b. Tempat berkembangbiak nyamuk vektor DBD
Tempat perindukan yang disenangi nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat yang dapat menampung air di dalam, di luar
atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum. Nyamuk ini tidak dapat berkembangbiak di selokan atau got atau kolam yang
berhubunagn langsung dengan tanah Nisa, 2007. Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti tersebar luas, baik di kota maupun di desa
kecuali di wilayah dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut Suroso dan Umar, 2004. Tempat
perindukan nyamuk Aedes aegypti dibedakan menjadi Kemenkes RI, 2013:
1 Tempat penampuangan air TPA untuk keperluan sehari- hari, seperti drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi
atau WC dan ember. 2 Tempat penampuangan air TPA bukan untuk keperluan
sehari-hari, seperti tempat minum burung, vas bunga, kulkas atau dispenser, barang-barang bekas contoh, botol,
plastik, ban, kaleng, dll. 3 Tempat penampungan air alamiah, seperti lubang pohon,
tempurung kelapa, pelepah pisang, potongan bambu dan lain-lain.
c. Siklus hidup nyamuk vektor DBD
Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti terdiri dari 4 bentuk, yaitu telur
– jentik larva – pupa – nyamuk dewasa. Stadium telur hingga sampai menjadi pupa berlangsung di dalam air. Umumnya
telur menetas menjadi jentik larva dalam waktu ±2 hari setelah telur tersebut terendam air. Stadium jentik larva biasanya
berlangsung selama 6-8 hari dan stadium kepompong pupa berlangsung antara 2-8 hari. Pertumbuhan telur hingga sampai
menjadi nyamuk dewasa berlangsung selama 9-10 hari. umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan Kemenkes RI, 2013.
Gambar 2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes agypti
Sumber: Kemenkes RI, 2013
5. Mekanisme Penularan DBD
Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk yang infektif terhadap virus Dengue. Berdasarkan konsep ekologi mengacu teori
simpul Achmadi 2014, mekanisme penularan DBD dimulai dari
sumber agen penyakit simpul 1 yaitu nyamuk Aedes aegypti menggigit orang yang terdapat virus Dengue di dalam tubuhnya.
Kemudian, vektor penular simpul 2 yaitu nyamuk Aedes aegypti infektif virus Dengue yang dapat menularkan virusnya ke tubuh orang
yang sehat. Virus Dengue masuk bersama darah yang dihisapnya Suroso dan Umar, 2004. Nyamuk akan menjadi infektif 8-12 hari
sesudah menghisap darah penderita dan tetap infektif selama hidupnya dan potensial menularkan virus Dengue kepada manusia lain Ginanjar,
2004. Virus yang telah dihisap akan masuk ke dalam tubuh nyamuk dan berkembangbiak dengan cara membelah diri dan menyebar di
seluruh bagian tubuh nyamuk, sebagian besar berada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam waktu 1 minggu, jumlah virus dapat mencapai puluhan
sampai ratusan ribu dan siap untuk ditularkan atau dipindahkan kepada orang lain. Sebelum menghisap darah host pejamu baru, air liur dari
kelenjar nyamuk dikeluarkan setelah alat tusuk nyamuk probobis menemukan kapiler agar darah yang dihisap tidak membeku. Pada saat
itulah, virus Dengue ditularkan atau dipindahkan ke orang lain bersama air liur nyamuk tersebut Suroso dan Umar, 2004.
Orang yang telah digigit oleh nyamuk Aedes aegypti pembawa virus Dengue tidak akan selalu menderita DBD melainkan terdapat
karakteristik seseorang yang dapat menjadi risiko menderita DBD seperti usia, jenis kelamin, kekebalan tubuh simpul 3. Orang dengan
kekebalan tubuh yang kuat terhadap virus Dengue, maka tidak akan
menderita DBD meskipun di dalam darahnya terdapat virus tersebut. Akan tetapi, apabila orang dengan kekebalan tubuh yang lemah
terhadap virus Dengue, maka akan muncul gejala DBD seperti demam ringan bahkan demam berat, yaitu demam tinggi disertai perdarahan,
syok, tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya Simpul 4.
Penyakit DBD merupakan penyakit berbasis lingkungan dengan perkembangbiakan nyamuk yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
sekitarnya sehingga berpotensi adanya kontak antara nyamuk infektif virus Dengue dengan manusia dan menularkan virus tersebut. Adapun
kondisi lingkungan tersebut antara lain lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan non-fisik Achmadi, 2014; Suroso dan Umar,
2004.
B. Epidemiologi Deskriptif
1. Orang
Dalam penyelidikan epidemiologi, variabel orang dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik populasi yang berisiko. Adapun variabel
orang seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan sebagainya Asmara, 2009. Dalam hal kejadian DBD, penyakit DBD
dapat menyerang semua golongan umur, sebagian besar menyerang usia anak sekolah. Akan tetapi, dalam dekade terakhir ini penyakit DBD
pada orang dewasa juga meningkat. Aktivitas individu pada semua
umur mengakibatkan peluang terinfeksinya virus Dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti berbeda Hairani, 2009.
Selain itu, kerentanan tubuh terhadap virus Dengue tidak dapat dibedakan antara laki-laki dengan perempuan. Tidak semua orang yang
telah digigit nyamuk yang terdapat virus Dengue di dalam tubuhnya akan jatuh sakit DBD. Hal ini bergantung dari sistem kekebalan tubuh
yang dimiliki oleh orang tersebut Hairani, 2009.
2. Tempat
Dalam penyelidikan epidemiologi, variabel tempat dapat digunakan untuk mengetahui distribusi geografis dari suatu penyakit sehingga
dapat dilakukan perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat mengetahui faktor penyebab dari suatu penyakit. Adapun variabel
tempat yang biasa digunakan adalah kelurahan, kecamatan, kabupaten kotamadya, propinsi, perkotaan dan pedesaan Asmara, 2009.
Berdasarkan hasil studi epidemiologi, outbreak DBD umumnya terjadi pada daerah yang kondisinya optimal untuk transmisi virus
Dengue, yaitu daerah tropis dan subtropis dengan iklim dan temperatur yang optimal bagi habitat nyamuk Aedes aegypty. Di daerah tersebut
juga ditemukan endemik berbagai tipe virus Dengue dalam waktu yang bersamaan Djunaedi, 2006.
3. Time waktu
Variabel waktu dilihat berdasarkan panjangnya waktu terjadinya perubahan pada suatu penyakit dan dibedakan menjadi fluktuasi jangka
pendek atau epidemi jam, hari, minggu, dan bulan, perubahan secara siklus dimana terjadi perubahan angka kesakitan yang berulang-ulang
beberapa hari, beberapa bulanmusiman, tahunan, beberapa tahun dan fluktuasi jangka panjang atau disebut juga secular trends bertahun-
tahun, puluhan tahun Asmara, 2009. Epidemi demam berdarah Dengue DBD di negara-negara yang
memiliki 4 musim berlangsung pada musim panas walaupun ditemukan kasus DBD yang sporadis pada musim dingin. Sedangkan, di negara-
negara kawasan Asia Tenggara epidemi DBD terjadi pada musim hujan. Penyebaran penyakit DBD di Indonesia saat ini tidak mengenal
waktu, tiap bulan ditemukan adanya laporan kasus DBD meskipun jumlah kasusnya tidak sebanyak kasus pada bulan di musim hujan.
Epidemi DBD yang berlangsung pada musim hujan ini berkaitan erat dengan kelembaban yang tinggi. Kelembaban yang tinggi tersebut
merupakan lingkungan yang optimal bagi masa inkubasi dapat mempersingkat masa inkubasi dan juga dapat meningkatkan aktivitas
vektor dalam menularkan virus Dengue Djunaedi, 2006.
C. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue DBD
Menurut teori Gordon dan La Richt 1950 dalam segitiga epidemiologi menyebutkan bahwa muncul atau tidaknya penyakit pada manusia
dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu host, agent dan environment. Gordon berpendapat bahwa Rajab, 2009:
1. Penyakit muncul karena ketidakseimbangan antara agent penyebab dan host manusia
2. Keadaan keseimbangan bergantung pada sifat alami dan karakteristik agent dan host individukelompok
3. Karakteristik agent dan hostakan mengadakan interaksi. Dalam interaksi tersebut akan berhubunan langsung pada keadaan alami dari
lingkungan lingkungan sosial, fisik, ekonomi dan biologis Keseimbangan ketiga faktor berhubungan dengan teori ekosistem
Vanleeuwen, 1999. Berikut ini penjelasan terkait host, agent dan environment dari Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD:
1. Host Pejamu
Faktor host adalah suatu kondisi yang mempengaruhi risiko keterpajanan dan kerentanan seseorang terhadap penyakit. Adapun
kondisi tersebut antara lain faktor-faktor intrinsik seperti umur, jenis kelamin, komposisi genetik dan ras. Faktor umur adalah salah satu
faktor host yang paling penting karena dapat mempengaruhi suatu risiko keterpajanan dan status imunologik Arias, 2009.
a. Umur Biasanya umur anak-anak lebih rentan untuk terkena DBD,
salah satunya disebabkan oleh faktor imunitas kekebalan yang relatif lebih rendah dibandingkan orang dewasa Ginanjar, 2008.
World Health Organization WHO 2009 juga mengatakan bahwa kelompok umur 12 tahun memiliki daya tahan tubuh
yang rendah dibandingkan dengan kelompok umur yang lebih tua.