melakukan penilaian rumah sehat setiap minggu dengan sampel sekali gerak sebanyak 20 rumah. Penilaian rumah dengan
menggunakan form rumah sehat.
3. Pengolahan Data
Data kasus DBD yang diperoleh merupakan jumlah kasus DBD per tahun menurut kecamatan dan wilayah kerja puskesmas di Kota
Tangerang Selatan dimulai tahun 2013 hingga tahun 2015. Kemudian data tersebut dikonversikan menjadi data kasus DBD menurut tahun
berdasarkan kecamatan dan wilayah kerja puskesmas untuk dianalisis selanjutnya. Data iklim yang diperoleh merupakan rata-rata hasil
pengukuran iklim dimulai tahun 2013 hingga tahun 2015, kemudian dikonversikan ke dalam bentuk rata-rata iklim per bulan. Berikut ini
penjelasan langkah-langkah dalam pengolahan data: a. Statistik
1 Entry data. Sebelum data di-entry, data diperiksa terlebih dahulu apakah data yang dianalisis sudah lengkap dan dapat
masuk ke tahap selanjutnya. Kemudian, entry data dilakukan dengan memasukkan data ke dalam aplikasi
pengolah data yang mendukung agar data tersebut mudah dianalisis. Data yang diuji statistik dilakukan dengan
bantuan aplikasi pengolah data tabular untuk kemudian dilakukan uji normalisasi.
2 Cleaning data. Data yang telah dimasukkan kemudian dilakukan pengecekkan kembali. Hal ini bertujuan untuk
menghindari kesalahan dalam memasukkan data sehingga tidak ada data yang ganda, tidak ada data yang hilang
missing values dan konsistensi. Dalam hal ini, data yang telah di-entry dan cleaning keluar dalam bentuk tabular.
b. Spasial Data spasial dioleh dengan menggunakan software SIG dan
menghasilkan output, yaitu peta tematik. Langkah-langkah awal yang dilakukan untuk analisis spasial sama dengan langkah saat
ingin melakukan uji statistik. Berikut ini penjelasan langkah- langkah dalam pengolahan data:
1 Data sudah lengkap dan telah siap untuk tahap selanjutnya. Sebelum memasuki langkah entry data, data yang
selanjutnya dilakukan analisis spasial diberi kode terlebih dahulu berupa gradasi warna. Untuk kasus DBD, variabel
Incidence Rate DBD dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu merah untuk kategori tinggi dan hijau untuk kategori
rendah. Sebaran kasus demam berdarah yang diikuti dengan faktor risiko diberi batasan yang berwarna biru, ungu dan
kuning pada wilayah kerja puskesmas yang memiliki angka IR DBD tinggi. Untuk ABJ dan rumah sehat diberi garis
tebal biru untuk kategori tinggi dan garis tebal kuning
rendah untuk kategori rendah. Kepadatan penduduk diberi garis tebal biru untuk kategori tinggi, garis tebal ungu untuk
kategori sedang dan garis tebal kuning untuk kategori rendah.
2 Kemudian, entry data. Pada langkah ini, data dimasukkan dengan bantuan aplikasi data tabular dan aplikasi data
spasial. Pada aplikasi data tabular, data dilakukan uji normalisasi. Kemudian, membuka file “dbf” dari atribut
shapefile. Jika sudah terbuka, langkah selanjutnya meng- copy
kolom variabel utama ke dalam file “.dbf” tersebut. 3
File “.dbf” dengan kolom variabel utama tersebut dimasukkan ke dalam lembar kerja pada aplikasi data
tabular yang telah dibuat dan memindahkan kolom variabel utama dengan tujuan untuk mencocokkan nama puskesmas
dengan menggunakan teknik dragging. Apabila sudah selesei, langkah selanjutnya melakukan pemeriksaan apakah
terdapat kesalahan saat pemasukan data ke dalam lembar kerja tersebut. Kemudian, save data tabular dalam bentuk
“CSV” dan data dapat diintegrasikan ke dalam data spasial. 4 Cleaning data. Data yang telah dimasukkan kemudian
dilakukan pengecekkan kembali. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesalahan, baik dalam pengkodean maupun
membaca kode sehingga data dapat dianalisis.
D. Analisis Data
1. Analisis Univariat Data kasus DBD yang dilaporkan di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan dianalisis secara univariat untuk mengetahui besar masalah DBD di wilayah Kota Tangerang Selatan menurut orang usia
dan jenis kelamin, tempat dan waktu. Data kepadatan penduduk dianalisis secara univariat untuk mengetahui distribusi kependudukan di
wilayah Kota Tangerang Selatan berdasarkan wilayah kerja Puskesmas. Data ABJ yang dilaporkan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
dianalisis untuk mengetahui distribusi ABJ dan dibandingan antara satu Puskesmas dengan Puskesmas lainnya dalam kurun waktu 3 tahun
terakhir di Kota Tangerang Selatan. Data rumah sehat dianalisis secara univariat untuk mengetahui distribusi rumah sehat dan dibandingan
antara satu Puskesmas dengan Puskesmas lainnya dalam kurun waktu 3 tahun terakhir di Kota Tangerang Selatan.
Semua variabel yang dianalisis ditampilkan dalam bentuk tabel Mean, Min dan Max dan grafik. Berikut ini ukuran Epidemiologi
untuk masing-masing variabel: Tabel 4.2
Ukuran Epidemiologi Pada Variabel Penelitian
No. Variabel
Ukuran
1. Incidence Rate DBD Per Wilayah Kerja
Puskesmas Rate
2. Iklim suhu udara, kelembaban udara, curah
hujan dan kecepatan angin Per bulan Kota Tangerang Selatan
Proporsi
3. Angka Bebas Jentik ABJ Per Wilayah Kerja
Proporsi
Puskesmas 4.
Kepadatan penduduk Per Wilayah Kerja Puskesmas
Proporsi 5.
Rumah sehat Per Wilayah Kerja Puskesmas Proporsi
2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakukan uji normalitas dan
uji statistik korelasi sebagai berikut: a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui data yang dianalisis sudah terdistribusi normal atau tidak. Data dikatakan normal jika
memenuhi sebagai berikut ini Hastono, 2006: 1 Nilai rasio Skewness berada diantara -2 sampai 2
2 Uji Kolomogorov Smirnov n = 30, Shapiro wilk n = ≤
30 dengan p 0,05 3 Grafik histogram berbentuk kurva normal
b. Uji Korelasi Uji korelasi bertujuan untuk mengetahui kekuatan atau
keeratan hubungan antara variabel iklim suhu udara, kelembaban, curah hujan dan kecepatan angin dengan kasus
DBD. Hubungan dua variabel numerik dapat berpola positif yang artinya kenaikan satu variabel diikuti kenaikan variabel lain dan
negatif yang artinya kenaikan satu variabel diikuti penurunan variabel yang lain.
Jika data terdistribusi normal, maka selanjutnya data dilakukan uji korelasi Pearson Moment, sedangkan jika data tidak
terdistribusi normal, maka data tersebut dilakukan uji non parametrik Spearman-rho. Nilai korelasi disimbolkan dengan
koefisien korelasi r. nilai r dan kekuatan atau keeratan hubungan antara dua variabel dapat dibagi menjadi 4, sebagai berikut
Colton dalam Hastono, 2006: r = 0,00-
0,25 → Tidak ada hubunganhubungan lemah r = 0,26-
0,50 → Hubungan sedang r = 0,51-
0,75 → Hubungan kuat r = 0,76-
1,00 → Hubungan sangat kuatsempurna 3. Analisis Spatialtemporal
Analisis spatialtemporal dilakukan dengan metode overlay, yaitu dengan menggabungkan dua peta sehingga menghasilkan peta baru.
Peta baru atau area map tersebut dapat diketahui pola penyebaran kasus DBD dengan kepadatan penduduk, angka bebas jentik dan rumah sehat.
Kemudian, dari peta tersebut dilihat korelasi antara variabel independen dengan varaibel dependen dan dinarasikan untuk menunjukkan pola
hubungan spasial berdasarkan waktu dan tempat sesuai yang diinginkan oleh peneliti.
Pada peta dalam penelitian ini diberi warna dan batas warna yang berbeda. Variabel kejadian DBD diberi warna merah
IR DBD ≥ 51 per 100.000 penduduk dan warna hijau IR DBD 51 per 100.000
penduduk. Sedangkan, pada peta baru yaitu setelah disusun tumpang tindih overlay dengan variabel angka bebas jentik, rumah sehat dan
kepadatan penduduk, kejadian DBD diberi batas garis putus-putus warna biru IR DBD ≥ 51 per 100.000 penduduk dan batas garis warna
hitam IR DBD 51 per 100.000 penduduk. Variabel angka bebas jentik diberi warna merah ABJ 95 dan
warna hijau ABJ ≥ 95. Variabel rumah sehat diberi warna merah
persentase rumah sehat 80 dan warna hijau persentase rumah sehat ≥ 80. Variabel kepadatan penduduk diberi warna merah
kepadatan penduduk 200 jiwaha, warna kuning 150-200 jiwaha dan warna hijau 150 jiwaha.
70
BAB V HASIL
A. Distribusi Kejadian Penyakit DBD
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data kasus Demam Berdarah Dengue DBD tahun 2013-2015 di wilayah kerja
Puskesmas Kota Tangerang Selatan. Berikut ini distribusi kejadian penyakit DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2013-2015 dijabarkan berdasarkan
orang, tempat dan waktu:
1. Distribusi Kejadian DBD Menurut Orang
a. Umur
Kasus DBD berdasarkan orang umur dibagi menjadi 4 kategori, yaitu 0-4 tahun, 5-9 tahun, 10-
14 tahun dan ≥15 tahun. Kasus DBD berdasarkan umur ini bertujuan untuk mengetahui
angka kesakitan atau Incidence Rate IR DBD menurut kelompok umur di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013-2015.
Biasanya kasus DBD lebih sering menyerang pada anak-anak, namun seiring perkembangannya sampai sekarang DBD dapat
menyerang semua umur. Berikut ini distribusi kasus DBD berdasarkan umur di Kota Tangerang Selatan tahun 2013-2015:
16.5 47.9
85.9
48.9 34.6
75.9 142.9
52.9
13.8 50.4
78.8
47.1
0.0 20.0
40.0 60.0
80.0 100.0
120.0 140.0
160.0
0-4 5-9
10-14 5
Incidence Rate
IR DBD
Per 10 0.
000 Pendudu
k
Umur
2013 2014
2015
Grafik 5.1 Distribusi Kasus DBD Berdasarkan Kelompok Umur di
Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2015
Sumber: Data Kasus DBD Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2015
Pada grafik 5.1 menunjukkan bahwa kelompok umur yang paling banyak menjadi kasus DBD di Kota Tangerang pada tahun
2013-2015 adalah kelompok umur 10-14 tahun.
b. Jenis Kelamin
Kasus DBD dapat menginfeksi pada semua jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan. Berikut ini distribusi kasus
DBD berdasarkan jenis kelamin di Kota Tangerang Selatan tahun 2013-2015:
10 20
30 40
50 60
2013 2014
2015 52
51 56
48 49
44
Persenta se
Ka sus
DBD
Tahun
Laki-laki Perempuan
Grafik 5.2 Distribusi Kasus DBD Berdasarkan Jenis Kelamin di
Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2015
Sumber: Data Kasus DBD Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2015
Pada grafik 5.2 menunjukkan bahwa kasus DBD menurut jenis kelamin di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013-2015
cenderung lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan. Kasus DBD pada laki-laki tertinggi terjadi pada tahun 2015
56, sedangkan kasus DBD pada perempuan tertinggi terjadi pada tahun 2014 49.
2. Distribusi Kejadian DBD Menurut Tempat
Kasus DBD menurut tempat bertujuan untuk mengetahui angka kesakitan atau Incidence Rate IR DBD berdasarkan wilayah kerja
Puskesmas di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013-2015. Dalam Rencana Strategi renstra Kementerian Kesehatan untuk angka
2 4
6 8
10 12
14 16
2013 2014
2015 14
14 16
11 11
9
Ju ml
ah Puskesma
s
Tahun
5 Per .
Penduduk 51 Per 100.000 Penduduk
kesakitan IR DBD secara nasional adalah sebesar ≤ 51 per 100.000
penduduk Kemenkes RI, 2015.
Grafik 5.3 Jumlah Puskesmas di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan
IR DBD Per 100.000 Penduduk Tahun 2013-2015
Sumber: Data Kasus DBD Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2015
Pada grafik 5.3 menunjukkan bahwa jumlah Puskesmas yang tidak mencapai target nasional di Kota Tangerang Selatan paling banyak
jumlahnya pada tahun 2015, yaitu sebanyak 16 Puskesmas dari 25 Puskesmas. Sebaran Puskesmas secara spatialtemporal dapat dilihat
melalui peta berikut ini: