sedang r = 0,471 tetapi tidak signifikan P value = 0,122 dan berkorelasi negatif.
2. Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah perbandingan banyaknya uap air yang terdapat di udara dengan banyaknya uap air maksimum yang dapat
dikandung oleh udara tersebut dalam suhu udara yang sama. Kelembaban udara dinyatakan dalam persen . Kelembaban berada
dibawah 60 umur nyamuk pendek sehingga potensi sebagai vektor semakin menurun Kemenkes RI, 2012. Hasil penelitian yang telah
dilakukan di Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa kelembaban udara rata-rata dalam kurun waktu 3 tiga tahun terakhir adalah sebesar
80 tabel 5.7. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan dan signifikan antara kelembaban udara dengan kejadian DBD di Kota
Tangerang Selatan. Hasil penelitian ini mengartikan bahwa kelembaban udara di Kota
Tangerang Selatan termasuk optimum untuk vektor nyamuk Aedes aegypti berpotensi tinggi sebagai vektor penularan DBD. Kelembaban
udara memiliki hubungan dan siginifikan mengartikan bahwa Kota Tangerang Selatan dengan kelembaban udara berada diatas optimal
60 dapat memberikan dampak potensi vektor nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penularan penyakit DBD tinggi. World Health
Organization WHO menyatakan bahwa kejadian penyakit DBD memiliki hubungan yang kuat dengan kelembaban udara. Hal ini
dikarenakan terdapat korelasi Aedes aegypti dan penularan virus dari satu manusia ke manusia lainnya Khin Than, 2003 dalam Fidayanto
dkk, 2013; Gubler et al, 2001. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustazahid 2013 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara kelembaban udara dengan kejadian DBD di Kota Semarang tahun 2006-2011 r = 0,533; P
value = 0,001. Kelembaban udara secara tidak langsung berhubungan dengan
kasus DBD, tetapi berhubungan dengan umur perkembangbiakan nyamuk. Pada saat kelembaban lebih dari optimum 60, umur
nyamuk menjadi lebih panjang dan potensi sebagai vektor juga semakin meningkat Kemenkes RI, 2012. Vektor nyamuk infektif Dengue
bersifat sensitif terhadap kelembaban. Apabila nyamuk infektif Dengue berada di lingkungan kering tidak lembab, maka kemampuan nyamuk
untuk bertahan hidup semakin menurun dan menyebabkan ia tidak cukup waktu untuk bisa menularkan virus ke orang lain Bangs et al,
2007 dalam Fidayanto dkk, 2013; Gubler et al, 2001. Kelembaban udara menentukan daya tahan alat pernafasan nyamuk Hidayati, 2008.
Lingkungan dengan kelembaban rendah dapat menyebabkan terjadinya penguapan air dari dalam tubuh vektor nyamuk. Penguapan inilah
menjadi faktor yang mempengaruhi bertahannya hidup nyamuk untuk dapat menginfeksi orang lain Cahyati, 2006.
Nilai r kelembaban udara pada tahun 2013 dan 2015 menunjukkan berbanding lurus dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan
yang artinya jika kelembaban udara semakin naik, maka kasus DBD juga meningkat. Hasil uji kekuatan pada kedua tahun tersebut
menunjukkan terdapat hubungan antara kelembaban udara dengan kejadian DBD tetapi tidak signifikan. Hal ini berarti jika kelembaban
udara naik, kasus DBD tidak selalu meningkat atau sebaliknya, sebagaimana pada tahun 2013 terlihat di bulan Maret, Juni, Juli dan
Desember sedangkan, pada tahun 2015 bulan April, Mei, Juli dan Desember grafik 5.14 lampiran 4.
Kelembaban udara tinggi tidak selalu diikuti oleh peningkatan kasus DBD. Peran serta masyarakat masih kurang optimal dalam
menjaga lingkungan agar tetap bersih menjadi salah satu hubungan yang tidak signifikan antara kelembaban udara dengan kejadian DBD di
Kota Tangerang Selatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Masrizal 2010 yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan tetapi tidak signifikan antara kelembaban udara dengan kejadian DBD r = 0,498; Pvalue = 0,100.
3. Curah Hujan
Hasil penelitian yang telah dilakukan di Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan dalam kurun waktu 3 tiga
tahun terakhir adalah 189,9 mm tabel 5.8. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan dan signifikan antara curah hujan
dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan. Hasil uji statitik curah hujan pada tahun 2015 menunjukkan hubungan yang kuat dan
signifikan antara curah hujan dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan. Nilai r menunjukkan arah positif yang artinya jika curah hujan
tinggi, maka kasus DBD juga tinggi. Hal ini terlihat terjadi pada musim hujan, yaitu bulan September hingga Desember grafik 5.15 lampiran 4.
Curah hujan memiliki hubungan yang kuat dan signifikan mengartikan bahwa curah hujan di Kota Tangerang Selatan
memberikan dampak terhadap meningkatnya jumlah vektor nyamuk Aedes aegypti sehingga potensi penularan DBD di musim hujan juga
tinggi. Curah hujan secara langsung dapat mengurangi atau meningkatkan jumlah populasi vektor nyamuk karena banyaknya
genangan air sehingga menjadi tempat perindukan nyamuk. Biasanya tempat perindukan nyamuk ditemui di sampah-sampah kering, seperti
botol bekas, kaleng, potongan bambu juga daun-daun yang mungkin dapat menampung air sehingga menjadi tempat perindukan nyamuk.
Menurut Sukowati 2004 tempat perkembangbiakan vektor nyamuk DBD di Indonesia dipengaruhi oleh musim penghujan dan tersedianya
air di pemukiman. Curah hujan yang tinggi dapat menimbulkan genangan air di
tempat penampungan air sekitar rumah atau lainnya yang merupakan tempat perkembangbiakan larva hinga menjadi nyamuk. Genangan air
tersebut meningkatkan breeding place nyamuk Hidayati, 2008. Hasil