Karakteristik Tempat Distribusi Kejadian Penyakit DBD di Kota Tangerang Selatan

Tangerang Selatan, masih terdapat beberapa tempat yang belum tercapai indikator persentase rumah peta 5.2. Namun, persentase rumah sehat rata-rata dalam satu kota secara nasional sudah mencapai target indikator ≥80 lampiran 1. Hal ini mengartikan bahwa rumah-rumah di Kota Tangerang Selatan sudah banyak yang telah memenuhi syarat rumah sehat.

b. Bulan

Kejadian demam berdarah di Indonesia setiap tahun terjadi pada bulan September hingga sampai Februari dimana puncak kejadian DBD bertepatan dengan musim hujan yaitu pada bulan Desember atau Januari Siregar, 2004. Pada musim hujan populasi vektor nyamuk Aedes aegypti mengalami peningkatan dengan bertambah banyaknya breeding place di luar rumah akibat sanitasi lingkungan yang kurang bersih. Pada musim kemarau juga dapat menyebabkan peningkatan populasi vektor nyamuk Aedes aegypti karena banyak vektor nyamuk yang bersarang di bejana yang selalu terisi air, seperti bak mandi, tempayan, drum dan penampungan air Depkes RI, 2010. Hasil penelitian yang telah dilakukan di Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa puncak kejadian penyakit DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2013 adalah bulan Juni, September dan November sedangkan, curah hujan pada saat itu adalah 82,7 mm, 34,8 mm dan 261,6 mm. Puncak kejadian penyakit DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2014 adalah bulan Januari sedangkan, curah hujan pada saat itu adalah 681,3 mm. Puncak kejadian penyakit DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2015 adalah bulan Januari, Mei dan Oktober sedangkan, curah hujan pada saat itu adalah 354,6 mm, 129,9 mm dan 10 mm. Curah hujan yang tinggi di Kota Tangerang Selatan memberikan dampak signifikan terhadap jumlah kasus DBD. Hal ini dikarenakan siklus perkembangan vektor nyamuk Aedes aegypti pada musim hujan lebih mudah berkembang daripada musim kemarau.

C. Distribusi Kejadian Penyakit DBD Berdasarkan Lingkungan Fisik

1. Suhu Udara

Suhu udara adalah suatu keadaan panas atau dinginnya udara yang biasanya diukur dengan alat ukur thermometer. Suhu optimal rata-rata untuk perkembangan larva dari vektor nyamuk DBD adalah 25°C – 27°C. Pemberhentian pertumbuhan nyamuk terjadi jika suhu kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C. Yotopranoto et al, 1998 dalam Yudhastuti dan Vidiyani, 2005. Hasil penelitian yang telah dilakukan di Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa rata-rata suhu udara dalam kurun waktu 3 tiga tahun terakhir adalah 27,7°C tabel 5.6. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan dan signifikan antara suhu udara dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan. Hasil penelitian ini mengartikan bahwa suhu udara di Kota Tangerang Selatan tidak termasuk dalam suhu optimal perkembangan larva vektor DBD, tetapi suhu udara tersebut termasuk suhu dimana larva dapat terus berkembangbiak hingga sampai menjadi nyamuk dewasa. Perubahan suhu yang terjadi dapat mempengaruhi musim penularan Bangs et al, 2007. Suhu udara memiliki hubungan dan siginifikan dengan kejadian DBD mengartikan bahwa Kota Tangerang Selatan dengan suhu udara berada diatas optimal namun masih sangat mendukung dalam perkembangbiakan vektor nyamuk Aedes aegypti dapat memberikan dampak potensi penularan penyakit DBD yang tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustazahid 2013 menunjukkan terdapat hubungan dan signifikan antara suhu udara dengan kejadian DBD di Kota Semarang tahun 2006- 2011 r = -0,439; Pvalue = 0,001. Suhu udara secara tidak langsung berhubungan dengan kejadian DBD tetapi berhubungan langsung dengan siklus hidup vektor nyamuk Aedes aegypti. World Health Organization WHO menyatakan bahwa suhu udara berhubungan dengan kemampuan bertahan hidup vektor. Suhu udara dapat mempengaruhi perkembangan virus dalam tubuh, frekuensi menggigit, istirahat dan perilaku kawin Cahyati, 2006. Jika suhu udara sudah termasuk optimum untuk perkembangbiakan vektor nyamuk, maka jumlah vektor nyamuk tersebut semakin meningkat dan berjumlah banyak sehingga dapat meningkatkan penularan penyakit