Menantu non-Karo dari Keluarga Karo

Astri merasa bersyukur karena walaupun ia tidak memiliki suami lagi tetapi ia masih memiliki anak. Astri berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup anaknya dengan bekerja, Astri pun berusaha menjaga kesehatannya untuk anaknya. Astri memiliki pergumulan dalam membesarkan anaknya di tengah-tengah lingkungan keluarga mertua. Astri sangat berharap anaknya dapat tumbuh menjadi pribadi yang mandiri bahkan setelah ia nanti meninggal dunia dan sampai saat itu tiba, Astri masih mempertimbangkan kapan saat yang tepat untuk membuka statusnya kepada anaknya.

d.Menantu non-Karo dari Keluarga Karo

Astri tidak memiliki kesulitan pada saat membukakan status HIV-AIDS nya kepada mertuanya. Hal ini terjadi karena mertuanya sudah terlebih dahulu mengetahui kondisi anak mereka yang lebih dahulu diperiksa daripada Astri. Mertua Astri menerimanya sebagai menantu mereka dan tetap mengijinkan Astri dan anaknya untuk tinggal bersama mereka. Mertua Astri juga tidak membeda-bedakan A dengan anggota keluarga yang lain. Menurut Rika, yang kerap berkunjung ke rumah Astri, mertua Astri terbuka kepada teman-teman Astri. “Dia kan tinggal di rumah mertua. Mertuanya juga welcome. Sering kami kerumahnya. Makan tidur disitu.. A orangnya loyal, mertuanya juga loyal, jadi kita tuh tinggal masuk aja.. bu makan, makan udah bareng.. tempat ngumpul kami..” Astri tinggal di rumah keluarga mertuanya. Ia dan anaknya tinggal bersama dengan keluarga abang ipar dan kakak iparnya juga. Rumah mertua Astri yang besar itu memang ditempati oleh banyak orang dan Astri harus terbiasa dengan kondisi itu. Keluarga Astri juga tidak keberatan dengan aktivitas Astri. Astri juga tidak Universitas Sumatera Utara membiayai secara keuangan keluarga besar ini, walaupun Astri juga sering memenuhi kebutuhan-kebutuhan rumah tangga dalam jumlah kecil, karena menurut Astri itu adalah tanggungjawabnya sebagai anggota keluarga. Astri, yang merupakan suku Jawa, merupakan menantu dari sebuah keluarga Karo. Sebagai seorang menantu dari keluarga Karo, Astri berusaha memahami budaya yang baru baginya ini. Astri sendiri tidak mengalami kesulitan dalam memahami budaya Karo karena pada prinsipnya ia terbuka terhadap perbedaan. Walaupun demikian, dalam hal perilaku, Astri tidak dapat melakukan sepenuhnya perannya dalam konteks budaya Karo karena bertentangan dengan prinsipnya, misalnya A tetap membantu keluarga lain di dapur walaupun dia seharusnya tidak melakukan hal itu, karena posisi Astri di pesta itu adalah sebagai anak beru. Astri merasa tidak nyaman dengan pembedaan tersebut, walaupun itu adalah adat dari suku Karo. Astri juga berusaha mengerti alasan mertuanya melakukan hal-hal yang berhubungan dengan budaya misalnya meminta Astri untuk menambahkan nama keluarga di belakang nama anaknya. Sejauh hal itu masih dapat diterima Astri, maka Astri tidak bermasalah dengan itu. Tetapi ketika perilaku mertua Astri tidak dapat diterima olehnya maka Astri memberontak terhadap keputusan itu. Salah satu hal dimana Astri tidak dapat menerima keputusan mertuanya adalah mengenai kepindahan Astri dari rumah tersebut. Astri ingin pindah dan mandiri bersama anaknya, karena Astri ingin mendidik anaknya dengan caranya sendiri. Astri melihat adanya kebingungan dalam hal fungsi ibu dan nenek. Universitas Sumatera Utara “Seenak-enaknya tinggal ama mertua, pasti kan lebih enak tinggal sendiri ama anak.. Kalo tinggal di rumah mertua kan, tetap kita harus tau memposisikan diri kita. Hal kecil aja misalnya masalah adik la anak, dia dah tau itu kalo minta ke neneknya pasti dikasi, kalo kakak ga.. Jadi kalo mau minum es, kakak dah bilang ga bole, dia nangis minta ke neneknya, ya udahla.. Itu hal-hal kecil..” Saat ini hal ini menjadi masalah dalam hidup Astri karena mertuanya tidak memperbolehkan Astri dan anaknya untuk pindah. Menurut Astri, situasi ini menjadi jalan buntu untuknya. Di satu sisi, keluarga mertuanya tidak mengizinkan ia untuk pindah karena Astri belum berumahtangga lagi sehingga mereka merasa berhak untuk mengatur hidup Astri dan cucunya tetapi mereka juga tidak mengizinkan Astri untuk berumahtangga lagi karena mereka takut mereka tidak boleh berhubungan lagi dengan cucu mereka, hal yang menurut Astri tidak mungkin ia lakukan. “Gimana la, kalo kakak dah kayak maju kena, mundur kena.. Alasan mereka karena kakak belum berkeluarga lagi, tapi itupun karena Orang Karo, mereka takut kalo kakak menikah lagi, cucu mereka ditelantarkan atau jadi ga ada hubungan lagi.. Ga mungkin kakak seperti itu. Mereka tetap keluarga kakak.. Kadang-kadang berpikir kok cuma cucu mereka aja yang mereka pikirkan, kok aku ga ada mereka pikirkan.. Tapi ya sudahlah.. Udah mentok, sebenarnya mau berontak bisa aja tapi kita mikirin orang lain. “ Menurut Rika, alasan mertua Astri tidak memperbolehkannya untuk pindah dan menikah lagi adalah karena anak Astri adalah cucu mereka yang mereka anggap sebagai pengganti anak mereka yang telah meninggal. Rika mengungkapkan demikian: “Pernah juga sama orang Pekanbaru gitu ga setuju keluarganya karena takut dibawa cucunya.. boleh sih di a nikah tapi anaknya ditinggal.. kan ga mungkin.. Ibaratnya inilah pengganti anakku.. gitu kan kasarnya..” Universitas Sumatera Utara Rika juga menimpali bahwa harapan Astri yang terbesar sebenarnya bukan hanya pindah rumah tetapi juga agar anaknya bisa sekolah di Jawa, dan bersama dengan keluarganya. Menurut Rika, hal ini dipicu karena terjadi konflik dengan kakak iparnya, dimana kakak ipar Astri ingin mengasuh anak Astri agar mendapat bagian warisan dari orangtuanya. “Kalo dia harapannya anaknya kembali ke keluarganya di Jawa.. sekolah di jawa.. Karena gini cakap kasarnya.. Masalah warisan ini.. anaknya kan ada jatah sebenarnya.. tapi kakak suaminya kan seperti ingin menguasai..” Astri sebenarnya sangat ingin untuk pindah rumah dari rumah mertuanya, tetapi yang menghalangi Astri adalah rasa hormatnya kepada mertua. Astri merasa tidak menghormati mertuanya jika mengabaikan hal tersebut. Dalam pikiran Astri, jika ia tidak mengikuti anjuran mertuanya maka itu adalah keegoisan. Sebenarnya kalo mau egois, bukan ga bisa kakak langsung pindah aja, tapi kita juga mikirin gimana orang-orang di sekitar kita ya kan.. Apalagi sebenarnya mertua aku lebih dekat ama ku daripada ama anak-anak mereka kandung.. Gimana ya.. soalnya responku biasanya lebih cepat.. Aku menghargai mereka sebenarnya” Astri merasa bersyukur karena diterima oleh keluarga mertuanya, tapi di sisi lain, Astri merasa kurang sepaham dengan cara mertuanya membesarkan anaknya. Astri ingin agar anaknya menjadi pribadi yang mandiri. Oleh karena itu, Astri sangat berharap mereka dapat pindah rumah suatu saat nanti dari rumah mertuanya. Astri menghadapi dilema dalam keputusan pindah atau tidak karena rasa hormat terhadap keluarga mertua.

e.Pekerja LSM