Penggunaan La KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

44 sosial dan ekonomi petani dan masyarakat. Namun demikian, pengembangan hutan rakyat sangat spesifik sehingga pengembangannya harus memperhatikan kondisi biofisik, sosial, ekonomi, budaya, kelembagaan, dan preferensi petani terhadap pola hutan rakyat yang dikembangkan. Perkembangan hutan rakyat tidak terlepas dari perkembangan penanganan lahan kritis. Pada mulanya hutan rakyat diperkenalkan melalui program Karang Kitri. Hutan rakyat dibangun dan dikembangkan dengan tujuan untuk menghijaukan pekarangan, talun, dan lahan-lahan rakyat yang gundul untuk konservasi tanah dan air serta perbaikan lingkungan. Namun pada perkembangan selanjutnya, hutan rakyat ditujukan pula untuk perbaikan sosial ekonomi dan pemenuhan kebutuhan bahan baku industri. Program pembangunan hutan rakyat oleh pemerintah merupakan usaha untuk mengatasi masalah kerusakan hutan dan erosi yang telah dimulai sejak tahun 1961, dengan dilaksanakannya program Pekan Penghijauan Nasional untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi lahan dan konservasi tanah. Selanjutnya pada kurun waktu tahun 1970-an telah dilaksanakan proyek-proyek konservasi tanah secara vegetatif berupa pengembangan hutan pada lahan petani yang dikombinasilkan dengan tanaman pertanian semusim. Pola ini berkembang sebagai usaha wanatani agroforestry dan pada akhirnya pola ini relatif dominan dalam pengembangan hutan rakyat selanjutnya. Dilihat dari fungsi dibangunnya hutan rakyat, maka hutan rakyat merupakan bentuk pengelolaan lahan yang sangat mempertimbangkan segi kelestarian hasil dan konservasi namun tetap memberi peluang untuk meningkatkan hasil tanaman, pendapatan, dan perbaikan kesejahteraan petani. Salah satu dampak dari kegiatan tersebut adalah berkembangnya sentra-sentra hutan rakyat di berbagai daerah. Pada awal perkembangannya, hutan rakyat hanya merupakan program penghijauan dari pemerintah baik berupa konservasi lahan kritis dan kering maupun program penghijauan pekarangan. Teknisnya, masyarakat diberikan bibit oleh dinas Kehutanan Kabupaten lalu masyakarakat yang dikoordinir oleh kepala desa dan petugas penyuluh menanam bibit tanaman keras di lahan milik baik pekarangan maupun tegalan. Pengembangan hutan rakyat kurang memperhatikan kesejahteraan petani sehingga pengembangan hutan rakyat dianggap kurang bernilai Cahyono et al., 2002a dan kurang mendapat perhatian Ekawati et al., 2003. 45 Departemen Kehutanan telah lama memprogramkan pengembangan hutan rakyat dan selalu mengalami perbaikan, misalnya, program sengonisasi, program penghijauan, program hutan rakyat daerah transmigrasi dan sebagainya. Bahkan sejak tahun 1984 terdapat Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah di kabupaten yang berfungsi untuk mengurusi hutan rakyat. Meskipun demikian, pengembangan hutan rakyat belum dilakukan sepenuhnya oleh petani. Di beberapa tempat, masyarakat masih enggan mengembangkan lahannya untuk dijadikan hutan rakyat Departemen Kehutanan, 1997. Bahkan masyarakat yang sudah mengembangkan hutan rakyat kembali mengusahakan lahannya untuk usahatani semusim seperti terjadi di daerah Ponorogo, Wonogiri, dan Boyolali Donie, 1996a dan Bangkalan Indrawati et al., 1997. Kalaupun ada, pada awalnya konsep pengelolaan hutan rakyat sangat sederhana yaitu hanya menanami tanah milik dengan tanaman berkayu dan membiarkannya tumbuh tanpa pengelolaan intensif. Tahun 2002, pemerintah mencanangkan proyek Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan GNRHL atau Gerhan untuk menangani lahan kritis di lahan milik penduduk maupun di hutan negara dalam maupun luar kawasan hutan. Tabel 7 Data Luas Lahan Kritis di Provinsi Jawa Timur 2006 2007 2008 2009 2010 1 Luar Kawasan Hutan 430.827,68 400.151,02 383.482,72 453.769,48 407.088,06 - DAS Brantas 116.101,81 104.116,02 183.792,65 95.490,41 87.299,29 - DAS Solo 128.020,90 111.995,00 59.910,07 44.205,07 44.405,78 - DAS Sampean 186.704,97 184.040,00 139.780,00 314.074,00 275.382,99 2 Hutan Produksi 148.684,82 119.150,10 70.189,00 33.515,20 14.473,77 3 Kawasan Konservasi 5.518,00 4.518,00 5.865,35 5.868,82 3.153,57 585.030,50 523.819,12 459.537,07 493.153,50 424.715,40 Tahun No Wilayah Total Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur 2011 Penanganan lahan kritis tersebut dilakukan baik secara teknis vegetatif maupun sipil teknis. Salah satu teknis vegetatif penanganan lahan kritis adalah dengan pengembanganpembangunan hutan rakyat. Proyek ini terutama sukses di lahan milik penduduk karena dalam perkembangannya masyarakat mulai akrab dengan tehnik-tekhnik budidaya hutan, seperti perbanyakan tanaman metode stek, sambung dan cangkok. Berkembang juga model penanaman beragam jenis dan beragam lapisan tanaman multi layer, serta cara