Curah Hujan Distribusi Kejadian Penyakit DBD Berdasarkan Lingkungan Fisik

menunjukkan bahwa rata-rata kecepatan angin dalam kurun waktu 3 tiga tahun terakhir adalah 4 knot atau 2 mdetik tabel 5.9. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara kecepatan angin dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan. Hal penelitian ini mengartikan bahwa kecepatan angin di Kota Tangerang Selatan berada dibawah optimum sehingga aktivitas terbang nyamuk tidak terhambat dan penyebaran vektor dapat meluas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Masrizal 2010 menunjukkan bahwa kecepatan angin di Kota Padang tahun 2008-2010 berkisar 5 knot – 6 knot tidak lebih dari 11 knot yang mengartikan kecepatan angin di Kota Padang tidak menghambat aktifitas terbang nyamuk. Andriani dalam Dini 2010 menyatakan bahwa semakin tinggi kecepatan angin, maka semakin sulit nyamuk untuk terbang karena tubuh nyamuk yang kecil sehingga mengakibatkan mudah terbawa angin. Selain itu, nyamuk juga sulit untuk berpindah-pindah tempat dengan jarak yang jauh sehingga kemungkinan penularan akibat nyamuk menjadi kecil. Kecepatan angin menurut per bulan dalam kurun waktu 3 terakhir relatif berubah dan angka yang tidak bervariasi setiap tahunnya menyebabkan tidak ada hubungan dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan. Selain itu, vektor nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor yang menyukai tempat istirahat di dalam rumah, di dalam kelas atau ruang tempat kerja sehingga pengaruh angin dalam penyebaran vektor ini sangat kecil. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustazahid 2013 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kecepatan angin dengan kejadian DBD di Kota Semarang tahun 2006-2011 r = 0,057; P value = 0,632. Nilai r kecepatan angin pada tahun 2015 menunjukkan berbanding lurus dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan yang artinya jika kecepatan angin naik, maka kasus DBD meningkat. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kecepatan angin berhubungan tetapi tidak signifikan. Hal ini berarti jika kecepatan angin tinggi, maka kasus DBD tidak selalu meningkat atau sebaliknya, sebagaimana terlihat pada bulan Februari grafik 5.15 lampiran 4. Peningkatan kecepatan angin tidak diikuti oleh peningkatan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan. Penurunan daya dukung lingkungan menjadi salah satu penyebab hubungan yang tidak signifikan antara kecepatan angin dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amah dkk 2010 di Kabupaten Serang menunjukkan terdapat hubungan tetapi tidak signifikan antara kecepatan angin dengan kejadian DBD r = 0,338’ Pvalue = 0,196.

5. Rumah Sehat

Dalam pedoman teknis pembangunan rumah sederhana sehat dan American Public Health Association APHA menyatakan bahwa salah satu persyaratan kondisi fisik rumah dikatakan sehat adalah rumah atau tempat tinggal dapat melindungi penghuninya dari bahaya atau gangguan kesehatan terutama penularan penyakit menular sehingga memungkinkan penghuni rumah tersebut memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Rumah sehat merupakan bagian sanitasi lingkungan yang memiliki hubungan erat dengan penyakit menular berbasis lingkungan, salah satunya penyakit DBD. Apabila sanitasi lingkungan buruk, maka dapat memberikan peluang sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti sehingga nyamuk terus meningkat dan menyebabkan penularan DBD yang tinggi. Hasil penelitian yang telah dilakukan di Kota Tangerang Selatan tahun 2013-2015 menunjukkan bahwa berdasarkan analisis spasial sebaran kasus DBD tinggi lebih banyak ditemukan di wilayah kerja Puskesmas yang memiliki persentase rumah sehat yang juga tinggi. Puskesmas yang selalu memiliki IR DBD tinggi dan persentase rumah sehat yang juga tinggi adalah Puskesmas Rawa Buntu, Puskesmas Pondok Benda dan Puskesmas Rengas. Sedangkan, secara temporal jumlah Puskesmas dengan persentase rumah sehat yang rendah mengalami kecederungan menurun. Setiap rumah yang terdapat penghuni dinilai untuk menilai apakah rumah yang ditempatkan telah memenuhi syarat rumah sehat. Salah satu dalam penilaian rumah sehat ini adalah ada atau tidaknya jentik yang ditemukan. Penilaian rumah sehat oleh sanitarian lingkungan Puskesmas dibantu oleh para kader setempat dilakukan sekali setiap tahunnya. Setelah ditelusuri lebih dalam diketahui bahwa rumah-rumah