Pendapatan Usaha Pengolahan Produk Turunan Kelapa Melalui

99

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Hasil analisis kelayakan finansial pada usaha pengolahan minyak goreng, sabut kelapa dan arang tempurung pada tingkat discount rate 14,65 persen diperoleh nilai NPV positif sehingga ketiga usaha tersebut layak secara finansial untuk dikembangkan. Hal ini didukung dengan nilai IRR yang lebih besar dari suku bunga aktual, PBP usaha lebih cepat dari masa proyek dan nilai Net BC Ratio lebih besar dari 1. 2. Pengembangan usaha dilakukan berdasarkan badan usaha koperasi. Pembiayaan modal usaha dilakukan melalui pembiayaan sendiri yang bersumber dari simpanan pokok dan simpanan wajib anggota sebesar 35 persen dari modal usaha yang dibutuhkan, dan 65 persennya dilakukan melalui pinjaman bank. 3. Pengembangan usaha pengolahan produk turunan kelapa melalui Lembaga Usaha Milik Petani LUMP atau Koperasi mampu meningkatan pendapatan petani rata-rata pertahun 17,48 persen atau sebesar Rp 5.481.917. Keberadaan koperasi berkontribusi dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan peningkatan pembangunan melalui alokasi dana dari SHU untuk pendidikan, kesejahteraan pengurus dan pembangunan lingkungan sebesar 15 persen. Penyerapan tenaga kerja pada sutu daerah pengembangan mencapai 42 orang dan apabila disetiap daerah sentra perkebunan kelapa dikembangkan usaha yang sama, penyerapan tenaga kerja mencapai 294 orang. 4. Hambatan terbesar yang dihadapi dalam pengembangan usaha pengolahan produk turunan kelapa adalah kondisi infrastruktur jalan di daerah sentra perkebunan kelapa yang sebagian besar 39,13 dalam keadaan rusak. Disamping itu, adanya penurunan areal perkebunan sebesar 0,9 persen dan status tanaman yang sudah tua mengurangi pasokan bahan baku hingga 1,14 persen. Adanya mobilitas kelapa keluar daerah akibat persaingan harga menyebabkan kelangkaan bahan baku sabut dan tempurung di daerah pengembangan industri. 100

6.2 Saran

1. Pengembangan usaha pengolahan produk turunan kelapa melalui badan usaha koperasi merupakan paradigma baru bagi masyarakat Tanjung Jabung Barat, sehingga petani dan pemerintah harus memahami nilai tambah komoditi kelapa dan eksistensi perkebunan kelapa sebagai sektor unggulan daerah. 2. Pengolahan usaha berdasarkan koperasi membutuhkan kesadaran petani untuk terlibat secara aktif baik secara langsung maupun tidak langsung dalam usaha yang dijalankan serta dibutuhkan pengolahan usaha secara profesional sehingga penyuluhan dan pembinaan terhadap petani dan pengurus perlu dilakukan secara continue. Disamping itu dibutuhkan dukungan pemerintah secara material berupa bantuan modal usaha. 3. Keberhasilan usaha pengolahan produk turunan kelapa sangat ditentukan dengan kesinambungan produksi dan kelancaran pemasaran produk yang dihasilkan, dengan demikian berbagai saranafasilitas baik fisik maupun non fisik yang menunjang usaha tersebut harus memadai terutama sarana transportasi jalan, pelabuhan dan akses pasar serta kebijakan pemerintah. 4. Penelitian ini masih terbatas pada wacana pengembangan industri yang didasarkan pada kelayakan finansial, sehingga diperlukan penelitian lebih mendalam terutama pada aspek ekonomi dan kesiapan petani dalam mengembangkan industri tersebut. DAFTAR PUSTAKA [APPC] Asian Pacific Coconut Community. 2010. Coconut Statistical Year book. [terhubung berkala]. http:www.apccsec.org. [06 April 2011] [BI] Bank Indonesia. 2005. Pola Pembiayaan Usaha Kecil Industri Pengolahan Minyak Kelapa. Jakarta: BI [BPS] Badan Pusat Statistik Provins Jambi. 2009 . Jambi dalam Angka. Jambi: BPS Provinsi Jambi. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanjung Jabung Barat. 2010. Tanjung Jabung Barat Dalam Angka. Tanjab: BPS Kabupaten Tanjab. [DEPTAN] Departemen Pertanian Direktorat Jendral Perkebunan. 2009. Pedoman Umum Pengembangan Kelapa Terpadu Tahun 2010. Jakarta: Deptan. [DEPTAN] Departemen Pertanian Direktorat Jendral Perkebunan. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa. Jakarta: Deptan. [DISBUN] Dinas Perkebunan Provinsi Jambi. 2009. Statistik Perkebunan Provinsi Jambi . [terhubung berkala]. http:disbun.jambiprov.go.id . [01 November 2010] [PERHEPI] Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia. 2011. Format Baru Strategi dan Kebijakan Pembangunan Pertanian Indonesia 2010-2014 . IPB Press. Bogor. Allorerung D., Mahmud Z., Prastowo B. 2008. Peluang Kelapa untuk Pengembagan Produk Kesehatan. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 14: 302-305. Arsyad L. 2004. Ekonomi Pembangunan. BPSTIE YKPN. Yogyakarta. Bank Mandiri Persero tbk. 2011. Pembiayaan Modal Investasi dan Modal Kerja. [terhubung berkala]. http:www.bankmandiri.co.id . [05 April 2011]. Barlina R., Karouw S., Hutapea R.T.P. 2005. Minyak Kelapa Murni Virgin Coconut Oil Pengolahan, Pemanfaatan dan Peluang Pengembangannya. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain. Bogor. hlm 19 Brotosunaryo O.A.S. 2003. Pemberdayaan petani kelapa dalam kelembagaan perkelapaan di era otonomi daerah . Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V. Tembilahan, 22−24 Oktober 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. hlm. 10−16 . Damanik S. 2007. Strategi Pengembangan Agribisnis Kelapa Cocos Nucfera untuk Meningkatkan Pendapatan Petani di Kabupaten Indragiri Hilir Riau. Perspektif 62: 94-102. Hadi R. 2009. Teknik Optimalisasi Pemanfaatan Lahan di antara Tanaman Kelapa di Daerah Pasang Surut Jambi. Jurnal Teknik Pertanian 141:40-41. Hutapea R.T.P., Tenda E.T. 2009. Dampak Ekonomi dan Keberlanjutan Penerapan Pengelolaan Kelapa Terpadu Di Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Litri 152:91-92.