Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan
21
telah dilakukan adalah tentang Teknik optimalisasi pemanfaatan lahan di antara tanaman kelapa di daerah pasang surut di Jambi oleh Hadi 2009. Penelitian ini
menekankan adanya pemanfaatan lahan di antara tanaman kelapa dengan budidaya tanaman palawija berupa jangung sebagai upaya untuk meningkatkan
pendapatan petani. Hasil analisisnya menjelaskan bahwa dengan optimalisasi tersebut dapat memberikan tambahan penghasilan yang cukup besar,
dibandingkan dengan sekedar mengembangkan komoditi kelapa. Hal yang sama sebagaimana dilakukan oleh Supadi dan Nurmanaf. 2006
yang mengkaji tentang upaya peningkatan pendapatan petani kelapa. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani dapat dilakukan dengan memberdayakan
petani melalui: l pembinaan dan pelatihan cara berproduksi yang efisien melalui
penerapan teknologi anjuran dan diversifikasi usaha tani dan produk, 2 bantuan modal kredit usaha, 3 pembangunan sarana dan prasarana untuk pengembangan
kegiatan sosial ekonomi dan untuk memperlancar penyediaan sarana produksi serta pemasaran hasil, barang dan jasa, serta 4 penguatan kelembagaan sosial
ekonomi petani baik lembaga ekonomi koperasi maupun nonekonomi asosiasi. Sementara itu Hutapea dan Tenda 2009, meneliti tentang dampak ekonomi
dan keberlanjutan penerapan pengelolaan kelapa terpadu di Kabupaten Minahasa Utara. Hasilnya menjelaskan bahwa respon petani terhadap teknologi pembibitan
kelapa dan tanaman sela jagung cukup baik, namun untuk kegiatan integrasi kelapa dengan ternak babi serta pengolahan VCO tidak terjadi proses difusi.
Dengan adanya penerapan teknologi anjuran tanaman sela dapat meningkatkan produktivitas kelapa. Dampak keberlanjutan organisasi kedua kelompok tani
berada pada kelompok berkembang. Penelitian yang lebih spesifik sebagaimana dilakukan oleh Damanik 2007
mengenai strategi pengembangan agribisnis kelapa untuk meningkatkan pendapatan petani di kabupaten Indragiri Hilir Riau. Hasil temuannya
menjelaskan bahwa terjadinya ketidak berhasilan agribisnis kelapa dalam mendistribusikan nilai tambah mengakibatkan pendapatan petani tidak mengalami
peningkatan. Adapun strategi yang disarankan dalam pengembangan agribisnis kelapa adalah 1 dengan mendiversifikasikan produk kelapa yang berasal dari
tempurung, sabut, lidi dan VCO, 2 program promosi pasar di tingkat dunia, dan
22
3 pemberdayaan petani malalui kelambagaan, seperti Kelompok Tani dan Koperasi.
Tarigans 2005 mengkaji tentang diversifikasi usahatani kelapa sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani. Hasil analisisnya menjelaskan
bahwa diversifikasi produk kelapa pada tingkat petani yang memiliki prospektif untuk dikembangkan adalah minyak kelapa murni VCO dan gula kelapa. Namun
demikian, pengembangan produk olahan minyak kelapa murni diterapkan terbatas pada daerah-daerah sentra produksi yang mampu mendukung tersedianya fasilitas
pengolahan yang sederhana, terjangkau dan peluang pemasaran produk yang dihasilkan, sedangkan produk gula kelapa mudah diproses pada tingkat petani
karena tekhnik pengolahannya sederhana serta pemasaran dan harganya yang mendukung disemua sentra produksi kelapa. Pengembangan produk olahan gula
kelapa pada tingkat petani mampu memberikan kontribusi pendapatan 69-96 persen terhadap total pendapatan usahatani, dan lebih kompetetif dibandingkan
dengan produk olahan kopra. Mahmud Ferry 2005, meneliti tentang prospek pengolahan hasil
sampingan buah kelapa yang hasilnya menunjukan bahwa kelayakan usaha tersebut sangat menjanjikan apabila direncanakan dan dikelolah dengan baik.
Berdasarkan analisis finansial tahun 2004, BC dan IRR pengolahan sabut menjadi serat dan debu sabut selama 10 tahun adalah 3,58 dan 76 persen;
tempurung menjadi arang selama 5 tahun 1,11 dan 23 persen; dan air kelapa menjadi nata de coco selama 5 tahun 1,32 dan 32 persen.