Potensi Hutan Rakyat Jawa Timur

5.2.4 Preferensi Masyarakat

Untuk mendukung pengembangan hutan rakyat di daerah, pemerintah pada tahun terakhir mendorong pembentukan Kebun Bibit Rakyat KBR di tiap kabupaten untuk membantu memudahkan masyarakat memperoleh bibit tanaman kayu yang berkualitas dan untuk meminimalkan jarak dan biaya transportasi sehingga biaya bibit dapat ditekan. Untuk pembentukan KBR ini Dinas Kehutanan Provinsi menerima usulan dari Kabupaten untuk jenis-jenis bibit yang akan dikembangkan. Berdasarkan usulan tersebut, diketahui preferensi masyarakat terhadap jenis tanaman kayu apa yang berpotensi dan paling diminati oleh masyarakat untuk ditanam pada masing-masing wilayah Kabupaten di Jawa Timur sebagaimana Tabel 13. Tabel 13 Preferensi Masyarakat terhadap Tanaman Kayu di Jawa Timur No DAS Kabupaten Akasia Gmelina Jabon Jati Mahoni Sengon Suren Trembesi 1 Brantas Bangkalan 1 1 1 1 1 2 Brantas Blitar 1 1 1 3 Brantas Jombang 1 1 1 1 1 4 Brantas Kediri 1 1 1 1 1 5 Brantas Malang 1 1 1 1 6 Brantas Mojokerto 1 1 1 1 1 1 7 Brantas Nganjuk 1 1 1 1 1 8 Brantas Pamekasan 1 1 1 9 Brantas Sampang 1 1 1 1 1 1 10 Brantas Sidoarjo 1 1 11 Brantas Sumenep 1 1 1 1 12 Brantas Trenggalek 1 1 1 13 Brantas Tulungagung 1 1 1 1 14 Sampean Banyuwangi 1 1 1 1 1 15 Sampean Bondowoso 1 16 Sampean Jember 1 1 1 17 Sampean Lumajang 1 1 1 1 1 18 Sampean Pasuruan 1 1 1 1 19 Sampean Probolinggo 1 1 1 20 Sampean Situbondo 1 1 21 Solo Bojonegoro 1 1 1 1 22 Solo Gresik 1 1 1 23 Solo Lamongan 1 1 24 Solo Madiun 1 1 25 Solo Magetan 1 26 Solo Ngawi 1 1 27 Solo Pacitan 1 1 1 1 28 Solo Ponorogo 1 1 1 1 1 1 29 Solo Tuban 1 1 1 6 13 17 22 16 23 5 3 JUMLAH Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur dan Data Olahan Keterangan : 1 = ya , 0 = tidak 63 Sengon merupakan jenis tanaman yang paling banyak diminati. Untuk daerah yang termasuk dalam DAS Solo, masyarakat lebih menyukai Jati sedangkan DAS Sampean adalah Sengon dan Jabon. Preferensi tertinggi DAS Brantas adalah Sengon, Jati dan Jabon

5.2.5 Tinjauan Finansial Pengembangan Hutan Rakyat

Guna mengetahui apakah pengembangan ketiga jenis tanaman terpilih memang layak untuk diusahakan maka dilakukan tinjauan analisis finansial kelayakan pengusahaan hutan rakyat. Data yang digunakan dalam analisis finansial berupa data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data pemasaran, harga kayu, kesenangan masyarakat dan prospek kayu. Pengambilan data primer dilakukan dengan metode pengamatan langsung dilapangan dan wawancara langsung dengan responden. Responden terpilih dari petani hutan rakyat, pedagang dan pelaku industri. Di Jawa Timur pengelolaan hutan rakyat umumnya berupa agroforestry atau tumpang sari dan tanaman kayu-kayuan dengan jenis tanaman yang beragam. Bahkan dilapangan ada yang menanam dengan sistem polikultur dan multistratum. Pada sistem polikultur, petani menanam berbagai jenis tanaman kayu pada suatu hamparan. Contohnya adalah pada hutan rakyat di Kabupaten Bangkalan dimana petani menanam Jati, Sengon dan Mahoni pada satu hamparan. Sedangkan untuk multistratum merupakan penanaman dengan tajuk tegakan bertingkat. Sistem ini sering ditemui pada hutan rakyat di Kabupaten Lumajang. Stratum 1 adalah tanaman sengon, kemudian stratum kedua ditanami tanaman pisang, stratum tiga tanaman kopi dan paling bawah adalah talas dan empon-empon. Meskipun dilapangan sebagian besar petani mengusahakan budidaya hutan rakyat secara agroforestry akan tetapi analisa finansial pengusahaan hasil hutan pada penelitian ini hanya dibatasi pada pola monokultur. Hal ini disebabkan terlalu beragamnya tanaman semusim yang ditumpangsari dengan tanaman kayu serta perbedaan waktu panen menyulitkan untuk menghitung analisisnya. Analisis finansial hutan rakyat sangat penting dilakukan untuk mengetahui kelayakan pengusahaannya melalui perhitungan kriteria investasi. Instrumen ini akan membantu pengembang hutan rakyat petani untuk memilih komposisi jenis yang sebaiknya dikembangkan dan menentukan daur yang paling menguntungkan melalui berbagai pilihan Rachman E, et al 2008 Untuk menghitung analisa finansial, biaya yang digunakan diperoleh dari data primer dari petani di lapangan berupa biaya bibit, pupuk, insektisida dan biaya tenaga kerja. Sedangkan harga jual kayu diperoleh dari industri di Gresik dan Lumajang serta dari petani dan pedagang perantara. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini adalah hutan rakyat yang dikembangkan pada kondisi lahan ideal dengan jarak tanam 3 x 3 m sehingga diperoleh jumlah tanaman sejumlah 1.100 tanaman perhektar. Penjarangan dilakukan sebanyak dua yaitu umur 10 dan 15 tahun untuk jati, dan satu kali untuk Jabon dan Sengon yaitu pada umur 3 tahun. Tabel 14 Analisa Finansial Tanaman Jati, Sengon dan Jabon per Hektar No Analisa Pengusahaan Per Daur Tebang Pengusahaan Per 20 Tahunan Finansial Jati Sengon Jabon Jati Sengon Jabon 20 Tahun 6 Tahun 5 Tahun 1 NPV Rpx1.000 189.594 101.590 99.048 189.594 232.007 277.342 2 IRR 25,53 97,58 99,77 25,53 98 100,52 3 BCR 9,91 9,69 9,42 9,91 10,29 8,46 Berdasarkan Tabel 14, hasil analisis untuk hutan rakyat Jati dengan daur tebang 20 dua puluh tahun memenuhi kriteria kelayakan usaha untuk dilakukan. Ini terlihat dari nilai NPV yang positif, BC Rasio lebih dari 1 serta tingkat bunga yang berlaku sekarang masih lebih kecil dari nilai IRR. NPV menunjukkan kelebihan benefit dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan pada suatu tingkat bunga tertentu. Pada hutan rakyat jati keuntungan yang diperoleh jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan pada tingkat bungan 6,5 adalah Rp. 180.212.000,- BC Ratio pada analisa hutan rakyat jati adalah 6,88. Ini menunjukkan benefit yang diperoleh adalah hampir 7 kali lipat benefit dari cost yang telah dikeluarkan. Internal Rate of Return IRR menggambarkan kemampuan suatu usaha dalam mengembalikan bunga pinjaman. Dengan tingkat suku bunga yang berlaku saat ini 6,5 usaha ini masih layak untuk dikembangkan sampai suku bunga naik sebesar 24,50 . Analisis terhadap kelayakan usaha sengon dan jabon juga menunjukkan bahwa investasi penanaman sengon dan jabon layak untuk diteruskan. Nilai 65 NPV pada sengon dengan daur 6 tahun dan tingkat suku bunga 6,5 menunjukan nilai positif, BC Ratio yang juga lebih besar dari 0 dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga saat ini. Demikian juga untuk pengusahaan hutan rakyat Jabon dimana nilai NPV 0; Net BC Ratio 1; IRR tingkat bunga yang berlaku sehingga usaha hutan rakyat layak dilaksanakan. Dari seluruh analisis finansial yang dilakukan, maka nilai NPV tertinggi adalah pada jabon dengan pengusahaan selama 20 tahun dengan nilai NPV Rp. 277.342,- sedangkan terendah adalah pada jabon sekali daur 5 tahun. Hal ini dapat dimengerti bahwa daur tebang jabon yang lebih pendek dari jenis lain menyebabkan dalam 20 tahun jabon bisa berproduksi hingga 4 kali sehingga hasil penjualan yang diperoleh petani juga lebih cepat dan lebih sering dibanding jenis jati dan sengon. Hal ini juga berlaku untuk nilai IRR. Dimana Nilai IRR terendah adalah pada penanaman jati yaitu 25. Menurut Ichwandi et al 2005 semakin pendek daur tebang akan semakin mempercepat pengembalian investasi . Analisis finansial sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : komposisi jenis yang dikembangkan, daur ekonomis vegetasinya, tingkat suku bunga dan biaya-harga yang berlaku di suatu daerah sehingga hasil kajian analis ini bersifat site spesifik, artinya keputusan yang diperoleh dari kajian ini tidak secara otomatis bisa diterapkan ditempat lain. Namun karena standar biaya yang dipakai adalah yang berlaku umum di Jawa Timur, maka analisis ini dapat menggambarkan kelayakan usaha hutan rakyat se provinsi Jawa Timur. Semua nilai kelayakan dari analisis finansial usaha pengembangan hutan rakyat ini didukung oleh semakin baiknya harga kayu dipasaran serta discount rate BI yang juga semakin turun sehingga investasi hutan rakyat semakin menarik untuk dilakukan. Disamping itu, analisis yang dilakukan baru sistem monokultur dan belum menghitung keuntungan yang didapat dari tanaman semusim bila usaha hutan rakyat dilakukan secara agroforestry yaitu dengan memanfaatkan lahan dibawah tegakan. Dari beberapa penelitian terdahulu pengusahaan hutan rakyat dengan sistem agroforestry dapat memberikan keuntungan lebih pada petani. Dari berbagai literatur, analisa finansial pengusahaan hutan rakyat dengan sistem agroforestry atau tumpang sari memberikan hasil yang lebih baik daripada pola monokultur. Penanaman jati dengan mangga, jagung dan padi di Kabupaten Sumendang menunjukan nilai NPV Rp. 13.505.330, BCR 2,25 dan IRR 47,83 lebih tinggi daripada penanaman jati murn 22,21 Romansah menunjukkan tumpan Kabupaten Kediri me pengusahaan monok

5.2.6 Penetapan Jen

Penetapan ko berdasarkan analisis rakyat di Jawa Timur dibudidayakan di Ja preferensi petani me mereka maupun stak ekologi, ekonomi dan Kriteria pemi tumbuh 2 Harga permintaan pasar pemeliharaan, 6 ke yaitu mampu mempe Permintaan ka meningkat setiap tah Kabupaten se Jawa T Sumber : Kementerian Gambar 500.000 1.000.000 1.500.000 Ju m lah H a urni dimana nilai NPV Rp. 1.626.930,-, BCR sah, 2007 Demikian juga dengan penelitian ang sari sengon dengan nenas, pepaya, jagu enunjukkan hasil analisa finansial lebih tingg kultur. enis Tanaman Hutan Rakyat komoditas yang akan dikembangkan di huta sis data tabular kebutuhan industri kayu dan ur tahun 2010, studi literatur jenis kayu yang Jawa Timur dan serta wawancara respo engenai jenis komoditas yang ingin ditana akeholders lain tanaman apa yang akan mem an sosial bagi suatu wilayah. ilihan jenis-jenis tanaman hutan rakyat ada a jual yang tinggi 3 Kemudahan pem yang tinggi 5 Kemudahan dalam pe kesesuaian agroklimat dan 7 memberikan m erbaiki kondisi lahan. kayu yang berasal dari hutan rakyat di Jawa T ahun. Berdasarkan ijin tebang yang dikeluar Timur dapat dilihat jumlah produksi hutan rak n Kehutanan, 2012 r 17 Grafik Produksi Hutan Rakyat di Jawa Ti Jenis Tanaman CR 1,59 dan IRR n Rachmi 2006 gung dan cabe di ggi daripada pola tan rakyat adalah an produksi kayu g potensial untuk onden baik dari am dilahan milik mberikan manfaat dalah : 1 Cepat masaran karena penanaman dan manfaat ekologi Timur cenderung arkan oleh Dinas akyat pertahun. Timur 2009 2010 2011 67 Dari grafik produksi kayu rakyat sebagaimana Gambar 17 diatas terlihat bahwa produksi tertinggi adalah kayu sengon, jati dan mahoni. Hal ini disebabkan selain ketiga jenis ini memiliki area tanam terluas pada tanah milik masyarakat, juga untuk memenuhi permintaan pasar terhadap ketiga jenis kayu ini yang relatif tinggi. Permintaan terhadap kayu sengon dan jabon cenderung semakin meningkat setiap tahunnya terutama oleh industri plywood. Kayu sengon mempunyai bentuk bulat memanjang yang mengakibatkan kayu ini mudah dikupas untuk dibuat veneer tanpa perlakuan pendahuluan Siregar, et al. 2010 Selain sebagai bahan baku plywood, sengon banyak digunakan untuk berbagai keperluan seperti kayu gergajian, papan partikel dan pulp. Selain permintaan yang tinggi, sengon semakin disukai petani untuk dibudidayakan karena sengon merupakan jenis fast growing species FGS dimana kayunya bisa dipanen dalam waktu relatif singkat, hanya 5 tahun. Walaupun umur panen Jati tergolong lama yaitu diatas 40 tahun, namun permintaan akan jati tetap tinggi. Hal ini dikarenakan kayunya yang kuat dan kelas awetnya yang tinggi. Disamping itu harga kayu jati juga jauh lebih tinggi dibanding kayu jenis FGS. Dengan karakteristik kayunya, kayu jati banyak digunakan untuk mebel dan bahan bangunan. Data dari Asosiasi Mebel Indonesia 2008, permintaan kayu jati di Indonesia mencapai 7 juta kubik pertahun dan cenderung meningkat setiap tahunnya. Akan tetapi hanya sebesar 700.000 m3 saja yang dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri baik dari hutan produksi maupun hutan rakyat. Saat ini telah banyak dikembangkan tanaman jati varietas unggul genjah seperti jati unggul nusantara, jati emas, jati super dan jati plus perhutani yang diharapkan dapat berproduksi dalam kurun waktu yang relatif singkat dan dapat diperoleh nilai produksi yang cukup menjanjikan Sumarna, 2011 Walaupun produksi jabon Jawa Timur belum tinggi akan tetapi akhir-akhir ini permintaan terhadap kayu jabon dari industri semakin tinggi. Industri plywood menyukai jabon karena memiliki batang yang lurus dan mudah untuk dibuat veneer tanpa perlakuan khusus. Sedangkan minat petani untuk menanam jabon mulai tinggi karena Jabon memiliki kelebihan yaitu cepat tumbuh. Dalam jangka waktu 5 tahun kayunya sudah mencapai diameter 30-40 cm. Selain itu Jabon juga cenderung tahan terhadap serangan penyakit Mansyur et al, 2011. Jabon