menerima dia dan anaknya. Astri tidak memiliki kesulitan untuk berinteraksi dengan mereka, walaupun status Astri adalah seorang janda. Hanya saja dalam memutuskan
menikah atau tidak, Astri terikat dengan anaknya dan keluarga mertuanya. Hal ini ditunjukkan Astri melalui perilakunya yang selalu memperkenalkan pria yang sedang
dekat dengannya kepada anaknya ataupun keluarga suaminya.
c.Astri sebagai seorang Ibu dan Orangtua tunggal
Astri memiliki seorang putri yang berumur kurang lebih 6 tahun. Sejak saat suaminya meninggal, Astri sudah berpikir apa yang harus ia lakukan untuk menghidupi
keluarga kecilnya itu. Hal ini membuat Astri tidak berlama-lama memikirkan penderitannya.
“Aku ga tahu juga apakah reaksiku ini normal atau tidak, tapi memang dah ga bisa nangis lagi pada waktu itu.. Yang aku pikirkan
gimana hidupku dan anak selanjutnya, apa yang bisa aku kerjakan.. Perasaan sedih pasti ada tapi lebih besar mikirin gimana
kelanjutan hidup setelah suami ga ada..”
Hal ini yang menyebabkan Astri langsung bekerja setelah 40 hari kematian suaminya. Rika juga menceritakan hal yang sama bahwa saat ini Astri berjuang bekerja untuk
menghidupi anaknya. Astri dan anaknya memang tinggal di rumah mertua, tetapi seperti kata Rika, Astri tetap membiayai sekolah dan keperluan mereka sehari-hari.
Rika juga memuji cara Astri mengatur keuangan demi keperluan anaknya terpenuhi. “Dia manajemen keuangan untuk dirinya sendiri pun kuat. Dulu
pernah dia tunjukkin ke aku amplop-amplopnya.. Jadi kalo dia dah gajian, dia masukkin ke pos-posnya, untuk cicilan motor
segini, untuk susu anak segini.. ga bisa diganggu itu.. Berapa la gaji ya kan,.. tapi dia bisa ngaturnya, apalagi sekarng kan uang
sekolah anaknya udah ga dibiayai mertuanya lagi.. dulu sih masih tapi janji tinggal janji la..”
Universitas Sumatera Utara
Astri sangat menikmati perannya sebagai orangtua tunggal. Astri sangat bersyukur karena ia ditinggalkan sang suami dengan seorang putri. Astri merasa prihatin kepada
teman-teman yang ditinggalkan suaminya meninggal dunia tanpa keturunan. Saat ini Astri dan anaknya tinggal bersama mertuanya. Hal ini juga membuat Astri tidak
sepenuhnya dapat mendidik anaknya sebagai orangtua tunggal, karena ada campur tangan dari mertuanya yang membuat Astri tidak bebas mendidik anaknya dengan
caranya sendiri. “Aku bersyukur ditinggalkan suami dngan satu anak, ada teman
yang tidak punya anak tapi dah ditinggal suami meninggal. Sedih rasanya. Aku berusaha ngajarin anakku suapya tidak hidup manja
tapi harus mandiri. Memang sekarang agak sulit karena tinggal dengan neneknya. Dan neneknya beda cara membesarkannya,
lebih dimanja. Sama kakak ga bisa gitu..”
Sebagai orangtua tunggal, Astri tidak pernah benar-benar membesarkan anaknya secara “tunggal”. Konsep orangtua tunggal di dunia Barat sangat berbeda dengan
konsep orangtua tunggal di Timur. Seorang suamiistri yang ditinggalkan oleh pasangannya akan membesarkan anak-anaknya dalam suatu lingkungan keluarga
besar. Keluarga besar ini juga memiliki pengaruh dalam keputusan-keputusan yang menentukan masa depan anak. Astri juga mengalami hal yang serupa karena fungsi
kepala keluarga diambil alih oleh mertua laki-lakinya. Astri tinggal di rumah mertua dan mengikuti peraturan atau nilai-nilai yang ditetapkan di situ. Fungsi seorang ibu
juga menjadi kabur dengan fungsi seorang nenek yang mengakibatkan kebingungan anak akan perbedaan peran-peran tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Dalam menghadapi hal ini walaupun Astri telah menyadari hal tersebut, tetapi Astri merasa tidak mampu berbuat banyak. Astri berusaha memberikan pemahaman
terhadap anaknya tetapi pengaruh keluarga yang lain tidak dapat diabaikan. Hal ini yang menyebabkan Astri ingin pindah dari rumah mertuanya dan memulai hidup
secara mandiri. Perubahan ini tidak mudah karena adanya suatu struktur yang mengikat Astri di tengah-tengah keluarga mertuanya. Struktur itu diperkuat dengan
kehadiran anaknya. Hal ini disadari oleh Astri melalui perkataanya: “Makanya kadang kasian juga bapak mertua, walaupun cucunya
yang disini yang cewek dua orang, kebetulan yang cewek yang bawa marga ini cuma anak aku aja..”
Meskipun memilliki pergumulan demikian, sehari-hari Astri bertingkah laku layaknya seorang ibu pada umumnya. Sampai saat ini, putri Astri tidak tahu kondisi
dari ibunya yang sudah terinfeksi HIV. Astri belum membukakan statusnya karena merasa anaknya masih terlalu kecil untuk mengerti tentang hal ini, dan dapat
berdampak buruk untuk perkembangan anaknya ke depan. “Kalo anak, sekarang aku persiapkan dia kalo aku dah ga ada..
jadi agak keras juga.. contohnya ajak dia ketemu anak-anak yang ga punya bapak ibu.. trus diterangkan ama dia.. kalo kakak jadi
anak itu gimana perasaannya? Jadi kalo dia bandel aku ingatin lagi tentang anak itu.. emang mungkin belum waktunya bagi dia
untuk belajar gitu, tapi ga ada pilihan lain.. mau ga mau kita harus persiapkan dia..
Kalo anakku, belum aku kasih tau.. takutnya emang dia dengar dari orang lain.. nanti dendam juga ama kita.. kalo kita kasih tau
harus tunggu dia benar-benar siap.. harus kita siapkan mentalnya.. mungkin SMP la.. masih bingung la.”
Universitas Sumatera Utara
Astri merasa bersyukur karena walaupun ia tidak memiliki suami lagi tetapi ia masih memiliki anak. Astri berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup anaknya dengan
bekerja, Astri pun berusaha menjaga kesehatannya untuk anaknya. Astri memiliki pergumulan dalam membesarkan anaknya di tengah-tengah lingkungan keluarga
mertua. Astri sangat berharap anaknya dapat tumbuh menjadi pribadi yang mandiri bahkan setelah ia nanti meninggal dunia dan sampai saat itu tiba, Astri masih
mempertimbangkan kapan saat yang tepat untuk membuka statusnya kepada anaknya.
d.Menantu non-Karo dari Keluarga Karo