yang normal mau ama kita ya lebih bagus lagi..Semenjak tahu positif, dibatasi kalo berhubungan ama cewek. Takut orangnya ga terima.. gimana ya, ga tau juga sih, serahkan juga ama Tuhan. Tapi kalo pun serahkan, kita tetap harus berusaha juga. Kalo cari cewek cari yang perhatian, yang mengerti..” Menjadi seorang ODHA tentu bukan hal yang mudah untuk Handoko, tetapi Handoko sudah memutuskan untuk menatap ke depan. Handoko bahkan punya kerinduan untuk membuktikan bahwa seorang yang terinfeksi HIV-AIDS dapat berprestasi sama seperti orang lain yang tidak terinfeksi HIV. “Harapan untuk orang dengan HIV-AIDS ini bahwa orang dengan HIV-AIDS itu bisa kok berkarya, seperti orang normal lainnya.. itu harapan saya. Walaupun memang ga mudah untuk mewujudkan harapan itu.. ada proses…” Universitas Sumatera Utara Sebagai seorang yang terinfeksi HIV, pada awalnya Handoko tidak bisa menerima kenyataan ia terinfeksi, tetapi setelah ia merenungkan kembali akhirnya ia dapat menerima ini sebagai konsekuensi atas perbuatannya dahulu. Handoko juga melihat hal ini sebagai cara Tuhan agar ia bertobat. Saat ini Handoko belajar untuk hidup lebih baik dengan menjaga kesehatan, meminum obat teratur dan mengisi harinya dengan kegiatan positif. Handoko memiliki harapan untuk menjadi ODHA yang berprestasi agar memperbaiki stigma negatif tentang HIV-AIDS.

c.Anak