Kebijakan Terkait Penatausahaan Hutan Rakyat

115 pemeriksaan asal usul juga dilakukan saat pemilik mengajukan permohonan dokumen angkut sehingga perlu biaya ganda. Kemudahan penatausahaan hasil hutan diharapkan menjadi pendorong semangat pembangunan kehutanan berbasis masyarakat. Namun dalam prakteknya sistem ini masih dianggap memberatkan masyarakatpetani hutan rakyat. Tidak seragamnya aturan yang dibuat pada masing-masing daerah termasuk biaya yang dikeluarkan oleh petani bisa menyurutkan semangat untuk menanam kayu rakyat.

5.13 Kebijakan Pengembangan Hutan Rakyat

Pemerintah telah mempromosikan dan mendorong pembangunan kehutanan berbasis masyarakat antara lain dengan menggalakkan penanaman komoditas kehutanan berupa kayu pada lahan-lahan rakyatlahan milik. Namun hingga saat ini belum ada perencanaan pengelolaan hutan, sehingga tidak ada petani hutan rakyat yang berani memberikan jaminan terhadap kontinuitas pasokan kayu bagi industri. Dalam hal ini peranan lembaga pemerintah khususnya Pemerintah Daerah perlu lebih proaktif dalam memberikan dukungan dalam pengembangan Hutan Rakyat mulai dari tahap perencanaan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, penebangan, pengolahan dan pemasaran hasilnya. Selain itu pemanfaatan sumberdaya hutan ini harus dilaksanakan berdasarkan rasionalitas dan optimalitas yang dilaksanakan secara bertanggung jawab guna menjamin kelestarian dan keseimbangan ekosistem, serta pembangunan berkelanjutan secara berkeadilan. Upaya-upaya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kayu yang semakin besar harus diiringi dengan pengendalian dan sekaligus pelestarian kawasan-kawasan hutan rakyat. Seiring dengan tuntutan adanya upaya memberantas illegal logging, Uni Eropa telah memberikan respon melalui Forest Law Enforcement Governance and Trade – Voluntary Partnership Agreement FLEGTVPA. Yaitu suatu respon yang menjual produknya ke pasar Eropa, untuk membuat Kesepakatan bersama yang intinya hanya akan menjual dan menerima kayu-kayu yang benar-benar legal. Hal ini merupakan peluang untuk pemasaran hasil hutan rakyat dengan adanya sertifikasi pengelolaan hutan lestari ecolabeling. Sertifikasi hutan rakyat adalah sebuah pengakuan yang ditunjukkan dari adanya label produk yang menunjukkan bahwa produk tersebut diproduksi dengan memperhatikan kaidah kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup Riva, 2005 dalam Mindawati et. al., 2006 Melalui sertifikasi ekolabeling hutan rakyat ini diharapkan dapat memberikan peningkatan nilai tambah value added melalui naiknya harga kayu produksi hutan rakyat. Menurut Gandas dan Ekawati 2010, peran utama pemerintah daerah untuk membentuk hutan rakyat sebagai unit usaha yang lestari yaitu : Pertama, pemerintah daerah harus memberikan pembinaan teknik pembangunan hutan maupun dari sisi pengusahaan. Melalui pembinaan teknik pembangunan hutan diharapkan lahan hutan rakyat akan memberikan peningkatan hasil dan mutu produk kayu dan non-kayu yang optimum, ditinjau dari sisi sosial-ekonomi maupun ekologi. Melalui pembinaan pengusahaan diharapkan hasil dari hutan rakyat dapat dipasarkan dengan harga yang terbaik, menguntungkan dan berkelanjutan. Kedua adanya pengakuan recognation terhadap perkembangan hutan rakyat sebagai unit usaha yang berkelanjutan. Dalam hal ini pemerintah dapat mengeluarkan sertifikat ekolabel bagi hutan rakyat yang dikelola secara lestari. Sertifikat tersebut memberikan pengakuan bahwa hutan rakyat tersebut memang dikelola dengan baik dan benar sehingga memberikan manfaat secara sosial, ekonomi maupun ekologi. Ketiga sebagai pengatur pemerintah yang efektif dan efisien good governance agar proses pengusahaan hutan rakyat tidak terbebani oleh sistem tata niaga rumit dan memerlukan ongkos tinggi. Sertifikat ekolabel bagi hutan rakyat mempunyai nilai penting untuk masa mendatang khususnya bila hasil hutan rakyat akan dipasarkan untuk ekspor karena beberapa negara seperti Uni Eropa, Jepang dan Australia mensyaratkan produk kayu yang masuk ke negara mereka dihasilkan melalui proses yang ramah lingkungan. Upaya Dinas Kehutanan Provinsi yaitu dengan sosialiasi terhadap 29 Kabupaten dan 1 Kota yang meliputi hutan rakyat seluas 37.693,07 Ha menghasilkan 5 unit manajemen hutan yang telah bersertifikat yaitu Pacitan, Magetan, Bangkalan, Lumajang dan Probolinggo. Akan tetapi usaha hutan rakyat bersertifikat ini belum didukung oleh harga premium price seperti yang diharapkan. Harga jual hasil produksi hutan bersertifikat sama dengan yang belum bersertifikat. Hal ini karena Unit Manajemen Hutan tersebut belum bermitra dengan baik dengan IPHHK yang membutuhkan kayu dengan ecolabel. Disamping kemudahan dalam penatausahaan hasil hutan, beberapa daerah di Kabupaten juga menetapkan beberapa peraturan daerah agar hutan 117 rakyat semakin berkembang. Bupati Kabupaten Lumajang mengeluarkan instruksi No. 2 Tahun 2006 tentang Pengendalian Penebangan Pohon di Luar Kawasan Hutan Kabupaten Lumajang yang isinya melarang penjualan kayu log langsung dari Kabupaten Lumajang, namun harus diolah terlebih dahulu minimal menjadi barang setengah jati menyebabkan beberapa investor harus membuka industripabrik pengolahan kayu di Kabupaten Lumajang. Hal ini akan menyerap tenaga kerja yg lebih banyak serta adanya peningkatan nilai ekonomi dari kayu rakyat itu sendiri. Penyederhanaan dalam penatausahaan hutan rakyat serta iklim usaha yang baik mendorong masyarakat untuk memberikan kontribusi dalam pembangunan kehutanan, khususnya dalam penyediaan bahan baku industri. Dengan berkembangnya komoditas hasil hutan yang berasal dari lahan masyarakat maka pada gilirannya akan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Beberapa hal yang dapat menjadi masukan untuk arahan pengembangan hutan rakyat untuk pemenuhan bahan baku industri primer hasil hutan di Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan produksi kayu yang berasal dari hutan rakyat Pengembangan hutan rakyat diarahkan berdasarkan jenis tanaman yang memiliki potensi, preferensi dan permintaan tinggi untuk dikembangkan seperti Jati, Jabon dan Sengon pada wilayah yang memiliki ketersediaan dan kesesuaian lahan. Disamping meningkatkan luasan hutan rakyat yang perlu diperhatikan juga adalah peningkatan produksi kayu per hektar luasan dengan menggunakan teknik silvikultur dan pengelolaan hutan rakyat sebagaimana mestinya. 1. Pembuatan dan penataan kebijakan yang mendukung pengembangan hutan rakyat Penetapan regulasi penatausahaan hasil hutan yang berpihak kepada kepentingan petani hutan rakyat dan industri berbahan baku kayu rakyat dapat mendorong pengembangan hutan rakyat. Peraturan tata kelola kayu rakyat yang dikeluhkan oleh masyarakat sebagai sesuatu yang menghambat dan bersifat disinsentif agar dapat lebih disederhanakan. Agar dapat mendukung semakin berkembangnya kayu rakyat sebagai pasokan bahan baku maka perlu ditekan biaya-biaya siluman yang menyebabkan biaya ekonomi tinggi. 2. Peningkatan program-pogram pendampingan yang efektif Program pendampingan bagi pengembangan hutan rakyat tidak hanya merupakan tugas pemerintah, namun juga merupakan tugas dari LSM, Perguruan tinggi, instansi terkait kehutanan, organisasi hutan rakyat, BUMN dan industri perkayuan. Pendampingan ini mulai dari tingkat perencanaan hutan rakyat, budidaya, penatausahaan hasil hutan kayu rakyat, pemasaran, kelembagaan, pembiayaan, penelitian dan pengembangan sampai pengendalian agar tercipta pengelolaan hutan produktif dan lestari. Dalam pendampingan dan pembinaan petani hutan rakyat perlu adanya koordinasi antar instansi dan stakeholders terkait agar tidak adanya tumpang tindih bantuan dan pendampingan pada lembaga petani hutan rakyat yang sama 3. Pembuatan kebijakan yang mengarahkan CSR dari IPHHK untuk pengembangan hutan rakyat Meskipun jumlah IPHHK dan industri pengolahan kayu lanjutan cukup besar di Jawa Timur, namun IPHHK yang mau memberikan bantuan baik berupa kemitraan maupun hibah bagi pengembangan hutan rakyat relatif sedikit. Untuk itu perlu membangun kesadaran swasta tentang keberlanjutan hutan rakyat. Kebijakan yang mewajibkan dana CSR dari industriBUMN yang memperoleh manfaat langsung maupun tidak dari hutan rakyat untuk digunakan dalam pengembangan hutan rakyat perlu ditetapkan. Swasta juga bertanggung jawab untuk memajukan pembangunan wilayah melalui investasi, tidak hanya berorientasi kepada pasar tetapi juga bertanggung jawab terhadap sumberdaya hutan dan memperhatikan petani hutan rakyat. 4. Membangun pola kemitraan secara partisipatif yang melibatkan stakeholder terkait Pola kemitraan yang bersifat top down pada kenyataan di lapangan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu dibangun pola kemitraan partisipatif. Partisipasi akan tumbuh apabila kesejajaran kedudukan dan rasa saling membutuhkan dari masing-masing pihak yang terlibat dalam proses kemitraan. Wujud dari rasa saling membutuhkan antara lain adanya rasa saling memiliki dan saling mempercayai antara petani industri dan lembagakoperasi petani hutan rakyat. Disamping itu dalam pola kemitraan perlu adanya transparansi dan keadilan sehingga akan saling menguntungkan bagi seluruh stakeholders. 119 5. Pembuatan kebijakan, bimbingan dan controling bagi pengembangan kelembagaankoperasi dan kemitraan Peran pemerintah didalam kemitraan adalah sebagai regulator dalam menetapkan kebijakan. Kebijakan yang memberikan jaminan kemanan dan menciptakan suasana kondusif akan semakin meningkatkan minat untuk pembangunan pola kemitraan. Selanjutnya dalam proses pembimbingan terhadap usaha kecil tidak selalu dilakukan oleh pemerintah, akan tetapi dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga pendukung lainnya. Bimbingan dalam pengembangan kelembagaan pola kemitraan dapat berupa penyediaan informasi, bantuan manajemen dan teknologi terutama pemberian bimbingan dan konsultasi kepada anggota lembaga. Disamping itu perlu adanya peran pemerintah sebagai controlling terhadap kemitraan dengan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan kemitraan, karena dalam prakteknya sangat mungkin muncul permasalahan-permasalahan diluar jangkauan hukum atau perjanjanjian kemitraan itu sendiri. Berkaitan dengan masalah ini, maka pemerintah dapat memberikan bantuan advokasi terutama bagi petani apabila menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perjanjian kemitraan. 6. Pemberian insentif bagi pengelola hutan rakyat Peran hutan rakyat bukan hanya secara ekonomi namun juga ekologi dan sosial. Agar keberlanjutan hutan rakyat dapat terjaga maka perlu diberikan insentif bagi pengelola hutan rakyat misalnya dengan keringan pajak bumi dan bangunan PBB, pemberian pupuk, bibit unggul atau pemberian peralatan pengolah kayu sehingga petani memperoleh nilai tambah dari sekedar menjual kayu bulat.

VI. KESIMPULAN

1. Kebutuhan bahan baku kayu bulat yang dibutuhkan oleh Industri Primer Hasil Hutan Kayu di Jawa Timur sebesar 7,4 juta m 3 pertahun hanya bisa dipenuhi baik oleh hutan alam, produksi maupun hutan rakyat yang ada saat ini sebesar 3,5 juta m 3 sehingga masih kekurangan pasokan sebesar 3,9 juta m 3 . Untuk itu perlu adanya pengembangan hutan rakyat sebagai alternatif pasokan bahan baku. 2. Jenis kayu yang berasal dari hutan rakyat yang berpotensi untuk memenuhi kebutuhan bahan baku di Jawa Timur adalah Jati, Sengon dan Jabon dimana menurut analisis kesesuaian lahan, analisis finansial, minat masyarakat serta permintaan IPHKK ketiga jenis kayu tersebut layak untuk dikembangkan di Provinsi Jawa Timur. 3. Pegembangan lokasi hutan rakyat adalah di 29 Kabupaten dan 1 Kota di Jawa Timur, dengan mempertimbangkan lokasi industri dan kebutuhan bahan baku IPHHK sebagai demand. Pengembangan sengon dan jabon diarahkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku indutsri plywood di Gresik, Jombang dan Lumajang sedangkan hutan rakyat jati sebagai bahan baku kayu gergajian bagi industri yang tersebar diseluruh Jawa Timur 4. Untuk mendukung pengembangan hutan rakyat yang berkelanjutan di Jawa Timur perlu adanya kemitraan antara IPHHK dengan petani hutan rakyat. Pola kemitraan ini memerlukan suatu kelembagaan yang menjembatani antara industri dan petani berupa lembaga berazaz koperasi. Peran pemerintah sangat diperlukan sebagai fasilitator, regulator dan motivator dan perlu kebijakan yang berpihak pada rakyat dalam pengelolaan hutan rakyat. Saran 1. Pola kemitraan hutan rakyat dengan pembentukan lembaga berazaz koperasi masih perlu diteliti lebih lanjut agar memberikan manfaat terbaik bagi semua pihak yang terlibat. 2. Untuk kesesuaian lahan, perlu diteliti lebih lanjut dalam skala yang lebih besar sehingga arahan pengembangan hutan rakyat dapat lebih detil.