Penyusunan Arahan Pengembangan Hutan Rakyat

35 Curah hujan rata-rata 1.900 mm per tahun, dengan musim hujan selama 100 hari. Suhu rata-rata berkisar 21-34°C. Suhu di daerah pegunungan lebih rendah, bahkan di daerah Ranu Pane lereng Gunung Semeru, suhu bisa mencapai minus 4°C, yang menyebabkan turunnya salju lembut. Gambar 10 Curah Hujan Rata-rata Provinsi Jawa Timur Suhu tertinggi terjadi pada Oktober dan November 35,3°C, dan terendah di bulan Agustus 19,3°C dengan kelembaban 39-97. Tekanan udara tertinggi di bulan Agustus sebesar 1.012,0 Milibar. Jumlah curah hujan terbanyak terjadi di bulan Februari. Rata-rata penyinaran matahari terlama di bulan Agustus, sedangkan terendah di bulan April. Kecepatan angin tertinggi terjadi di bulan Oktober, dan terendah di bulan April.

4.3 Kondisi Topografi

Provinsi Jawa Timur dapat dibedakan menjadi tiga wilayah dataran, yakni dataran tinggi, sedang, dan rendah. Dataran tinggi merupakan daerah dengan ketinggian rata-rata di atas 100 meter dari permukaan laut Magetan, Trenggalek, Blitar, Malang, Batu, Bondowoso. Dataran sedang mempunyai ketinggian 45- 100 meter di atas permukaan laut Ponorogo, Tulungagung, Kediri, Lumajang, Jember, Nganjuk, Madiun, Ngawi. Kabupatenkota 20 sisanya berada di 36 daerah dataran rendah, yakni dengan ketinggian di bawah 45 meter dari permukaan laut. Gambar 11 Ketinggian Wilayah diatas Permukaan Laut

4.4 Kondisi Sosial Penduduk di Jawa Timur

Jumlah penduduk Jawa Timur pada tahun 2009 adalah 37.286.246 jiwa BPS, 2010. Kota Surabaya mempunyai jumlah penduduk yang paling besar, yaitu 2.631.305 jiwa diikuti Kabupaten Malang 2.425.311 jiwa dan Kabupaten Jember 2.327.957 jiwa. Kepadatan penduduk Jawa Timur tahun 2009 adalah 803 jiwa setiap km2. Dari segi kependudukan, terdapat ketidakmerataan persebaran penduduk sebagai human capital untuk modal pembangunan. Sebagian besar penduduk terkonsentrasi di Kota Surabaya 18,88 dan Kabupaten Sidoarjo 10,83, sementara kabupatenkota lainnya memiliki jumlah penduduk dengan proporsi kurang dari kurang dari 6, bahkan Kepulauan Madura, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Pacitan memiliki konsentrasi penduduk terendah, yaitu kurang dari 0,8 dari total penduduk Jawa Timur. Besaran Surabaya ditinjau dari jumlah penduduk adalah dua kali Sidoarjo sebagai kabupaten terbesar kedua, dan hampir 4 kali Kota dan Kabupaten Malang. Surabaya dibandingkan kabupaten terkecil di Jatim, yakni Pacitan, besarannya hampir enam puluh kali lipat. Demikian, kesenjangan yang sangat besar terkait dengan besaran kota dan 37 modal sumberdaya manusia untuk pembangunan. Penduduk Jawa Timur mayoritas 46,18 memiliki mata pencaharian di bidang pertanian, selebihnya bekerja di sektor perdagangan 18,80, sektor jasa 12,78, dan sektor industri 12,51. Berdasarkan laporan terakhir dari Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, pada tahun 2009 jumlah Desa Pangkuan Hutan DPH sebanyak 1.902 desa, dengan luas Pangkuan Hutan sebesar 894.026,2 hektar. Dalam upaya pemberdayaan masyarakat desa sekitar hutan, telah terbentuk desa PHBM sebanyak 1.746 desa, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 1.053.321 kepala keluarga.

4.5 Kondisi Prasarana Wilayah

Pada 2007, panjang jalan raya di Jawa Timur mencapai 3.900,19 km terbagai atas jalan nasional 1.899,21 km, dan jalan Provinsi 2.000,98 km. Dari total panjang jalan tersebut, 16,06 di antaranya dalam kondisi baik, 65,18 lainnya dalam kondisi sedang, dan sisanya sebesar 18,76 dalam kondisi rusak ringan dan berat. Jika dilihat panjang jalan Provinsi yang 2.000,98 km, maka 5,35 107,09 km di antaranya dalam kondisi rusak berat; dan 14,58 291,68 km rusak ringan; 75,50 1.510,63 km dalam kondisi sedang; dan 4,58 91,58 km sisanya dalam kondisi baik. Total jumlah jembatan di Jawa Timur 2.740 buah, dengan panjang 34.385 meter, yang terbagi atas jembatan nasional sebanyak 1.306 buah dengan panjang 21.365 meter, dan jembatan Provinsi 1.216 buah dengan panjang 13.018 meter. Dari total jumlah jembatan tersebut, 2.491 buah 90,91 atau sepanjang 31.463 meter di antaranya dalam kondisi baik. Keberadaan sarana prasarana wilayah, secara langsung maupun tidak langsung juga dipengaruhi oleh keberadaan dan kelestarian sumber daya hutan dan lahan. Ketidakmampuan sumber daya hutan dan lahan dalam pengaturan dan penyangga kondisi hidroorologi wilayah DAS dapat menyebabkan hancur dan rusaknya sarana prasarana wilayah seperti jalan dan jembatan. Banjir di Situbono yang menghancurkan jaringan jalan dan jembatan, adalah contoh nyata betapa besar peranan sumber daya hutan bagi kelestarian hasil pembangunan. 38

4.6 Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto PDRB Jawa Timur atas dasar harga berlaku ADHB pada periode 2003-2008 menunjukkan kecenderungan terus meningkat sejalan kian membaiknya kondisi perekonomian. Pada 2004 sebesar Rp 341.065 miliar; 2005 Rp 403.392 miliar; 2006 Rp 470.627 miliar; 2007 Rp 534.919 miliar; dan pada 2008 Rp 621.582 miliar. Sedangkan berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan ADHK 2000, menunjukkan kecenderungan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur terus membaik, meski pada 2006 terjadi sedikit perlambatan dibanding 2005, namun pada 2007 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur meningkat kembali. Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada 2006, antara lain, disebabkan dampak negatif kenaikan harga BBM dua kali, dan cukai rokok pada 2005, serta ditambah dampak luapan lumpur panas Lapindo. Pada 2003, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur hanya sebesar 4,78, kemudian meningkat menjadi 5,83 pada 2004, dan meningkat tipis menjadi 5,84 pada 2005. Pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 5,80 pada 2006, namun pada tahun berikutnya 2007 meningkat menjadi 6,11. Tapi pada 2008, pertumbuhan ekonomi kembali melambat menjadi 5,90, meski masih di atas angka pertumbuhan 2005. Melemahnya pertumbuhan ekonomi 2008 antara lain disebabkan dampak krisis ekonomi global. Jawa Timur berada pada posisi kedua dalam memberikan kontribusi ekspor nasional. Pesatnya pertumbuhan ekspor ini didukung oleh 10 komoditas utama Jawa Timur, yaitu pengolahan tembaga, timah; kimia dasar; pengolahan kayu; besi baja; pulp dan kertas; makanan dan minuman; tekstil; pengolahan karet; udang dan alat-alat listrik. Kesepuluh komoditas tersebut memberikan kontribusi terbesar terhadap ekspor Jawa Timur, yaitu sebesar 78,10. Di sisi lain, Jatim masih memiliki kebutuhan terhadap komoditas-komoditas yang belum dapat memenuhi kebutuhan domestik atau kualitas berada di bawah kebutuhan domestik, sehingga diperlukan impor terhadap komoditas tersebut. Adapun sepuluh komoditas utama impor non-migas Jawa Timur adalah besi baja, kimia dasar, makanan dan minuman, makanan ternak, pulp dan kertas, hasil pertanian, pengolahan aluminium, barang-barang kimia, tekstil dan biji lainnya. Potensi ekonomi wilayah tersebar secara merata di Jawa Timur. Namun demikian, ada yang potensi itu bernilai besar secara ekonomi, atau sebaliknya.