Industri Primer Hasil Hutan

12 - Hutan kemasyarakatan HKm, adalah hutan rakyat yang dibangun di atas lahan-lahan milik negara, khususnya di atas kawasan hutan negara. Dalam hal ini, hak pengelolaan atas bidang kawasan hutan itu diberikan kepada sekelompok warga masyarakat; biasanya berbentuk kelompok tani hutan atau koperasi. Model HKm jarang disebut sebagai hutan rakyat, dan umumnya dianggap terpisah. Namun ada pula bentuk-bentuk peralihan atau gabungan yaitu model- model pengelolaan hutan secara bermitra, misalnya antara perusahaan- perusahaan kehutanan Perhutani, HPH,HPHTI dengan warga masyarakat sekitar; atau juga antara pengusaha-pengusaha perkebunan dengan petani di sekitarnya. Model semacam ini, contohnya PHBM Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, biasanya juga tidak digolongkan sebagai hutan rakyat; terutama karena dominasi kepentingan pengusaha Dir BIK dan PHH, 2006. Menurut jenis tanamannya Ditjen RRL 1995 membagi tipologi hutan rakyat menjadi tiga macam yaitu: 1 Hutan rakyat murni monoculture, yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam secara homogen atau monokultur. 2 Hutan rakyat campuran polyculture, yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran. 3 Hutan rakyat wana tani agroforestry, yaitu yang mempunyai bentuk usaha kombinasi antara kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan lain-lain yang dikembangkan secara terpadu. Secara teknik, hutan-hutan rakyat ini pada umumnya berbentuk wanatani; yakni campuran antara pohon-pohonan dengan jenis-jenis tanaman bukan pohon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman sengon pada hutan rakyat yang ditumpangsari dengan nanas memberikan nilai keuntungan lebih tinggi terhadap petani Siregar et al. 2006. Dewasa ini hutan rakyat sudah sangat berkembang khususnya dibeberapa wilayah di Pulau Jawa. Nilai dari hasil hutan rakyat ini cukup signifikan untuk memberikan jaminan hidup bagi masyarakat. Hasil penelitian Supriyanto 2002 menunjukkan bahwa pendapatan petani dari hutan rakyat mampu menyumbang 38,58 terhadap rata-rata total pendapatan petani pertahun serta analisa secara finansial dan ekonomi penguasaan hutan rakyat sengon layak dilakukan. 13

2.4 Pengembangan Hutan Rakyat Pola Kemitraan

Salah satu kendala yang dihadapi oleh petani dalam pengembangan dan pembangunan hutan rakyat adalah faktor modal. Pola kemitraan diyakini sebagai suatu cara untuk mengatasi permasalahan ini dengan mengembangkan kemitraan baik dengan pemerintah, swasta maupun dengan Perhutani Fauziyah, E dan D. Diniyati, 2003. Pola kemitraan bertujuan agar terciptanya unit-unit usaha perhutanan rakyat pada daerah sentra industri pengolahan kayu serta terbinanya partisipasi masyarakat dalam pelestarian sumberdaya. Menurut Donie, et. al 2001, dengan adanya pola kemitraan paling tidak ada tiga hal yang akan dicapai yaitu kualitas dan kuantitas tegakan yang lebih baik, pasar yang telah terjamin dan minat serta kemampuan petani semakin meningkat. Secara resmi definisi kemitraan telah diatur dalam Undang-Undang Usaha Kecil UUUK no 9 tahun 1995 yaitu kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Dalam pembangunan hutan rakyat yang lestari, untuk menunjang keberhasilannya ditawarkan berbagai alternatif model, diantaranya adalah pembangunan hutan rakyat dengan pola kemitraan, yaitu dengan cara membentuk kemitraan antara petani pemilik lahan dan pihak swasta sebagai perusahaan mitra. Tujuannya antara lain adalah memberdayakan masyarakat sekitar hutan sebagai kekuatan ekonomi, meningkatkan kemampuan perekonomian masyarakat melalui kemandirian dalam mengelola usaha serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hutan rakyat pola kemitraan dibangun oleh perusahaan di lahan milik masyarakat dan dikelola berdasarkan prinsip-prinsip kemitraan yang berazaskan kelestarian, sosial, ekonomi dan ekologi. Dasar pertimbangan kerjasama ini adalah adanya saling membutuhkan dan saling menguntungkan antara kedua belah pihak Triyono 2004. Perusahaan memerlukan bahan baku kayu untuk industri secara berkesinambungan dan rakyat pemilik lahan memerlukan bantuan modal, pengetahuan teknis dan kepastian pemasaran. Selain itu, munculnya pemikiran untuk mengembangkan pola kemitraan dalam pembangunan hutan rakyat juga didasari keinginan untuk meningkatkan peran serta pihak -pihak yang terkait langsung dengan pembangunan hutan rakyat yaitu petani, pengusahaindustri pengolahan kayu dan pemerintah Dir BIKPHH, 2006.