100.000 penduduk; 2014=114 per 100.000 penduduk; dan 2015=90 per 100.000 penduduk. Hal ini berarti penderita DBD tidak hanya tergigit
nyamuk infektif virus Dengue di lingkungan sekitar rumah saja, tetapi juga dapat di lingkungan tempat kerja, pasar, tempat ibadah atau
tempat-tempat umum lainnya. Aktifitas dan pekerjaan penduduk menyebabkan terjadinya mobilitas, baik dalam kota maupun luar kota
Rahim dkk, 2013. Faktor mobilitas merupakan salah satu faktor risiko yang dapat
menyebabkan virus DBD pada individu mudah berpindah dari satu tempat ke tempat lain sehingga mempengaruhi penyebaran penyakit
DBD. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gama dan Betty 2010 di Desa Mojosongo Kabupaten Boyolali menunjukkan bahwa mobilitas
berhubungan dengan kejadian DBD. Mereka yang memiliki kebiasaan berpergian dengan minimal periode 2 minggu sebelum kejadian DBD
memiliki risiko 9,29 kali lebih besar daripada yang tidak berpergian.
E. Distribusi Kejadian Penyakit DBD Berdasarkan Lingkungan Non-Fisik
1. Kepadatan Penduduk
Hasil penelitian yang telah dilakukan di Kota Tangerang Selatan tahun 2013-2015 menunjukkan bahwa berdasarkan analisis spasial
kasus DBD tinggi lebih banyak ditemukan di wilayah kerja Puskesmas dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi. Berdasarkan analisis
temporal, jumlah Puskesmas dengan kepadatan penduduk tinggi tahun 2013-2015 mengalami kecenderungan yang meningkat. Puskesmas
yang selalu memiliki IR DBD tinggi dengan kepadatan penduduk tinggi adalah Puskesmas Rawa Buntu.
Kasus DBD di Puskesmas Rawa Buntu mengalami peningkatan seiring kepadatan penduduk yang juga terus meningkat tahun 2013-
2015. Hal ini berarti kepadatan penduduk tinggi di Puskesmas Rawa Buntu diikuti kejadian penyakit DBD. Suatu wilayah dengan kepadatan
penduduk tinggi dapat memberikan dampak mudah terjadi penularan penyakit DBD melalui vektor nyamuk Aedes aegypti dari satu orang ke
orang lain. Vektor nyamuk Aedes aegypti memiliki kemampuan jarak terbang sejauh 50-100 mil atau 81-161 km Fitriyani, 2007 sehingga
wilayah dengan padat penduduknya dapat memudahkan vektor nyamuk untuk menginfeksi penduduk karena jarak terbang untuk menggigit
orang lain semakin kecil. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasyim 2009 yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan secara positif antara kepadatan penduduk dengan kejadian DBD, artinya semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk maka
kemungkinan juga menyebabkan peningkatan kejadian DBD. Hasil penelitian ini yang dilakukan oleh Hariyadi 2007 juga menunjukkan
bahwa Kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi berisiko 16 kali untuk tertular penyakit DBD.
133
BAB VII PENUTUP
A. Simpulan
1. Epidemiologi deskriptif penyakit Demam Berdarah Dengue DBD berdasarkan orang, tempat dan waktu di Kota Tangerang Selatan adalah
1 Kejadian DBD tertinggi pada usia produktif ≥15 tahun, 2 Kejadian DBD lebih sering terjadi di wilayah kerja Puskesmas
Kranggan dan 3 Kejadian DBD terjadi secara fluktuatif.
2. Rata-rata kondisi iklim di Kota Tangerang Selatan dalam kurun waktu 3 tiga tahun terakhir adalah suhu udara 27,7°C, kelembaban udara 90,
curah hujan 189,9 mm dan kecepatan angin 4 knot.
3. Distribusi spatialtemporal kejadian penyakit DBD di Kota Tangerang Selatan secara spasial terlihat tersebar di bagian Selatan Kota.
Sedangkan, berdasarkan temporal terlihat semakin berkurang dan terjadi penurunan kasus DBD selama 3 tahun terakhir dengan IR DBD
48,5 per 100.000 penduduk pada tahun 2013 menjadi 46,5 per 100.000
penduduk pada tahun 2015.
4. Distribusi spatialtemporal kejadian penyakit DBD dengan Angka Bebas Jentik di Kota Tangerang Selatan secara spasial terlihat IR DBD
tinggi banyak ditemukan di Puskesmas dengan ABJ yang juga tinggi. Secara temporal trend, terjadi peningkatan proporsi wilayah kerja
Puskesmas yang memiliki angka bebas jentik rendah diiringi IR DBD
yang semakin menurun.
5. Distribusi spatialtemporal kejadian penyakit DBD dengan rumah sehat di Kota Tangerang Selatan secara spasial terlihat IR DBD tinggi banyak
ditemukan di Puskesmas dengan persentase rumah sehat yang juga tinggi. Secara temporal, terjadi penurunan proporsi wilayah kerja
Puskesmas yang memiliki persentase rumah sehat rendah diiringi IR
DBD yang semakin menurun.
6. Distribusi spatialtemporal kejadian penyakit DBD dengan kepadatan penduduk di Kota Tangerang Selatan secara spasial terlihat IR DBD
tinggi banyak ditemukan di Puskesmas dengan kepadatan penduduk tinggi. Secara temporal, terjadi peningkatan proporsi wilayah kerja
Puskesmas yang memiliki kepadatan penduduk tinggi diiringi IR DBD
yang semakin menurun.
7. Pada tahun 2014 dan 2015 terdapat hubungan dengan kekuatan sedang antara suhu udara dengan kejadian DBD tetapi tidak signifikan.
Sedangkan pada tahun 2013 tidak ada hubungan antara suhu udara
dengan kejadian DBD.
8. Pada tahun 2014 terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara kelembaban udara dengan kejadian DBD. Sedangkan, pada tahun 2013
dan 2015 terdapat hubungan dengan kekuatan sedang antara
kelembaban udara dengan kejadian DBD tetapi tidak signifikan.
9. Pada tahun 2015 terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara curah hujan dengan kejadian DBD. Pada tahun 2014 terdapat hubungan
dengan kekuatan sedang antara curah hujan dengan kejadian DBD