13
2.4 Pengembangan Hutan Rakyat Pola Kemitraan
Salah satu kendala yang dihadapi oleh petani dalam pengembangan dan pembangunan hutan rakyat adalah faktor modal. Pola kemitraan diyakini sebagai
suatu cara untuk mengatasi permasalahan ini dengan mengembangkan kemitraan baik
dengan pemerintah, swasta maupun dengan Perhutani Fauziyah, E dan D. Diniyati, 2003.
Pola kemitraan bertujuan agar terciptanya unit-unit usaha perhutanan rakyat pada daerah sentra industri pengolahan kayu serta terbinanya partisipasi
masyarakat dalam pelestarian sumberdaya. Menurut Donie, et. al 2001, dengan adanya pola kemitraan paling tidak ada tiga hal yang akan dicapai yaitu kualitas
dan kuantitas tegakan yang lebih baik, pasar yang telah terjamin dan minat serta kemampuan petani semakin meningkat.
Secara resmi definisi kemitraan telah diatur dalam Undang-Undang Usaha Kecil UUUK no 9 tahun 1995 yaitu kerjasama antara usaha kecil dengan
usaha menengah atau besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Dalam pembangunan hutan rakyat yang lestari, untuk menunjang keberhasilannya ditawarkan berbagai
alternatif model, diantaranya adalah pembangunan hutan rakyat dengan pola kemitraan, yaitu dengan cara membentuk kemitraan antara petani pemilik lahan
dan pihak swasta sebagai perusahaan mitra. Tujuannya antara lain adalah memberdayakan
masyarakat sekitar
hutan sebagai
kekuatan ekonomi,
meningkatkan kemampuan perekonomian masyarakat melalui kemandirian dalam mengelola usaha serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat. Hutan rakyat pola kemitraan dibangun oleh perusahaan di lahan milik
masyarakat dan dikelola berdasarkan prinsip-prinsip kemitraan yang berazaskan kelestarian, sosial, ekonomi dan ekologi. Dasar pertimbangan kerjasama ini
adalah adanya saling membutuhkan dan saling menguntungkan antara kedua belah pihak Triyono 2004. Perusahaan memerlukan bahan baku kayu untuk
industri secara berkesinambungan dan rakyat pemilik lahan memerlukan bantuan modal, pengetahuan teknis dan kepastian pemasaran. Selain itu, munculnya
pemikiran untuk mengembangkan pola kemitraan dalam pembangunan hutan rakyat juga didasari keinginan untuk meningkatkan peran serta pihak -pihak yang
terkait langsung
dengan pembangunan
hutan rakyat
yaitu petani,
pengusahaindustri pengolahan kayu dan pemerintah Dir BIKPHH, 2006.
14
2.5 Penginderaan Jauh dan SIG
Evaluasi pemanfaatan
ruang aktual
eksisting yang
meliputi penggunaanpenutupan
lahan land
useland cover,
diperlukan untuk
menggambarkan kondisi fisik wilayah secara aktual. Informasi pemanfaatan
ruang aktual akan sangat membantu dalam analisis potensi fisik secara utuh. Pada wilayah perencanaan yang luas, aktivitas evaluasi ini memerlukan alat
bantu yang mampu memberikan gambaran tutupan coverage wilayah secara luas, cepat, konsisten dan terkini. Sumber informasi yang memiliki kemampuan
tersebut adalah citra satelit, oleh karena itu evaluasi pemanfaatan ruang aktual existing land use and land cover biasanya dilakukan dengan bantuan analisis
citra satelit dan Sistem Informasi Geografis Rustiadi et al, 2009. Sistem informasi geografis SIG merupakan suatu cara baru yang
berkembang saat ini dalam menyajikan dan melakukan analisis data spasial dengan komputer. Selain mempercepat proses analisis, SIG juga bisa membuat
model yang dengan manual sulit dilakukan Barus Wiradisastra 2000. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat membantu dan
mempercepat kegiatan inventarisasi sumber daya alam, sedangkan Sistem Informasi Geografi SIG digunakan untuk analisis. Melalui pemanfaatan citra
satelit, dapat dilakukan analisis untuk memperoleh data penutupan lahan. Perekaman data permukaan bumi penutup lahan pada selang waktu yang
berbeda dapat memberikan data perubahan penutupan lahan, sehingga kondisi lahan hutan yang sebenarnya pada periode tertentu dapat diketahui secara
pasti. Menurut Lilesand dan Keifer 1994 data satelit penginderaan jauh di
daerah beriklim tropis dan subtropis umumnya berhasil menyediakan informasi yang baik tentang kondisi dan perkembangan vegetasi.
Kondisi dan perkembangan vegetasi dapat dideteksi dari citra satelit Landsat Thematic
Mapper TM dengan memperhatikan respon spektral. Fluktuasi respon spektral dipengaruhi
oleh jenis
vegetasi, fase
pertumbuhan vegetasi,
kondisi perkembangan vegetasi dan keadaan lingkungannya.
Salah satu masalah yang dijumpai dalam menentukan lahan yang secara aktual tersedia bagi pengembangan suatu komoditas adalah ketersediaan
data dan informasi penggunaan lahan yang sudah kurang sesuai dengan keadaan sesungguhnya di lapangan sebagai akibat dari perubahan penggunaan
lahan yang bersifat dinamis. Untuk itu peranan data citra satelit diharapkan
15
dapat mengatasi masalah ini, karena data ini dapat secara cepat dan akurat memberikan informasi terhadap keadaan penutup lahan land cover melalui
teknologi penginderaan jauh Ritung dan Hidayat, 2006. Peta merupakan alat yang paling baik untuk membantu perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan, peta dapat diperoleh dengan cara pengukuran langsung di lapangan atau dengan menggunakan interprestasi foto udara
maupun citra Landsat, dengan peta akan didapatkan informasi penyebaran obyek dan keterkaitan secara spesial keruangan dengan penumpang–tindihan
tumpang susun dari beberapa peta dengan skenario tertentu dan diperoleh informasi yang bermanfaat Dimiyati dan Dimyati, 1998 dalam Situmeang et al,
2005
2.6 Analisis Kesesuaian Lahan
Semakin berkurangnya lahan yang subur dan potensial untuk pertanian dan adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non
pertanian memerlukan teknologi tepat guna untuk mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan.
Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data dan informasi yang
lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan terutama tanaman yang
mempunyai peluang pasar dan manfaat ekonomi yang cukup baik Djaenudin et al, 2003.
Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya perlu
diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumberdaya lahan. Hasil survei ini merupakan dasar bagi evaluasi lahan.
Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara untuk menilai potensi sumber daya lahan. Hasil
evaluasi lahan akan memberikan informasi danatau arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan akhirnya nilai harapan produksi yang kemungkinan akan
diperoleh. Inti evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat-sifat
atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001.
Semua jenis komoditas pertanian yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan