V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Industri Primer Hasil Hutan Kayu IPHHK
Jumlah IPHHK di Jawa Timur sampai dengan tahun 2011 tercatat sebanyak 467 industri dengan jumlah IPHHK terbanyak adalah industri dengan
kapasitas dibawah 2.000 m3tahun yaitu 274 industri. Selanjutnya adalah IPHHK dengan kapasitas antara 2.000 sd 6.000 m3th sebanyak 108 industri dan
IPHHK dengan kapasitas diatas 6.000 m3tahun sebanyak 85 industri. Meskipun jumlah industri semakin bertambah setiap tahunnya, akan
tetapi kenyataannya tidak semua industri pengolahan kayu ini beroperasi dengan baik.
Beberapa IPHHK menghentikan produksi dan sebagian lainnya menurunkan kapasitas produksinya yang berimplikasi terhadap penurunan
produksi produk kayu. Permasalahan utama yang dihadapi IPHHK saat ini
adalah kesulitan untuk memperoleh bahan baku disamping permasalahan lain seperti inefisiensi industri dan daya saing produk yang rendah.
Penurunan jumlah
dan kapasitas
produksi dapat
mempengaruhi perekonomian Jawa Timur antara lain dengan banyaknya pemutusan tenaga
kerja dengan karyawan industri hasil hutan dan lambatnya pertumbuhan ekonomi. Hal ini tidak sejalan dengan misi dari revitalisasi pemanfaatan hutan
dan industri kehutanan sesuai Permenhut No. P.10Menhut-II2011 yaitu bagaimana hutan dan industri kehutanan meningkat memberikan lapangan kerja
sekaligus memperbaiki kualitas lingkungan hidup. Sektor industri kayu pernah mengalami masa jayanya pada periode 1980
sampai akhir 1990 an. Pada masa itu perolehan devisa dari industri perkayuan mencapai US 6 miliar hingga US 7 miliar. Akan tetapi kerusakan hutan alam
yang parah karena over eksploitasi industri kayu menyebabkan pemerintah menetapkan kebijakan “Soft Landing” sejak tahun 2003. Pokok isinya kebijakan
ini adalah mengurangi peran hutan alam sebagai pemasok kayu untuk industri perkayuan, seperti pulpkertas, kayu lapis dan industri kayu pertukangan lain
untuk menjamin keberadaan dan kelestarian hutan alam. Implikasi kebijakan ini menyebabkan penurunan ekspor produk perkayuan, perolehan devisa, pajak,
kesempatan kerja dan menurunnya pertumbuhan ekonomi dari subsektor barang dari kayu dan hasil hutan lainnya.
51
Gambar 14. Industri Plywood Berbahan Baku Sengon di Lumajang Pada tahun 2011 industri barang kayu dan hasil hutan mulai menunjukan
tanda-tanda kebangkitan setelah beberapa tahun terakhir terus mengalami penurunan. Kementerian Perindustrian mencatat industri ini tumbuh sebesar
3,01 dibandingkan periode yang sama tahun 2010 karena permintaan yang meningkat dan harga komoditas kayu dunia yang sedang tinggi. Pertumbuhan
industri sendiri dilihat secara menyeluruh seperti jumlah industri, volume produksi dan ekspor.
Pertumbuhan ini didorong oleh berkembangnya hutan tanaman rakyat di berbagai daerah terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat yang
menjadi sentra pemasok bahan baku kayu rakyat. Disamping itu industri
kehutanan yang memanfaatkan bahan baku rakyat semakin mendapatkan tempat di pasar internasional. Reaksi pasar internasional ini didukung dengan
adanya issu dan gerakan anti illegal logging yang dinilai telah menghancurkan hutan tropis.
Kayu tanaman masyarakat dianggap sebagai salah satu komoditas yang ramah lingkungan. Disamping itu gencarnya semangat untuk mempromosikan
produk yang ramah lingkungan dan adanya procurement policy dari negara pengimpor kayu yang hanya akan menerima produk kayu legal yang dapat
dipertanggungjawabkan asal-usulnya, telah merubah kebijakan industri dalam hal pemenuhan bahan bakunya Dir BIKPHH, 2006
Ditinjau dari segi lokasi industri di Jawa Timur, total IPHHK terbanyak berada pada Kabupaten Lumajang, Gresik dan Jombang. Untuk industri dengan
kapasitas diatas 6.000 m3th paling banyak berada di Kabupaten Lumajang, Surabaya dan Gresik.
Industri ini merupakan industri besar yang menyerap jumlah tenaga kerja dan bahan baku yang banyak serta produk akhir berorientasi
untuk eksport seperti plywood dan veneer. Menurut Weber dalam Rustiadi et al., 2009, tanpa adanya perbedaan
biaya produksi antar lokasi, maka keputusan penempatan lokasi industri manufaktur akan ditentukan oleh dua faktor yaitu 1 Bobot Bahan baku dan
bobot produk akhir yang akan diangkut ke pasar; dan 2 jarak tempuh dari bahan baku dan produk yang harus dipindahkan.
Faktor-faktor yang akan mempengaruhi lokasi industri secara regional adalah ongkos trasport dan biaya tenaga kerja.
Apabila faktor-faktor lain diabaikan maka lokasi industri akan terletak pada tempat-tempat yang
mempunyai ongkos trasport yang minimum. Ongkos transport ini meliputi
ongkos pengangkutan bahan-bahan baku ketempat produksi dan ongkos pengangkutan hasilproduksi ke tempat konsumen Sitorus, 2010. Ongkos
trasportasi tergantung dari : 1 Berat dan volume yang diangkut 2 Jarak yang ditempuh 3 Sistem dan alat trasportasi yang dipakai 4 Keadaan daerah dan
keadaan jaringan jalan serta 5 macam barang yang diangkut. Hal ini dapat menjelaskan kenapa sebagian besar industri dengan kapasitas diatas 6.000
m3tahun membangun pabrik di daerah Surabaya dan Gresik. Pada awalnya pasokan bahan baku berasal dari hutan alam dari luar jawa
seperti Kalimantan, Sulawesi dan Papua yang pengangkutannya menggunakan transportasi laut.
Kayu log ini masuk melalui pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya sebelum akhirnya diangkut ke industri menggunakan transportasi
darat. Sebagian besar produk dari industri besar adalah untuk keperluan eksport yang pengangkutannya juga menggunakan kapal laut. Letak pelabuhan yang
dekat menyebabkan industri membangun pabrik pengolahan kayu di Surabaya dan Gresik untuk meminimalkan biaya transportasi dan biaya lainnya disamping
fasilitas pendukung transportasi lain yang dimiliki Surabaya sebagai ibukota provinsi dan Gresik sebagai satelitnya lebih baik dari daerah lain.
Ini juga terlihat pada gambar 15 dimana industri berkapasitas 2.000-6.000 m3tahun
terbesar berada di Gresik dan Surabaya.
53
Gambar 15. Sebaran IPHHK menurut Kabupaten se Jawa Timur Tahun 2011 Gambar 15 nenunjukkan bahwa industri berskala relatif kecil yaitu
dibawah 2.000 m3thn terbanyak berada pada Kabupaten Jombang, Sumenep dan Malang. Hal ini dikarenakan industri tersebut umumnya memproduksi kayu
gergajian. Sehingga lokasinya mendekati sumber bahan baku baik dari Perum Perhutani maupun dari hutan rakyat dan biasanya untuk memenuhi kebutuhan
kayu lokal seperti kayu pertukangan, mebel dan sebagainya.
- 10
20 30
40 50
60 70
Kab. Banyuwangi Kab. Bojonegoro
Kab. Gresik Kab. Jember
Kab. Jombang Kab. Kediri
Kab. Lamongan Kab. Lumajang
Kab. Madiun Kab. Magetan
Kab. Malang Kab. Mojokerto
Kab. Nganjuk Kab. Ngawi
Kab. Pacitan Kab. Pasuruan
Kab. Ponorogo Kab. Probolinggo
Kab. Sidoarjo Kab. Sumenep
Kab. Trenggalek Kab. Tuban
Kab. Tulungagung Kota Kediri
Kota Malang Kota Surabaya
Jumlah IPPHK Jawa Timur Tahun 2011
Total 6.000 m3th
2.000-6.000 m3th 2.000 m3th
5.2 Identifikasi Jenis Tanaman Prioritas untuk Pengembangan Hutan
Rakyat di Jawa Timur
Penetapan jenis tanaman yang menjadi prioritas untuk dikembangkan di Jawa Timur adalah berdasarkan kebutuhan industri kayu yang terdapat di Jawa
Timur, berdasarkan prefensi masyarakat mengenai tanaman apa yang lebih disukai untuk ditanam serta berdasarkan potensi hutan rakyat eksisting di Jawa
Timur.
5.2.1 Kebutuhan Bahan Baku Industri Primer Hasil Hutan Kayu
Dari seluruh IPHHK yang terdaftar di Provinsi Jawa Timur, Kebutuhan bahan baku industri primer hasil hutan di Provinsi Jawa Timur sesuai dengan
kapasitas produksi dapat dilihat pada tabel 8 berikut. Tabel 8
Kebutuhan Bahan Baku Industri Primer Hasil Hutan Dan Kapasitas Produksi Di Provinsi Jawa Timur
2.000 m3th 2.000-6.000
m3th 6.000 m3th
1 2
3 4
5 6
7 1 Kab. Banyuwangi
19.850 2500
40000 62.350
124.700 2 Kab. Bojonegoro
7.455 6500
10000 23.955
47.910 3 Kab. Gresik
19.230 160380
566500 746.110
1.492.220 4 Kab. Jember
2.484 100000
102.484 204.968
5 Kab. Jombang 42154
326000 368.154
736.308 6 Kab. Kediri
18550 8300
89100 115.950
231.900 7 Kab. Lamongan
2975 2.975
5.950 8 Kab. Lumajang
29970 73656
667300 770.926
1.541.852 9 Kab. Madiun
39825 40000
79.825 159.650
10 Kab. Magetan 24000
24.000 48.000
11 Kab. Malang 31600
27606 59.206
118.412 12 Kab. Mojokerto
130 22000
22.130 44.260
13 Kab. Nganjuk 6000
6.000 12.000
Kab. Ngawi 18000
18.000 36.000
14 Kab. Pacitan 8200
44000 52.200
104.400 15 Kab. Pasuruan
22750 35050
353500 411.300
822.600 16 Kab. Ponorogo
14525 14.525
29.050 17 Kab. Probolinggo
15000 52000
184500 251.500
503.000 18 Kab. Sidoarjo
7298 6060
101500 114.858
229.716 19 Kab. Sumenep
28940 28.940
57.880 20 Kab. Trenggalek
23544 33846
57.390 114.780
21 Kab. Tuban 2605
9700 12.305
24.610 22 Kab. Tulungagung
6876 6.876
13.752 23 Kota Kediri
6000 6.000
12.000 24 Kota Malang
1500 4920
6.420 12.840
25 Kota Surabaya 6000
97000 238900
341.900 683.800
Jumlah 375.461
523.518 2.807.300
3.706.279 7.412.558
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur dan Data Olahan No
Kabupaten Kapasitas Produksi
Jumlah Kebutuhan Bahan
Baku rendemen 50
55
Apabila setiap tahun seluruh industri sebagaimana pada tabel 8, diasumsikan berproduksi sesuai dengan kapasitas produksinya maka akan
membutuhkan bahan baku sekitar 7,4 juta M
3
dengan kebutuhan terbesar adalah pada industri dengan kapasitas diatas 6.000 m
3
tahun. Jenis produksi IPHHK di Jawa Timur umumnya berupa veneer, plywood
dan kayu gergajian. Berdasarkan jenis produksi ini maka kebutuhan bahan baku kayu bulat sebagaimana pada tabel 9.
Tabel 9. Kebutuhan Bahan Baku IPHHK perjenis Produksi Lokasi IPHHK
Kebutuhan Bahan Baku Per Jenis Produksi Plywoodveneer m3
Kayu Gergajian m3 Banyuwangi
80.000 44.700
Bojonegoro 1.000
46.910 Gresik
609.000 907.220
Jember 188.000
18.968 Jombang
600.000 136.308
Kediri 165.000
70.800 Lamongan
5.950 Lumajang
557.300 133.300
Madiun 80.000
79.650 Magetan
48.000 Malang
18.212 100.200
Mojokerto 30.000
14.260 Nganjuk
12.000 Ngawi
36.000 Pacitan
76.000 28.400
Pasuruan 574.000
247.600 Ponorogo
29.050 Probolinggo
297.000 202.000
Sidoarjo 46.000
183.716 Sumenep
114.880 Trenggalek
114.780 Tuban
24.610 Tulungagung
13.752 KotaKediri
12.840 KotaMalang
12.000 Surabaya
572.600 Jumlah
3.369.512 3.162.494