Produk Domestik Regional Bruto

43 40 atau lebih, sempadan sungai anak sungai wadukdanau rawapantai sumber mata air, rawan bencana alam, dan daerah resapan serta sudah mencapai umur masak tebang, percepatan rehabilitasi, dan penataan kembali fungsi hutan utamanya hutan produksi yang disesuaikan dengan topografi, jenis tanah, iklim. Hutan produksi dimaksudkan untuk menyediakan komoditas hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan untuk keperluan industri, sekaligus untuk melindungi kawasan hutan yang ditetapkan sebagai hutan lindung dan hutan konservasi dari kerusakan akibat pengambilan hasil hutan yang tidak terkendali. Perum Perhutani sebagai pengelola hutan produksi hanya mampu melaksanakan rehabilitasi kawasan hutan maksimal 37.000 Ha setiap tahunnya sedangkan kawasan hutan yang kritiskosonggundul tidak berhutan setiap tahunnya terus meningkat. Sebagai upaya penertiban, pengendalian dan percepatan rehabilitasi hutan produksi agar dapat dicapai keseimbangan hutan sebagai fungsi ekologi, ekonomi dan sosial Pemerintah Provinsi Jawa Timur menerapkan penertiban dan pengendalian hutan produksi dengan mengatur Jatah Produksi Tebang Perum Perhutani Unit II setiap tahunnya. Dengan diberlakukannya JPT Jatah Produksi Tebang disatu sisi diharapkan akan meningkatkan fungsi ekologi akan tetapi disisi lain terjadi penurunan pasokan bahan baku kayu untuk industri. Perum Perhutani unit II sebelum diberlakukan JPT merupakan penghasil bahan baku kayu terutama jati terbesar di Jawa Timur. Dengan adanya JPT yang semakin menurun setiap tahun pasokan kayu dari Perhutani hanya sekitar 0,5 dari kebutuhan bahan baku kayu IPHHK. Saat ini kekurangan pasokan ini mulai dipenuhi dari kayu rakyat yang berasal dari hutan rakyat.

4.9 Perkembangan Hutan Rakyat di Jawa Timur

Pembangunan hutan rakyat bertujuan untuk rehabilitasi lahan dan konservasi tanah serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan hutan rakyat pada awalnya dilakukan dengan proyek kegiatan penghijauan. Namun setelah masyarakat merasa mendapat keuntungan ekonomi, maka masyarakat mengembangkan sendiri sehingga terbentuklah sentra-sentra hutan rakyat. Masyarakat mengembangkan hutan rakyat dengan model yang berbeda- beda. Pemilihan model tersebut didasarkan pada pengalaman petani yang diduga berdasarkan kesesuaian jenis dengan lokasi tempat tumbuh, kebiasaan petani dan pasar kayu. Hutan rakyat telah memperbaiki kondisi lingkungan, 44 sosial dan ekonomi petani dan masyarakat. Namun demikian, pengembangan hutan rakyat sangat spesifik sehingga pengembangannya harus memperhatikan kondisi biofisik, sosial, ekonomi, budaya, kelembagaan, dan preferensi petani terhadap pola hutan rakyat yang dikembangkan. Perkembangan hutan rakyat tidak terlepas dari perkembangan penanganan lahan kritis. Pada mulanya hutan rakyat diperkenalkan melalui program Karang Kitri. Hutan rakyat dibangun dan dikembangkan dengan tujuan untuk menghijaukan pekarangan, talun, dan lahan-lahan rakyat yang gundul untuk konservasi tanah dan air serta perbaikan lingkungan. Namun pada perkembangan selanjutnya, hutan rakyat ditujukan pula untuk perbaikan sosial ekonomi dan pemenuhan kebutuhan bahan baku industri. Program pembangunan hutan rakyat oleh pemerintah merupakan usaha untuk mengatasi masalah kerusakan hutan dan erosi yang telah dimulai sejak tahun 1961, dengan dilaksanakannya program Pekan Penghijauan Nasional untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi lahan dan konservasi tanah. Selanjutnya pada kurun waktu tahun 1970-an telah dilaksanakan proyek-proyek konservasi tanah secara vegetatif berupa pengembangan hutan pada lahan petani yang dikombinasilkan dengan tanaman pertanian semusim. Pola ini berkembang sebagai usaha wanatani agroforestry dan pada akhirnya pola ini relatif dominan dalam pengembangan hutan rakyat selanjutnya. Dilihat dari fungsi dibangunnya hutan rakyat, maka hutan rakyat merupakan bentuk pengelolaan lahan yang sangat mempertimbangkan segi kelestarian hasil dan konservasi namun tetap memberi peluang untuk meningkatkan hasil tanaman, pendapatan, dan perbaikan kesejahteraan petani. Salah satu dampak dari kegiatan tersebut adalah berkembangnya sentra-sentra hutan rakyat di berbagai daerah. Pada awal perkembangannya, hutan rakyat hanya merupakan program penghijauan dari pemerintah baik berupa konservasi lahan kritis dan kering maupun program penghijauan pekarangan. Teknisnya, masyarakat diberikan bibit oleh dinas Kehutanan Kabupaten lalu masyakarakat yang dikoordinir oleh kepala desa dan petugas penyuluh menanam bibit tanaman keras di lahan milik baik pekarangan maupun tegalan. Pengembangan hutan rakyat kurang memperhatikan kesejahteraan petani sehingga pengembangan hutan rakyat dianggap kurang bernilai Cahyono et al., 2002a dan kurang mendapat perhatian Ekawati et al., 2003.