Korelasi Kejadian Penyakit DBD dengan Kelembaban Udara di

Tabel 5.10 Hasil Analisis Korelasi Curah Hujan dengan Kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2015 Variabel Demam Berdarah Dengue r p N Keterangan Curah Hujan 2013-2015 0,409 0,013 36 Korelasi positif, kekuatan sedang dan bermakna Curah Hujan 2013 -0.112 0,730 12 Korelasi negatif, tidak ada hubungan Curah Hujan 2014 0,453 0,140 12 Korelasi positif, kekuatan sedang dan tidak bermakna Curah Hujan 2015 0,609 0,036 12 Korelasi positif, kekuatan kuat dan bermakna Pada tabel 5.10 didapatkan nilai r sebagai berikut: pada tahun 2013-2015 nilai r = 0,409 arah positif, tahun 2013 nilai r = -0,112 arah negatif, tahun 2014 nilai r = 0,453 arah positif dan pada tahun 2015 nilai r = 0,609 arah positif. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa dalam kurun 3 tiga tahun terakhir terdapat hubungan dengan kekuatan sedang dan signifikan dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan. Pada tahun 2015 terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara curah hujan dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan. Sedangkan, pada tahun 2014 terdapat hubungan dengan kekuatan sedang antara curah hujan dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tetapi tidak signifikan. Nilai r pada tahun 2013-2015 menunjukkan nilai positif yang artinya jika curah hujan tinggi, maka kasus DBD juga tinggi. Begitu juga nilai r pada tahun 2014 dan 2015 men\unjukkan nilai positif yang artinya jika curah hujan tinggi, maka kasus DBD juga tinggi. Sedangkan, pada tahun 2013 menunjukkan nilai negatif yang artinya jika curah hujan tinggi, maka kasus DBD rendah atau. 4. Korelasi Kejadian Penyakit DBD dengan Kecepatan Angin di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan grafik 5.16 lampiran 4, kasus DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2013-2015 menunjukkan bahwa puncak kasus DBD pada tahun 2013 terjadi bulan Juni dengan kecepatan angin rata- rata adalah 1 knot, pada tahun 2014 terjadi bulan Januari dengan kecepatan angin rata-rata adalah 5 knot dan pada tahun 2015 terjadi bulan Mei dengan kecepatan angin rata-rata adalah 4 knot. Dalam kurun waktu 3 tiga tahun terakhir, kasus DBD tertinggi terjadi pada tahun 2015 bulan Mei dan saat itu kecepatan angin rata-rata adalah 4 knot. Sedangkan, kasus DBD terendah terjadi pada tahun bulan Desember dan saat itu kecepatan angin rata-rata adalah 5 knot. Tabel 5.11 Hasil Analisis Korelasi Kecepatan Angin dengan Kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2015 Variabel Demam Berdarah Dengue r P n Keterangan Kecepatan Angin 2013- 2015 0,097 0,574 36 Korelasi positif dan tidak ada hubungan Kecepatan Angin 2013 -0,002 0,995 12 Korelasi negatif, tidak ada hubungan Kecepatan Angin 2014 0,101 0,754 12 Korelasi positif, tidak ada hubungan Kecepatan Angin 2015 0,307 0,331 12 Korelasi positif, kekuatan sedang dan tidak bermakna Pada tabel 5.11 didapatkan nilai r sebagai berikut: pada tahun 2013-2015 nilai r = 0,097 arah positif, tahun 2013 nilai r = -0,002 arah negatif, pada tahun 2014 nilai r = 0,101 arah positif dan pada tahun 2015 nilai r = 0,307 arah positif. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 3 tiga tahun terakhir tidak ada hubungan antara kecepatan angin dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan. Sedangkan, pada tahun 2015 terdapat hubungan dengan kekuatan sedang antara kecepatan angin dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tetapi tidak signifikan. Nilai r pada tahun 2013-2015 menunjukkan nilai positif yang artinya jika kecepatan angin tinggi, maka kasus DBD juga tinggi. Begitu juga nilai r pada tahun 2014 dan 2015 menunjukkan nilai positif yang artinya jika kecepatan angin tinggi, maka kasus DBD juga tinggi. Sedangkan, pada tahun 2013 menunjukkan nilai negatif yang artinya jika kecepatan angin tinggi, maka kasus DBD rendah atau sebaliknya. 108

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, yaitu sebagai berikut: 1. Kecenderungan sekuler secular trends dapat melihat perubahan pola penyakit yang terjadi atau terulangnya kejadian luar biasa dalam jangka waktu yang lama biasanya lebih dari 10 tahun. Pada penelitian ini data yang diperoleh adalah 3 tiga tahun terakhir, yaitu tahun 2013-2015 sehingga kasus DBD menurut waktu tidak dapat melihat fluktuasi angka kesakitan penyakit DBD, pola kejadian DBD dari waktu ke waktu, pola yang mungkin terjadi di masa depan. 2. Unit analisis dalam penelitian ini adalah wilayah kerja Puskesmas. Shapefile yang didapat untuk dibuat area map dengan tools Sistem Informasi Geografis SIG adalah tingkat kelurahan sehingga batasan wilayah kerja Puskesmas tidak dapat terlihat karena terdapat batas-batas kelurahan.

B. Distribusi Kejadian Penyakit DBD di Kota Tangerang Selatan

Berikut ini pembahasan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kota Tangerang Selatan tahun 2013-2015 mengenai distribusi kejadian DBD berdasarkan orang usia dan jenis kelamin, tempat dan waktu tahun dan bulan:

1. Distribusi Kejadian DBD Menurut Orang

a. Usia

Kasus Dengue di negara-negara wilayah Asia Tenggara endemis penyakit Bangladesh, Indonesia, Singapura dan Thailand umumnya menyerang kelompok usia anak-anak Viennet et al, 2014. Hasil penelitian yang telah dilakukan di Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa angka kesakitan DBD tertinggi pada tahun 2013-2015, yaitu pada kelompok usia 10-14 tahun dalam per 100.000 penduduk tahun 2013=85,9; 2014=142,9; 2015=78,8 yang berarti bahwa kasus DBD tertinggi diderita pada kelompok usia anak sekolah grafik 5.1. Kasus DBD pada kelompk usia ini disebabkan oleh infeksi virus Dengue di sekolah lebih tinggi dibandingkan di rumah dan tempat kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Samuel dan Imam 2015 di Provinsi Papua menunjukkan bahwa kasus DBD tahun 2011-2014 lebih banyak pada kelompok umur 5-14 tahun. Aktivitas nyamuk menggigit dan menghisap darah seseorang dimulai pada waktu pagi hari 09.00-10.00 dan petang hari 16.00-17.00. Pada waktu pagi hari, anak sekolah sudah beraktifitas di lingkungan sekolah sedangkan, pada waktu petang mereka beraktifitas di lingkungan rumah. Imunitas tubuh bisa menjadi faktor penyebab kejadian penyakit DBD pada usia anak sekolah di Kota Tangerang Selatan. Dalam kejadian penyakit DBD, tidak semua orang yang telah tergigit nyamuk Aedes aegypti jatuh sakit DBD melainkan tergantung pada sistem kekebalan tubuh pada masing-masing individu Hairani, 2009. Ketika nyamuk infektif Dengue menggigit orang yang tidak memiliki kekebalan terhadap virus Dengue, maka virus bersama air liur yang masuk ke dalam tubuh orang tersebut menyebabkan terjadinya penyakit DBD Wiradharma, 1999. Pada usia anak sekolah memiliki banyak kegiatan, baik di rumah ataupun sekolah yang mempengaruhi menurunnya imunitas tubuh apabila tidak diiringi dengan asupan makanan sehat. Sistem kekebalan tubuh yang rendah dapat mengakibatkan tubuh menjadi rentan terhadap penyakit DBD. Semakin rendah sistem kekebalan tubuh, maka semakin besar pula peluang seseorang terpapar suatu penyakit DBD Sudardjad, 1990 dalam Fitriyani, 2007.

b. Jenis Kelamin

Menurut Wahyuni 2011, paparan penyakit DBD berdasarkan jenis kelamin perbedaannya tidak terlalu mencolok pada laki-laki dibandingkan perempuan karena laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk terpapar penyakit DBD. Hasil penelitian yang telah dilakukan di Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa kasus DBD pada tahun 2013-2015 adalah pada laki-laki 2013=52; 2014=51; 2015=56 hampir sama dengan perempuan 2013=48; 2014=49; 2015=44. Jenis kelamin berkaitan dengan tingkat keterpaparan dan kerentanan suatu penyakit. Peluang yang sama pada laki-laki dan perempuan dalam keterpaparan dan kerentanan terhadap penyakit DBD berkaitan dengan tempat perindukan dan kebiasaan istirahat vektor nyamuk Aedes aegypti, baik di lingkungan rumah, sekolah maupun tempat kerja. Selain itu juga, pengaruh lingkungan dalam kehidupan sehari-hari dapat mempengaruhi keterpaparan dan kerentanan pada laki-laki maupun perempuan. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Depkes RI tahun 2008 juga menunjukkan penderita DBD pada laki-laki 53,78 hampir sama dengan perempuan 46,23 Kemenkes RI, 2010. Artinya, berdasarkan jenis kelamin tidak ada perbedaan dalam kejadian penyakit DBD Yatim, 2007. Faktor imunitas tubuh perlu diperhatikan karena faktor ini dapat menentukan sehat atau sakit dalam keterpaparan suatu penyakit DBD. Berdasarkan penelitian imunologi menunjukkan bahwa imunitas tubuh laki-laki lebih rentan terhadap penyakit DBD dibandingkan perempuan, hal ini dimungkinkan dikarenakan cytokine pada perempuan lebih besar daripada laki-