Analysis of Business Development Derivative Products Coconut Processing in Jambi Province
ANALISIS PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN
PRODUK TURUNAN KELAPA DI PROVINSI JAMBI
KUSWANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(2)
(3)
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pengembangan Usaha Pengolahan Produk Turunan Kelapa di Provinsi Jambi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2011
Kuswanto NRP: 151090011
(4)
(5)
ABSTRACT
Kuswanto. Analysis of Business Development Derivative Products Coconut Processing in Jambi Province. Under direction of M. Parulian Hutagaol and Muhammad Firdaus.
This study analyzes the business development of coconut derivative products processing, i.e. processing of cooking oil, coconut husk and coconut shell charcoal. It is an effort to increase value-added commodities and to increase the coconut farmers’ income. The business will be run through a cooperative business entity in order to achieve the effectiveness and efficiency of business. Feasibility analysis results indicate that the three businesses are feasible to be developed in the district of Tanjung Jabung West, where the Net Present Value is positive, are the Net Benefit Cost Ratio greater than 1. The Internal Rate of Return is greater than interest actual interest and Payback Period of business is faster than a predetermined project period. Development of coconut derivative products processing business based agency cooperative efforts to increase farmers' income up to 17,48 percent per year. It also increases the absorption of human resources and can enhance regional development through the allocation of SHU by 15 percent to fund education, social and environmental development. In addition, its existence is able to absorb the labor of up to 42 people in each area.
(6)
(7)
RINGKASAN
Kuswanto. Analisis Pengembangan Usaha Pengolahan Produk Turunan Kelapa di Provinsi Jambi. Dibimbing oleh M. Parulian Hutagaol dan Muhammad Firdaus.
Pengembangan perkebunan kelapa Provinsi Jambi terkonsentrasi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur, yaitu pada daerah pesisir pantai yang memiliki ketinggian daratan 0-450 dpl. Kelapa merupakan komoditi perkebunan yang memiliki muliti komponen yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan manusia, mulai dari daging buah, sabut, tempurung dan air kelapa. Namun sebagian besar penjualan hasil usahatani kelapa dilakukan dalam bentuk kelapa butiran, sehingga petani tidak memperoleh nilai tambah dari bagian kelapa yang lainnya. Kondisi ini mengakibatkan rendahnya nilai kelapa dan pendapatan yang diterima oleh petani. Rendahnya pendapatan tersebut mengindikasikan tingkat kemiskinan petani kelapa sebagaimana catatan BPS Jambi (2010), bahwa tingkat kemiskinan Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur yang sebagian besar penduduknya merupakan patani kelapa tertinggi di Provinsi Jambi, yaitu 11,80 persen dan 12,35 persen.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah komoditi kelapa dan meningkatkan pendapatan petani adalah dengan melalukan pengembangan usaha pengolahan produk turunan kelapa yang dijalankan melalui Lembaga Usaha Milik Petani (LUMP) atau koperasi agar tercapai efektivitas dan efisiensi usaha. Keberhasilan pengembangan suatu usaha membutuhkan analisis yang cermat dan akurat terhadap finansial yang digunakan, pola pembiayaan modal usaha dan dampaknya terhadap perekonomian petani serta kemungkinan hambatan yang akan dihadapi dalam pengembangan usaha tersebut. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keuntungan usaha pengolahan produk turunan kelapa yang akan dikembangkan oleh petani melalui badan usaha koperasi di daerah sentra perkebunan kelapa Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Dalam menentukan kelayakan pengembangan usaha pengolahan komoditi kelapa dilakukan analisis kelayakan finansial terhadap usaha tersebut berdasarkan kriteria Pay Back Period (PBP), Net Presen Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (BCR). Untuk mengetahui kondisi awal pendapatan petani digunakan pendekatan analisis kelayakan usahatani berdasarkan kriteria Benefit Cos Ratio (BCR), Return of Invesment (ROI) dan Break Even Point (BEP). Pengembangan usaha pengolahan minyak goreng, sabut kelapa dan arang tempurung dilakukan secara terintegrasi melalui badan usaha koperasi. Pembiayaan usaha dilakukan berdasarkan prinsip dasar koperasi, yaitu pembiayaan internal yang berasal dari simpanan anggota dan pembiayaan eksternal dari pinjaman bank dengan proporsi 35 persen dan 65 persen. Keuntungan usaha (SHU) dibagi berdasarkan partisipasi anggota dengan proporsi 90 persen untuk jasa anggota, 5,5 persen untuk dana cadangan, 1,5 persen untuk dana pengurus dan karyawan, 1,5 persen untuk dana pendidikan dan 1,5 persen untuk dana pembangunan lingkungan. Peningkatan pendapatan petani dihitung dengan membagi selisih antara pendapatan setelah adanya pengembangan usaha dan pendapatan sebelum adanya pengembangan usaha dengan pendapatan sebelum adanya pengembangan usaha. Dampak pengembangan usaha terhadap perekonomian petani dideskripsikan dari hasil analisis yang telah dilakukan.
(8)
Hasil analisis kelayakan finansial usaha pengolahan minyak goreng, sabut kelapa dan arang tempurung yang dijalankan secara terintegrasi melalui badan usaha koperasi pada tingkat discount factor 14,65 persen diperoleh nilai NPV sebesar Rp 5.533.119.850, IRR 120 persen, Net B/C Ratio 6,21, dan PBP usaha selama 10 bulan, sehingga usaha tersebut layak untuk dikembangkan di daerah sentra perkebunan kelapa Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Pola pembiayaan modal usaha pengolahan produk turunan kelapa didasarkan pada sistem pembiayaan koperasi. Untuk mengefektifkan pembiayaan modal usaha tersebut sebagian (65%) dilakukan melalui pinjaman bank dan 35 persennya dilakukan melalui pembiayaan sendiri yang bersumber dari simpanan pokok tiap anggota sebesar Rp 731.183 dan simpanan wajib sebesar Rp 31.809.
Pengembangan usaha pengolahan produk turunan kelapa melalui badan usaha koperai mampu meningkatkan pendapatan petani rata-rata pertahun hingga 17,84 persen atau sebesar Rp 5.481.917. Keberadaan koperasi berkontribusi dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan peningkatan pembangunan melalui alokasi dana dari SHU untuk pendidikan, kesejahteraan pengurus dan pembangunan lingkungan sebesar 4,5 persen. Penyerapan tenaga kerja pada sutu daerah pengembangan mencapai 42 orang dan apabila disetiap daerah sentra perkebunan kelapa dikembangkan usaha yang sama, penyerapan tenaga kerja mencapai 294 orang.
Hambatan terbesar yang dihadapi dalam mengembangkan produk turunan kelapa di Jambi adalah kondisi infrastruktur di daerah sentra perkebunan kelapa yang sebagian besar (39,13%) dalam keadaan rusak. Disamping itu juga, adanya penurunan areal perkebunan sebesar 0,9 persen dan status tanaman yang sudah tua mengakibatkan pasokan bahan baku berkurang hingga 1,14 persen pertahunnya.
Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada petani dan pemerintah memahami pentingnya nilai tambah dan eksistensi komoditi kelapa sebagai komoditi unggulan daerah yang harus dikembangkan guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Kata Kunci: Pengembangan usaha pengolahan produk turunan kelapa, nilai tambah, peningkatan pendapatan.
(9)
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan karya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
(10)
(11)
ANALISIS PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN
PRODUK TURUNAN KELAPA DI PROVINSI JAMBI
KUSWANTO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(12)
(13)
(14)
(15)
Judul Tesis : Analisis Pengembangan Usaha Pengolahan Produk Turunan Kelapa di Provinsi Jambi
Nama : Kuswanto
NRP : H151090011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, M.S Ketua
Dr. Muhammad Firdaus, S.P, M.Si Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr
(16)
(17)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia, nikmat serta hidayahnya sehingga tesis dengan topik Analisis Pengembangan Produk Turunan Kelapa di Provinsi Jambi dapat diselesaikan sebagaimana mestinya, dan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, M.S selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Muhammad Firdaus, S.P, M.Si selaku Anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan dan arahannya.
2. Bapak Dr. Ir. Sri hartoyo, M.S sebagai penguji luar komisi dan Dr. Ibu Wiwiek Rindayanti selaku moderator pada ujian tesis yang telah memberikan masukan dan sarannya.
3. Bapak Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dan kepada Dr. Ibu Lukytawati Anggraeni selaku sekretaris program studi serta seluruh staf pengajar khususnya program studi Ilmu Ekonomi yang telah memberikan pelayanan akademik.
4. Rektor dan Dekan serta Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Jambi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di IPB. 5. Pengolah bantuan dana pendidikan (BPPS) dari DIKTI yang telah memberikan
bantuan dana pendidikan kepada penulis selama belajar di IPB.
6. Kepada segenap keluarga, istri dan anak-anak tercinta atas do’a dan dukungannya kepada penulis selama menempuh pendidikan di IPB.
Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada semua pihak atas segala bantuannya baik moril maupun materil hingga selesainya tesis ini. Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi para pembaca.
Bogor, Desember 2011
(18)
(19)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 14 Juni 1977 dari bapak Kamsidi dan ibu Waryati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Pada tahun 1997 penulis lulus SMU Sultan Thaha Batanghari dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Jambi pada program studi Pendidikan Ekonomi dan menamatkannya pada tahun 2001.
Setelah lulus S1, penulis mengajar di SMP dan SMU hingga tahun 2004. Pada akhir tahun 2002 penulis menikah dengan Emy Mifrasah, S.Pd dan hingga kini telah dikaruniai 4 orang anak, yaitu: M. Ali Hasan Al Banna, Hafizhuna Li Hududillah, M. Hudzaifah dan Ashabul Yamin As Syarif. Pada tahun 2004 hingga tahun 2006, penulis dipercaya oleh Yayasan Daarul Ikhwan sebagai Kepala MTs di lingkungan yayasan tersebut, dan pada akhir tahun 2006 penulis diterima sebagai dosen di Univesitas Jambi.
Pada tahun 2009 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S-2 di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Ekonomi dengan Biaya Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dari Direktorat Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.
(20)
(21)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xxiii
DAFTAR GAMBAR ... xxv
DAFTAR LAMPIRAN ... xxvii
I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Persumusan Masalah ... 4
1.3Tujuan Penelitian ... 7
1.4Kegunaan Penelitian ... 7
1.5Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan ... 9
2.2 Kontribusi Komoditi Kelapa terhadap Pembangunan ... 10
2.3 Pengembangan Usahatani Kelapa ... 11
2.3.1 Diversifikasi Usahatani Secara Horizontal ... 12
2.3.2 Diversifikasi Usahatani Secara Vertikal ... 13
2.4 Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa ... 16
2.5 Dasar Pengembangan Komoditi Kelapa ... 17
2.6 Lembaga Pengembangan Usaha Pengolahan Produk Turunan Kelapa ... 18
2.7 Hambatan Pengembangan Komoditi Kelapa ... 20
2.8 Tinjauan Empiris Pengembangan Produk Turunan Kelapa ... 20
2.9 Kerangka Pemikiran ... 22
2.10Hipotesis Penelitian ... 25
III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data ... 27
3.2 Pemilihan Sampel dan Lokasi Penelitian ... 28
3.3 Model Analisis ... 28
3.3.1 Analisis Depkripsi ... 28
3.3.2 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan Produk Turunan Kelapa ... 29
3.3.2.1Break Even Point (BEP) ... 29
3.3.2.2Return of Invesment (ROI) ... 29
3.3.2.3Metode Net Present Value (NPV) ... 30
3.3.2.4Metode Internal Rate or Return (IRR) ... 30
3.3.2.5Analisis Biaya dan Manfaat (Benefit Cost analysis) .. 31
3.3.2.6Metode Payback Period ... 31
3.3.3 Pembiayaan Usaha ... 31
(22)
IV. GAMBARAN UMUM
4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Area Perkebunan Provinsi Jambi ... 35 4.2 Perkembangan Komoditi Unggulan Perkebunan Provinsi Jambi ... 36 4.3 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Ekonomi Provinsi Jambi ... 37 4.4 Kontribusi Pendapatan Sektor Perkebunan Terhadap PDRB ... 39 4.5 Daerah Pengembangan Perkebunan Kelapa ... 39 4.6 Industri Pengolah Komoditi Kelapa di Provinsi Jambi ... 40 4.7 Lembaga Usaha Milik Petani (LUMP)/Koperasi di Daerah Sentra
Perkebunan Kelapa Provinsi Jambi ... 42
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengembangan Usaha Pengolahan Produk Turunan Kelapa di Sentra Perkebunan Kelapa Kabupaten Tanjung Jabung Barat ... 45 5.1.1 Pemberdayaan Koperasi dalam Pengembangan Usaha
Pengolahan Produk Turunan Kelapa di Provinsi Jambi ... 46 5.1.2 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan Produk
Turunan Kelapa ... 49 5.1.2.1Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan
Minyak Kelapa (CCO) ... 50 5.1.2.2Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan
Tepung Tempurung ... 54 5.1.2.3Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan
Sabut Kelapa ... 57 5.1.2.4Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan
Minyak Goreng ... 65 5.1.2.5Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan
Arang Tempurung ... 73 5.1.2.6Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan
Minyak Goreng, Sabut dan Arang Tempurung melalui Badan Usaha Koperasi ... 78 5.2 Pengembangan Usaha Pengolahan Minyak Goreng, Sabut dan
Arang Tempurung melalui Badan Usaha Koperasi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat ... 83 5.2.1 Pembiayaan Modal Usaha Pengolahan Minyak Goreng,
Sabut dan Arang Tempurung melalui Badan Usaha Koperasi ... 83 5.2.2 Ketersediaan Bahan Baku Pengolahan Minyak Goreng,
Sabut dan Arang Tempurung melalui Badan Usaha Koperasi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat... 84 5.2.3 Prospek Pemasaran Komoditi Kelapa di Kabupaten Tanjung
Jabung Barat ... 86 5.2.4 Pendapatan Usaha Pengolahan Minyak Goreng, Sabut dan
Arang Tempurung melalui Badan Usaha Koperasi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat ... 87
(23)
5.3 Analisis Pendapatan Petani sebelum Pengembangan Pengolahan Minyak Goreng, Sabut dan Arang Tempurung melalui Badan Usaha Koperasi ... 89 5.4 Dampak Pengembangan Pengolahan Minyak Goreng, Sabut dan
Arang Tempurung melalui Badan Usaha Koperasi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat ... 91 5.4.1 Peningkatan Pendapatan Petani... 91 5.4.2 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia dan
Pembangunan Lingkungan ... 93 5.4.3 Penyerapan Tenaga Kerja ... 93 5.5 Hambatan dan Kendala Pengembangan Usaha Pengolahan Produk
Turunan Kelapa di Kabupaten Tanjung Jabung Barat ... 94 5.5.1 Fluktuasi Harga Bahan Baku dan Produk Olahan Kelapa ... 94 5.5.2 Infrastruktur Jalan di Daerah Sentra Produksi Kelapa ... 96 5.5.3 Persaingan Komoditi Perkebunan di Daerah Sentra
Produksi Kelapa ... 97 VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 99 6.2 Saran ... 100 DAFTAR PUSTAKA
(24)
(25)
DAFTAR TABEL
1. Luas dan Produksi Tanaman Perkebunan Kelapa Provinsi Jambi menurut Kabupaten Tahun 2008 ... 1 2. Volume Ekspor Industri Komoditas Perkebunan Kelapa di Propinsi
Jambi Tahun 2000-2008 ... 3 3. Keunggulan Varietas Kelapa ... 11 4. Teknik Pengambilan Data ... 27 5. Industri Pengolah Produk Turunan Kelapa Kabupaten Tanjung Jabung
Barat Tahun 2009 ... 28 6. Perkembangan Luas Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi ... 37 7. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Perkebunan ... 38 8. Kontribusi Sektor Perkebunan terhadap PDRB ... 39 9. Luas Tanah menurut Ketinggian Kabupaten Tanjung Jabung Barat ... 40 10.Industri Pengolah Produk Turunan Kelapa di Provinsi Jambi ... 41 11.Volume Ekspor Komoditi Perkebunan Kelapa Provinsi Jambi ... 41 12.Jumlah Koperasi dan Anggota menurut Kecamatan di Kabupaten
Tanjung Jabung Barat ... 42 13.Luas dan Produktivitas Perkebunan Kelapa Kab. Tanjung Jabung Barat .. 43 14.Proyeksi Laba (Rugi) Usaha Pengolahan Minyak Kelapa ... 52 15.Proyeksi Aliran Kas Usaha Pengolahan Minyak Kelapa ... 53 16.Hasil Analisis Kelayakan Finansial dan Sensitivitas Perubahan Harga
pada Usaha Pengolahan Minyak Kelapa ... 53 17.Proyeksi Laba (Rugi) Usaha Pengolahan Tepung Tempurung ... 55 18.Proyeksi Aliran Kas Usaha Pengolahan Tepung Tempurung ... 56 19.Hasil Analisis Kelayakan Finansial dan Sensitivitas Perubahan Harga
pada Usaha Pengolahan Tepung Tempurung ... 56 20.Asumsi Dasar Perhitungan Kelayakan Usaha Pengolahan Sabut Kelapa .. 58 21.Biaya Investasi Usaha Pengolahan Sabut Kelapa ... 59 22.Biaya Modal Kerja Usaha Pengolahan Sabut Kelapa ... 60 23.Pembiayaan Modal Investasi dan Modal Kerja Usaha Pengolahan Sabut
Kelapa ... 61 24.Proyeksi Produksi Usaha Pengolahan Sabut Kelapa ... 62 25.Proyeksi Laba Rugi Usaha Pengolahan Sabut Kelapa ... 62 26.Proyeksi Arus Kas Usaha Pengolahan Sabut Kelapa ... 63 27.Analisis Finansial dan Sensitivitas Perubahan Harga ... 64 28.Asumsi Dasar Perhitungan Kelayakan Usaha Pengolahan Minyak
Goreng ... 65 29.Biaya Operasional Usaha Pengolahan Minyak Goreng ... 66 30.Biaya Investasi Usaha Pengolahan Minyak Goreng ... 67 31.Pembiayaan Modal Investasi dan Modal Kerja Usaha Pengolahan
Minyak Goreng ... 68 32.Proyeksi Produksi Usaha Pengolahan Minyak Goreng ... 69 33.Proyeksi Laba Rugi Usaha Pengolahan Minyak Goreng ... 70 34.Proyeksi Arus Kas Usaha Pengolahan Minyak Goreng ... 70 35.Hasil Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Minyak Goreng ... 71 36.Dasar Perhitungan Kelayakan Usaha Pengolahan Arang Tempurung ... 72 37.Biaya Operasional Usaha Pengolahan Arang Tempurung ... 73
(26)
38.Biaya Investasi Usaha Pengolahan Arang Tempurung ... 74 39.Pembiayaan Modal Investasi dan Modal Kerja ... 75 40.Proyeksi Produksi Usaha Pengolahan Arang Tempurung ... 75 41.Proyeksi Laba Rugi Usaha Pengolahan Arang Tempurung ... 76 42.Proyeksi Arus Kas Usaha Pengolahan Arang Tempurung ... 77 43.Hasil Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Arang Tempurung ... 77 44.Pembiayaan Modal Usaha Pengolahan Minyak Goreng, Sabut dan Arang
Tempurung melalui Badan Usaha Koperasi ... 80 45.Proyeksi Produksi Usaha Pengolahan Minyak Goreng, Sabut dan Arang
Tempurung melalui Badan Usaha Koperasi ... 80 46.Proyeksi Laba (Rugi) Usaha Pengolahan Minyak Goreng, Sabut dan
Arang Tempurung melalui Badan Usaha Koperasi ... 81 47.Proyeksi Arus Kas dan Analisis Finansial Usaha Pengolahan Minyak
Goreng, Sabut dan Arang Tempurung melalui Badan Usaha Koperasi ... 82 48.Angsuran Kredit Modal Usaha Pengolahan Minyak Goreng, Sabut dan
Arang Tempurung melalui Badan Usaha Koperasi ... 83 49.Penggunaan Bahan Baku Pengolahan Produk Turunan Kelapa ... 84 50.Produksi Kelapa dan Proporsi Komponen Buah Kelapa pada Tingkat
Produksi ... 85 51.Harga Minyak Goreng pada Tiap Kabupaten di Provinsi Jambi... 86 52.Proporsi Pembagian SHU Berdasarkan Transaksi ... 87 53.Pembagian SHU Anggota Koperasi ... 88 54.Analisis Usahatani Kelapa Kabupaten Tanjung Jabung Barat ... 89 55.Peningkatan Pendapatan Petani ... 92 56.Penyerapan Tenaga Kerja ... 93 57.Fluktuasi Harga Bahan Baku dan Harga Penjualan ... 95 58.Batas Perubahan Harga Kelayakan Usaha Pengolahan Produk turunan
Kelapa ... 95 59.Kondisi Jalan di Sentra Usahatani Kelapa ... 96 60.Luas dan Produksi Tanaman Perkebunan Provinsi Jambi ... 97
(27)
DAFTAR GAMBAR
1. Pohon Industri Kelapa ... 16 2. Kerangka Pemikiran ... 24 3. Luas Daerah menurut kabupaten ... 35 4. Persebaran Luas Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi ... 36 5. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Ekonomi Provinsi Jambi ... 38 6. Hubungan Antara Anggota (Petani) dengan Badan Usaha Koperasi
(28)
(29)
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Dasar Perhitungan Studi Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan Minyak Kelapa ... 105 2. Biaya Investasi Usaha Pengolahan Minyak Kelapa ... 106 3. Biaya Operasional Usaha Pengolahan Minyak Kelapa ... 107 4. Sumber Modal Investasi dan Modal Kerja Usaha Pengolahan Minyak
Kelapa ... 108 5. Pendapatan Operasional Usaha Pengolahan Minyak Kelapa... 109 6. Perhitungan Angsuran Kredit Modal Investasi dan Modal Kerja ... 110 7. Proyeksi Laba (Rugi) Usaha Pengolahan Minyak Kelapa ... 113 8. Studi Kelayakan Arus Kas Usaha Pengolahan Minyak Kelapa ... 114 9. Analisis Sensitivitas dan Perubahan Harga Penjualan dan Bahan Baku
Usaha Pengolahan Minyak Kelapa ... 115 10.Dasar Perhitungan Studi Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan Tepung
Tempurung ... 116 11.Biaya Investasi Usaha Pengolahan Tepung Tempurung ... 117 12.Biaya Operasional Usaha Pengolahan Tepung Tempurung... 118 13.Sumber Modal Investasi dan Modal Kerja Usaha Pengolahan Tepung
Tempurung ... 119 14.Pendapatan Operasional Usaha Pengolahan Tepung Tempurung ... 120 15.Perhitungan Angsuran Kredit Modal Investasi dan Modal Kerja ... 121 16.Proyeksi Laba (Rugi) Usaha Pengolahan Tepung Tempurung ... 124 17.Studi Kelayakan Arus Kas Usaha Pengolahan Tepung Tempurung ... 125 18.Analisis Sensitivitas dan Perubahan Harga Penjualan dan Bahan Baku
Usaha Pengolahan Tepung Tempurung ... 126 19.Dasar Perhitungan Studi Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan
Minyak Goreng, Sabut Kelapa dan Arang Tempurung Melalui Badan Usaha Koperasi ... 127 20.Biaya Modal Kerja dan Operasional Usaha Pengolahan Minyak Goreng,
Sabut Kelapa dan Arang Tempurung Melalui Badan Usaha Koperasi ... 128 21.Biaya Investasi Usaha Usaha Pengolahan Minyak Goreng, Sabut Kelapa
dan Arang Tempurung Melalui Badan Usaha Koperasi ... 130 22.Sumber Modal Investasi dan Modal Kerja Usaha Pengolahan Minyak
Goreng, Sabut Kelapa dan Arang Tempurung Melalui Badan Usaha Koperasi ... 131 23.Proyeksi Produksi dan Penerimaan Usaha Pengolahan Minyak Goreng,
Sabut Kelapa dan Arang Tempurung Melalui Badan Usaha Koperasi ... 132 24.Perhitungan Angsuran Kredit Modal Investasi dan Modal Kerja ... 133 25.Pendapatan dan Biaya Operasional Usaha Pengolahan Sabut Kelapa ... 127 26.Proyeksi Laba (Rugi) Usaha Pengolahan Minyak Goreng, Sabut Kelapa
dan Arang Tempurung Melalui Badan Usaha Koperasi ... 136 27.Studi Kelayakan Arus Kas dan Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan
Minyak Goreng, Sabut Kelapa dan Arang Tempurung Melalui Badan Usaha Koperasi ... 137
(30)
(31)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa merupakan komoditas yang stategis dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena peranannya yang besar meliputi sosial, budaya, sumber pendapatan, penyedia lapangan kerja dan mampu menyumbangkan devisa bagi negara. Hal ini sebagaimana banyaknya manfaat yang terdapat pada buah kelapa bagi kehidupan yang meliputi daging kelapa, tempurung, sabut, air dan bungkil kelapa bahkan bagian batang kelapa telah banyak digunakan sebagai bahan bangunan dan furniture. Demikian besar manfaat tanaman kelapa sehingga ada yang menamakannya sebagai pohon kehidupan (the tree of life) atau pohon yang menyenangkan (a heaven tree).
Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah penghasil kelapa yang memiliki potensi pengembangan cukup besar. Luas perkebunan kelapa Jambi menempati urutan sembilan besar setelah Sulawesi Tengah, yaitu 119.030 hektar atau 3,15 persen dari total luas areal kelapa Indonesia dengan produksi sebanyak 110.305 ton pertahun (BPS 2009). Dari luas perkebunan kelapa tersebut, 95 persennya terkosentrasi di dua Kabupaten, yaitu Tanjung Jabung Timur dengan luas 59.370 hektar atau 49,88 persen dari total luas areal kelapa Jambi dan Tanjung Jabung Barat dengan luas 53.484 hektar atau sekitar 44,93 persen dari total luas areal kelapa Jambi.
Tabel 1 Luas dan Produksi Tanaman Perkebunan Kelapa Provinsi Jambi menurut Kabupaten Tahun 2008
No Kabupaten TBM
(ha) TM (ha) TTM (ha) Jumlah (ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kg/Ha) Jlh. Petani (KK)
1 Batanghari 46 623 174 843 625 1.003 2.185
2 Muaro Jambi 149 650 129 928 629 968 6.144
3 Bungo 83 558 37 678 444 796 13.423
4 Tebo 115 865 44 1.024 593 686 1.504
5 Merangin 570 1.170 277 2.017 853 729 14.169
6 Sarolangun 115 366 85 566 310 847 16.046
7 Tanjung Jabung Barat 4.255 37.969 11.260 53.484 54.942 1.447 19.842 8 Tanjung Jabung Timur 6.999 44.897 7.474 59.370 51.871 1.155 23.260
9 Kerinci 12 94 14 120 38 404 1.367
JUMLAH 12.344 87.192 19.494 119.030 110.305 8.035 97.940
(32)
2
Berdasarkan data statistik perkebunan BPS Jambi (2009), usahatani kelapa di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung Barat telah melibatkan sekitar 43.102 kepala keluarga, dengan kepemilikan lahan antara 1,5 – 2 hektar per kepala keluarga. Bagi masyarakat daerah tersebut, perkebunan kelapa merupakan sumber penghasilan utama yang dikelolah secara intensif, sehingga ketergantungan petani terhadap perkebunan kelapa sangat tinggi. Dengan rata-rata produksi yang dihasilkan pertahun sebanyak 1.301 kilogram kopra perhektar, pada tingkat harga Rp 4.750 perkilogram (BPS 2009), petani hanya memperoleh penghasilan antara Rp 9.269.625 – Rp 12.359.500 pertahun atau sekitar Rp 772.500 – Rp 1.020.000 perbulan. Menurut Kasryno et. al. (1998) pendapatan petani kelapa lebih rendah bila dibandingkan dengan kebutuhan fisik minimum petani dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak 5 orang perkelapa keluarga. Sehingga menurutnya, dengan pendapatan petani kelapa tersebut belum mampu mendukung kehidupan keluarga secara layak.
Berdasarkan luas perkebunan kelapa dan kondisi geografis yang dimiliki oleh Kabupaten Tanjung Jabung, peningkatan produktivitas kelapa sangat mungkin untuk dilakukan. Namun dari data yang ada, produktivitas tersebut masih tergolong rendah, yaitu rata-rata pertahun sebanyak 1.301 kilogram kopra perhektar. Hal ini disebabkan karena pola usahatani kelapa yang dikembangkan masih bersifat tradisional. Padahal menurut Damanik (2007), apabila usahatani kelapa dilakukan secara terpadu, produktivitas kelapa pertahun dapat mencapai 4 ton kopra perhektar. Dengan demikian kondisi ini akan berimplikasi pada rendahnya tingkat pendapatan petani kelapa. Disamping itu, pada umumnya produk yang dihasilkan masih dalam bentuk kelapa butiran dan kopra berkualitas rendah. Pada pemanfaatan hasil samping pun belum banyak dilakukan oleh petani, sehingga nilai tambah dari usahatani belum diperoleh secara optimal. Hanya sebagian kecil petani yang telah memanfaatkan hasil samping seperti, sabut dan tempurung kelapa (Brotosunaryo 2003; Jamaludin 2003; Nogoseno 2003). Di tingkat industri, produk turunan kelapa yang telah dikembangkan, meliputi minyak kelapa, arang tempurung, sementara bungkil kelapa, serat kelapa, coconut fiber dan RBD coconut oil baru berkembang pada tahun 2007 (BPS Jambi 2009). Berbagai produk kelapa tersebut sebagian besar telah menjangkau pasar ekspor,
(33)
3
hanya saja untuk bungkil kelapa, serat kelapa, coconut fiber dan coconut oil volumenya masih sedikit. Walaupun demikian, dengan bertambahnya jenis produk kelapa yang dihasilkan telah mengurangi ekspor kelapa butiran dan kopra dan telah meningkatkan nilai ekspor kelapa sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2 Volume Ekspor Industri Komoditas Perkebunan Kelapa di Provinsi Jambi Tahun 2000-2008
Tahun Ekspor
Komoditi Hasil Perkebunan Kelapa
Minyak
Kelapa Kopra
Arang Tempurung Kelapa Biji Bungkil Kelapa Serat Kelapa Coconut Fiber RBD Coconut Oil
2000 Volume (kg) 19.875.000 435.000 424.702 - - - - -
Nilai (US$) 6.568.988 143.931 50.802 - - - - -
2001 Volume (kg) 20.155.000 1.784.182 115.000 8.750 - - - -
Nilai (US$) 5.054.000 260.208 13.498 4.539 - - - -
2002 Volume (kg) 14.480.000 - 568.045 228.700 - - - -
Nilai (US$) 5.256.800 - 30.286 17.040 - - - -
2003 Volume (kg) - - 506.640 321.000 - - - -
Nilai (US$) - - 700.823 24.709 - - - -
2004 Volume (kg) - 1.980.260 1.608.150 262.899 - - - -
Nilai (US$) - 217.706 156.332 48.327 - - - -
2005 Volume (kg) - - 1.720.000 241.468 - - - -
Nilai (US$) - - 126.230 49.869 - - - -
2006 Volume (kg) - - - 1.753.500 - - - -
Nilai (US$) - - - 251.301 - - - -
2007 Volume (kg) 50.950.800 1.707.500 4.787.178 350.000 600.000 100.000 21.780 1.200.000 Nilai (US$) 42.699.580 225.510 492.407 30.999 55.650 20.000 7.617 840.000
2008 Volume (kg) 47.220.000 380.000 2.611.000 170.000 - - 47.340 -
Nilai (US$) 52.977.141 59.182 248.140 9.520 - - 38.064 -
Sumber : BPS Provinsi Jambi 2009
Bila dibandingkan dengan pengembangan produk turunan kelapa nasional, industri perkelapaan Jambi masih jauh tertinggal. Pada tingkat nasional, produk turunan kelapa yang telah berhasil dikembangkan meliputi tepung kelapa, kelapa parut, santan dalam kemasan, VCO, nata de coco, konsentrat air kelapa, arang tempurung, carbon active, sabut dan berbagai produk yang lainnya, dengan industri sebanyak 564 yang tersebar di seluruh Indonesia. Terbatasnya jenis dan jumlah produk turunan kelapa yang dihasilkan tidak terlepas dari keberadaan industri pengolah produk tersebut. Hingga tahun 2005, jumlah industri pengolah produk kelapa di Provinsi Jambi baru mencapai 26 perusahaan dengan kapasitas 29.276 ton pertahun. Jumlah ini masih tergolong sedikit bila dibandingkan dengan daerah lain seperti Riau, yaitu sebanyak 78 perusahaan dengan kapasitas 85.155 ton pertahun, Sulawesi Utara walau jumlah perusahaan lebih sedikit (24), namun kapasitas produksinya jauh lebih besar, yaitu 197.636 ton pertahun (Deperindag
(34)
4
2009). Rendahnya kapasitas produksi industri perkelapaan Jambi disebabkan karena pada umumnya industri yang ada berskala menengah kebawah, dan sebagian besarnya merupakan industri kecil.
Peningkatan pengembangan produk-produk turunan kelapa, selain akan meningkatkan nilai tambah, menambah lapangan pekerjaan baru dan juga terbukti mampu meningkatkan devisa. Pada tahun 2007, dengan bertambahnya jenis produk kelapa yang diekspor telah meningkatkan nilai ekspor dari rata-rata tahun sebelumnya sebesar US$ 2.710.770 menjadi US$ 44.371.763. Namun pada tingkat petani, pemasaran kelapa masih belum menguntungkan. Adanya praktek pasar monopsoni dari pihak pabrik kelapa dan pedagang kopra yang menentukan harga sepihak. Disamping itu, tingginya harga pupuk dan rendahnya harga kopra serta berfluktuasinya harga yang tidak menentu mengakibatkan rendahnya minat petani dalam meningkatkan produktivitas kelapa (Brotosunaryo 2003).
1.2 Perumusan Masalah
Sebagai komoditi unggulan, peranan komoditi kelapa dalam mendukung pertumbuhan ekonomi secara nasional relatif masih belum optimal, namun pada daerah tertentu dukungan komoditi ini untuk pertumbuhan ekonomi sangat signifikan, terutama pada daerah sentra usahatani kelapa. Seperti halnya di Provinsi Jambi, pada tahun 2008 kontribusi ekspor kelapa terhadap total ekspor daerah mencapai 4,48 persen atau senilai US$ 53,33 juta (BPS Jambi 2009).
Dengan demikian pengembangan komoditi kelapa harus dipandang sebagai kepentingan nasional sebagaimana pengembangan komoditas unggulan lainnya, mengingat komoditi ini memiliki pangsa pasar yang besar, baik ditingkat domestik maupun internasional dan juga merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat. Terabaikannya pengembangan usahatani kelapa dewasa ini menjadikan rendahnya nilai tambah komoditi kelapa sehingga tidak mampu berkontribusi pada peningkatan pendapatan petani. Sebagaimana hasil studi yang dilaksanakan di sentra-sentra produksi kelapa di Indonesia oleh Tarigans (2002), bahwa kehidupan keluarga petani kelapa secara umum sampai saat ini masih berada di bawah garis kemiskinan. Hal ini sebagaimana terjadi pada daerah sentra usahatani kelapa di Propinsi Jambi, yaitu Kabupan Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur yang 48,98 persen daerahnya merupakan perkebunan
(35)
5
kelapa tingkat kemiskinannya tertinggi di Provinsi Jambi, yaitu 11,80 persen dan 12,35 persen (BPS Jambi 2010). Kondisi ini mengindikasikan bahwa tingkat pendapatan petani pada daerah tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan petani di daerah lain yang mayoritas sumber penghasilannya perkebunan karet dan sawit.
Upaya peningkatan pendapatan petani kelapa dapat dilakukan dengan adanya perubahan pola usahatani tradional kearah yang lebih efisien dan produktif serta berorientasi pasar, yaitu dengan menerapkan diversifikasi usahatani kelapa baik secara horizontal maupun vertikal (Tarigans 2005). Diversifikasi usahatani secara horizontal selain akan menambah sumber pendapatan bagi petani juga akan semakin mengefisienkan tenaga kerja dan biaya sehingga keuntungan yang diperoleh akan semakin meningkat.
Diversifikasi vertikal dapat mendorong petani memperoleh nilai tambah melalui terbentuknya produk alternatif dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Alternatif produk yang dapat dikembangkan antara lain Virgin Coconut Oil (VCO), Oleo chemical (OC), Desiccated Coconut (DC), Coconut Milk/Crem (CM/CC), Coconut Charcoal (CCL), Activated Carbon (AC), Brown Sugar (BS), Coconut Fiber (CF) dan Cochin Wood (CW), yang diusahakan secara parsial maupun terpadu. Pelaku agribisnis produk-produk tersebut mampu meningkatkan pendapatannya 5 – 10 kali dibandingkan dengan bila hanya menjual kelap butiran (Deptan 2009).
Keberhasilan pengembangan usaha pengolahan komoditi kelapa menurut Ulrich dan Eppinger (2001) sangat ditentukan oleh kualitas produk, biaya produk, waktu pengembangan, biaya pengembangan, dan kapabilitas pengembangan. Kualitas produk menentukan pangsa pasar dan harga yang ingin dibayar oleh pelanggan. Biaya produk menentukan berapa besar laba yang dihasilkan pada volume penjualan dan harga penjualan tertentu. Waktu pengembangan menentukan kemampuan dalam berkompetisi, perubahan teknologi, dan kecepatan pengembalian ekonomis. Biaya pengembangan merupakan komponen yang penting dari investasi yang dibutuhkan untuk mencapai profit. Kapasitas pengembangan merupakan aset yang dapat digunakan untuk mengembangkan produk dengan lebih efektif dan ekonomis di masa yang akan datang. Dengan
(36)
6
demikian produk yang dikembangkan mampu berdaya saing baik di pasar domestik maupun internasional, sebagaimana yang diharapkan dalam arah kebijakan pengembangan agribisnis kelapa dalam jangka panjang, yaitu mewujudkan agribisnis kelapa yang berdaya saing dan berkeadilan yang dapat memberikan tingkat kesejahteraan secara berkelanjutan bagi pelaku usahanya.
Implikasi yang diharapkan dari pengembanga usaha pengolahan produk turunan kelapa adalah adanya peningkatan pendapatan petani secara signifikan. Untuk itu keberadaan petani dalam agribisnis kelapa harus berperan sebagai pelaku usaha itu sendiri. Dengan demikian dibutuhkan kemampuan baik secara finansial maupun manajerial dalam menjalankan usaha tersebut. Menurut Darwanto (dalam PERHEPI 2011), Peningkatan kemampuan petani dapat dilakukan melalui penguatan kelembagaan ditingkat kelompok tani yang selanjutnya dapat dilakukan dengan membina lembaga koperasi atau Lembaga Usaha Milik Petani (LUMP) yang pada prakteknya tidak hanya mengolah cadangan pangan, tetapi juga dapat melakukan kegiatan yang mendukung usaha petani, seperti pengadaan saprotan maupun usaha pengolahan hasil.
Dengan demikian perlu dilakukan analisis secara mendalam terhadap ketangguhan usaha pengolahan produk turunan kelapa dalam lingkup produksi dan dalam menghadapi persaingan pasar serta tingkat kemampuannya pada kondisi yang dinamis atas nilai investasi yang ditanamkannya dalam menghasilkan keuntungan usaha atau memiliki manfaat yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkannya sehingga usaha tersebut layak untuk dikembangkan. Sebagaimana dikatakan oleh Rustiadi et al. (2009), bahwa pemilihan pengembangan suatu komoditi atau aktivitas ekonomi (proyek) harus didasarkan pada analisis biaya dan manfaat. Apabila suatu proyek manfaatnya melebihi biayanya maka proyek tersebut bisa diterima, jika tidak maka proyek tersebut harus ditolak.
Berdasarkan latar belakang di atas maka berbagai permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah usaha pengolahan produk turunan kelapa layak dikembangkan secara finansial di Provinsi Jambi?.
(37)
7
2. Bagaimana pembiayaan modal usaha pengolahan produk turunan kelapa yang akan dikembangkan melalui badan usaha koperasi di Provinsi Jambi?.
3. Apakah pengembangan usaha pengolahan produk turunan kelapa dapat memperbaiki perekonomian petani kelapa di Provinsi Jambi?.
4. Apa saja hambatan yang dihadapi dalam mengembangkan usaha pengolahan produk turunan kelapa di Provinsi Jambi?.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, ada pun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kelayakan finansial usaha pengolahan produk turunan kelapa sebagai dasar pengembangan usaha tersebut di Provinsi Jambi.
2. Mengestimasi pembiayaan modal usaha pengolahan produk turunan kelapa berdasarkan badan usaha koperasi
3. Menganalisis dampak pengembangan usaha pengolahan produk turunan kelapa terhadap perekonomian petani kelapa di Provinsi Jambi.
4. Mengindentifikasi hambatan yang dihadapi dalam pengembangan usaha pengolahan produk turunan kelapa di Provinsi Jambi.
1.4 Kegunaan Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna sebagai acuan bagi petani, pengusaha maupun pemerintah dalam mengembangkan usaha pengolahan produk turunan kelapa di Provinsi Jambi sebagai upaya untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah setempat.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Usaha pengolahan produk turunan kelapa yang menjadi objek pada penelitian atau yang akan dikembangkan melalui Lembaga Usaha Milik Petani (LUMP) ini adalah industri minyak goreng, industri sabut kelapa dan arang tempurung. Mengingat keterbatasan waktu dan dana, maka penelitian difokuskan pada daerah Tanjung Jabung Barat. Pengembangan usaha didasarkan pada kelayakan usaha secara finansial berdasarkan kriteria-kriteria seperti Pay Back Period (PBP), Net Presen Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio).
(38)
8
(39)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan
Sebagaimana analisis klasik Kuznets, pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki kontribusi sangat besar bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, yaitu sebagai penyedia bahan baku, perluasan pasar, penyerapan tenaga kerja dan sebagai sumber modal untuk investasi, serta sebagai penyumbang devisa (Tambunan 2003). Disamping itu, sektor pertanian juga dapat dipandang sebagai salah satu penggerak pertumbuhan output dan diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi yang lainnya atau dapat disebut sebagai sektor-sektor pemimpin bagi sektor yang lainnya. Artinya, semakin besar ketergantungan pertumbuhan output di sektor-sektor yang ada terhadap pertumbuhan output di sektor pertanian, semakin besar peran pertanian sebagai sektor pemimpin.
Petingnya sektor pertanian sebagai penggerak pembangunan didasarkan pada asumsi bahwa pasar lokal akan berkembang apabila pendapatan masyarakat mengalami peningkatan. Hal ini terjadi apabila ada peningkatan terhadap produktivitas di sektor pertanian. Dengan demikian, menurut Tambunan (2003) fokus lebih baik diberikan kepada perkembangan pertanian skala kecil dan menengah, karena ini lebih sesuai bagi daerah yang pembangunannya masih terbelakang. Asumsi lain yang juga melandasi pentingnya pertanian sebagai sektor pemimpin di dalam pembangunan sebagaimana yang diungkapkan oleh Tambunan (2003), yaitu memiliki ketangguhan dan kemampuan tinggi yang merupakan tulang punggung (backbone) dan mesin penggerak perekonomian (engine of grouth) atau yang disebut sebagai sektor kunci atau sektor pemimpin (leading sector) perekonomian nasional. Untuk itu, beberapa kriteria yang disyaratkan agar sektor pertanian dapat dipandang sebagai sektor kunci dalam pembangunan nasional adalah:
(1) Strategis; memiliki kontribusi yang besar dan esensial dalam mewujudkan sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan pembangunan ekonomi nasional.
(2) Tangguh; unggul dalam persaingan, baik di dalam maupun di pasar global dan mampu menghadapi gejolak ekonomi, politik, maupun alam. Pertanian sebagai sektor andalan harus memiliki keungulan komparatif dan kompetitif
(40)
10
atau memiliki daya saing, berbasis pada kemampuan sendiri (domestik) atau kemandirian dan dapat menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan strategis.
(3) Artukulatif; harus memiliki kemampuan dinamisator dan fasilitator bagi pertumbuhan output di sektor-sektor perekonomian lainnya dalam spektrum yang luas.
(4) Progresif; dapat tumbuh secara berkelanjutan tanpa menimbulkan efek-efek negatif terhadap kualitas lingkungan hidup.
(5) Responsif; mampu memberi respon yang cepat dan besar terhadap setiap kebijakan pemerintah.
2.2Kontribusi Komoditi Kelapa Terhadap Pembangunan
Kelapa merupakan salah satu komoditi pertanian yang telah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia, oleh karena begitu banyaknya kegunaan kelapa maka kelapa dijuluki pohon kehidupan. Kelapa mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan dan perekonomian di Indonesia. Dapat dikatakan peranan sosialnya menempati urutan kedua setelah padi.
Meskipun kelapa dihadapkan dengan komoditi subtitusinya, yaitu kelapa sawit sebagai bahan baku minyak goreng namun hasil pemrosesannya seperti oleokimia menjadi asam lemak, alcohol berlemak dan gliserin masih lebih unggul bila dibandingkan dengan kelapa sawit. Misalnya pada pembuatan alcohol berlemak, kandungan rantai hidrokarbon pada CCO berupa C-12 dan C-14 mencapai 54 persen sedangkan pada CPO hanya 1 persen (Sukamto 2005). Di samping itu, berbagai produk makanan dari kelapa yang tidak dihasilkan dari kelapa sawit seperti minuman air kelapa, santan kelapa, kelapa parut kering, kecap, gula kelapa dan berbagai produk non-makanan seperti sabut kelapa, arang aktif, oleokimia serta kayu kelapa, menjadikan komoditi kelapa memiliki prospek yang cukup besar untuk dikembangkan.
Pengembangan usaha pengolahan produk kelapa melalui industrialisasi, selain akan meningkatkan produktivitas maupun kualitas produk juga akan semakin memperbaiki nilai jual kelapa yang diterima oleh petani dengan semakin banyaknya penggunaan kelapa sebagai bahan baku industri, sehingga motivasi petani untuk mengembangkan usahatani kelapa akan semakin meningat. Dengan
(41)
11
demikian berkembangnya usahatani kelapa baik di sektor hulu maupun hilirnya akan semakin meningkatkan ketersediaan bahan baku, perluasan pasar, penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan devisa melalui perdagangan ekspor-impor serta akan mendorong perkembangan sektor-sektor yang lainnya.
2.3Pengembangan Usahatani Kelapa
Tanaman kelapa merupakan salah satu tanaman perkebunan yang pada umumnya diusahakan pada lahan mineral dan lahan gambut. Hal ini sesuai dengan kondisi lahan yang memungkinkan tanaman kelapa tumbuh dengan baik pada lahan tersebut, yaitu lahan dengan ketinggian 0-450 m di atas permukaan laut (dpl) (Sukamto 2005; Mangoensoekarjo 2007). Pada lahan di atas ketinggian tersebut, tanaman kelapa berbuah lambat, produksi lebih sedikit, dan kadar minyak lebih rendah.
Menurut Mangoensoekarjo (2007), kelapa (Cocos nucifera) termasuk familia Palmae dibagi tiga: (1) Kelapa dalam dengan varietas viridis (kelapa hijau), rubescens (kelapa merah), Macrocorpu (kelapa kelabu), Sakarina (kelapa manis, (2) Kelapa genjah dengan varietas Eburnea (kelapa gading), varietas regia (kelapa raja), pumila (kelapa puyuh), pretiosa (kelapa raja malabar), dan (3) Kelapa hibrida. Kelapa hibrida merupakan hasil persilangan antara kelapa dalam dengan kelapa genjah. Hasil persilangan tersebut merupakan kombinasi sifat-sifat yang baik dari kedua varietas asalnya. Di masyarakat varietas yang masih banyak dibudidayakan adalah kelapa dalam dan hibrida dengan alasan keunggulan pada parietas tersebut sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut ini:
Tabel 3 Keunggulan Varietas Kelapa Varietas
Mulai Berbuah (tahun)
Produktivitas (butir/pohon/tahun): (ton/ha/tahun)
Keunggulan
Dalam 5-6 90:2-3 - Daging buah tebal dan keras - Kadar minyak tinggi
- Lebih tahan terhadap hama dan penyakit
- Ukuran buah besar
Hibrida 3-4 140:6-7 - Daging buah tebal dan keras - Kadar minyak tinggi
- Tidak cepat meninggi Sumber: Mangoensoekarjo (2007)
(42)
12
Produksi buah bergantung varietas tanaman kelapa, umur tanaman, keadaan tanah, iklim, dan pemeliharaan. Biasanya menghasilakn rata-rata 2-3 ton kopra/ha/tahun pada umur 12-25 tahun. Sedangkan untuk kelapa hibrida pada umur 10-25 tahun mampu menghasilkan rata-rata 6-7 ton/ha/tahun. Pemanenan kelapa dilakukan pada saat buah kelapa telah berumur ± 12 bulan dari mulai berkembang, 4/5 bagian kulit kering, berwarna coklat, kandungn air berkurang dan bila digoyang berbunyi nyaring. Menurut Mangoensoekarjo (2005), komposisi pada buah kelapa yang sudah tua terdiri dari 35 persen sabut, 12 persen tempurung, 28 persen daging buah dan 25 persen air kelapa. Sementara menurut Mahmud dan Ferry (2005), pada buah kelapa yang telah berusia 12 bulan proporsi berat kering sabut 42 persen, tempurung 28 persen, daging buah 30 persen. Dengan demikian perkiraan berat kering sabut antara 35-42 persen dan daging buah 28-30 persen.
Menurut Tarigans (2005), sistem agribisnis berbasis kelapa secara nasional masih dihadapkan kepada suatu kenyataan dimana peningkatan luas areal dan produksi belum diikuti dengan peningkatan pendapatan petani kelapa. Secara umum, tingkat kehidupan petani kelapa beserta keluarganya masih berada di bawah garis kemiskinan.
Upaya pemecahan masalah tersebut dapat dilaksanakan melalui perubahan pola usahatani tradisional kearah pola usahatani yang lebih efisien dan produktif serta berorientasi pasar. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan penerapan diversifikasi usahatani kelapa secara nasional baik horizontal maupun vertikal (Tarigans 2005; Mahmud & Ferry 2005).
2.3.1 Diversifikasi Usahatani Secara Horizontal
Menurut Sukamto (2005), sistem perakaran yang efektif pada tanaman kelapa secacara horizontal sekitar 2 m dengan kedalaman (vertikal) 0,3-1,2 m. Apabila kelapa ditanam dengan jarak tanam 6 x 9 m, maka lahan yang tersedia untuk tumbuh kelapa adalah 54 m2. Dengan demikian pada luas lahan 1 hektar yang berisi tanaman kelapa sebanyak 185 batang, daerah perakaran efektif hanya berkisar 30 persen, sementara tanah yang tidak termanfaatkan seluas 70 persen. Kondisi ini sangat memungkinkan pengupayaan usahatani kelapa secara polikultur dengan menanam tanaman lain yang sesuai dengan perkebunan kelapa.
(43)
13
Diversifikasi usahatani secara hotizontal merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan petani karena dengan mengintroduksi tanaman sela yang prospektif akan menciptakan sumber pendapatan usahatani menjadi lebih banyak dan beragam sehingga total pendapatan usahatani menjadi meningkat (Tarigans 2005). Studi yang dilakukan oleh Tarigans dan Sumanto (1995) pada lahan pasang surut bergambut di Propinsi Riau menyebutkan bahwa pola usahatani campuran kelapa + nanas dan kelapa + nanas + pisang secara ekonomis memberikan pendapatan tertinggi berturut-turut sebanyak Rp 3.019.535,- dan Rp 2.726.444,-/ha/tahun. dan terendah dihasilkan dari pola kelapa + pisang yaitu sebanyak Rp 442.230,-/ha/tahun. Sedangkan pendapatan usahatani kelapa monokultur yang dikelola petani secara tradisional hanya mencapai Rp 233.560,-/ha/ tahun.
Disamping peningkatan pendapatan, penerapan diversifikasi horizontal memberikan beberapa keuntungan lainnya yaitu (1) pemanfaatan lahan usahatani yang lebih efisien, (2) berwawasan konservasi, (3) pemakaian input usahatani lebih efisien dan (4) pendapatan petani lebih terjamin sehingga resiko usahatani menjadi lebih kecil (Tarigans 2005).
2.3.2 Diversifikasi Usahatani Secara Vertikal
Diversifikasi usahatani secara vertikal berarti menganekaragamkan produk usahatani disertai dengan peningkatan mutu dan menghasilkan produk yang memberikan nilai tambah dan lebih kompetitif. Peluang untuk meningkatkan pendapatan petani kelapa melalui pelaksanaan diversifikasi vertikal pada dasarnya sangat terbuka mengingat tersedianya luas areal dan produksi kelapa sebagai bahan baku industri yang cukup mendukung, serta banyaknya industri dalam negeri yang masih memerlukan bahan baku, dan teknologi pengolahan yang tersedia. Dengan demikian komoditi kelapa sebagai bahan baku mempunyai banyak peluang untuk melakukan diversifikasi produk olahannya. Sebagaimana dijelaskan oleh Tarigans (2005), bahwa pemanfaatan kelapa untuk menghasilkan aneka ragam produk olahan dapat dilakukan dari bagian-bagian kelapa seperti daging buah, air kelapa, tempurung, sabut, dan tandan bunga. Bahkan dari batang kelapa telah banyak digunakan sebagai bahan bangunan dan pembuatan produk rumah tangga (furniture).
(44)
14
1. Daging Kelapa
Daging kelapa dapat diolah menjadi kopra dengan cara mengeringkan daging kelapa segar dengan dijemur maupun panas buatan ataupun kombinasinya. Selain itu daging kelapa juga dapat diproses menjadi kelapa parut kering (desiccated coconut) dan santan pekat yang bernilai ekonomis tinggi. Pengolahan produk ini pada tingkat petani sukar diadopsi mengingat, modal, peralatan serta teknologi yang diterapkan dalam proses produksinya sukar dijangkau oleh petani yang masih memiliki keterbatasan. Selain itu kopra atau daging kelapa segar dapat diproses menjadi minyak kelapa (crude coconut oil) dan minyak kelapa murni (virgin coconut oil).
Pengolahan kelapa segar menjadi minyak kelapa murni sangat prospektif karena produk ini memiliki banyak kegunaan serta harga yang tinggi. Kegiatan pengolahan produk ini dapat dilakukan pada tingkat petani, tanpa memerlukan modal serta peralatan yang mahal. Hasil kegiatan pengurangan kemiskinan petani kelapa yang disponsori oleh COGENT di Indonesia telah membuktikan bahwa pengolahan daging kelapa segar menjadi minyak kelapa murni mampu meningkatkan pendapatan dan mengurangi kemiskinan petani kelapa setempat (Tarigans 2005).
2. Air Kelapa
Air kelapa selain dapat diolah menjadi kecap dan asam cuka, juga dapat diolah menjadi sari kelapa (nata de coco). Secara kimiawi nata de coco merupakan selulosa yang mengandung air sekitar 98 persen yang tergolong sebagai makanan berkalori rendah, sehingga cocok untuk keperluan diet, dengan demikian dapat dijadikan konsumsi bagi setiap orang. Pengembangan produk ini di tingkat petani sangat prospektif karena teknologi pengolahannya mudah diadopsi serta pemasarannya cukup mudah dan harga produknya menguntungkan (Tarigans 2005).
3. Tempurung Kelapa
Tempurung kelapa dapat dijadikan produk kerajinan dan barang-barang souvenir yang berkualitas dan bernilai ekonomi tinggi. Selain itu, tempurung dapat pula digunakan sebagai bahan pengisi industri kayu lapis, asbes dan obat nyamuk. Lebih jauh, tempurung kelapa juga bisa diolah menjadi arang tempurung
(45)
15
yang dapat digunakan sebagai bahan bakar atau dijadikan arang aktif yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
4. Sabut Kelapa
Sabut kelapa dapat dijadikan kerajinan rumah tangga seperti sapu, karpet, tambang atau tali. Disamping itu, juga dapat dibuat menjadi sabut kelapa berkaret (rubberized coir fibre) untuk keperluan jok mobil, kursi, kasur, penyaring udara, peredam panas dan suara untuk konstruksi bangunan. Produk olahan sabut yang memiliki ekonomi tinggi di Vietnam terkenal dengan nama geotextile sedang di Filipina dikenal dengan nama produk ecomat, ecolog dan twine, dipakai untuk mencegah erosi tanah pada konstruksi jalan bertopografi miring (biodegradable erosion control products).
5. Tandan Bunga
Salah satu produk yang dapat dihasilkan dalam usahatani kelapa adalah gula merah melalui penyadapan tandan bunga (inflorescense) dan dilanjutkan pengolahan nira yang dihasilkan. Pengolahan nira menjadi gula kelapa dapat dilakukan petani karena cara pengolahannya sangat sederhana serta tidak memerlukan modal kerja yang besar.
(46)
16
Gambar 1 Pohon Industri Kelapa Sumber: Deptan 2007
2.4Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa
Potensi pengembangan usahatani kelapa di suatu daerah sangat ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya yang memadai. Di samping itu prospek pasar dan kebijakan pemerintah turut mendukung berkembangnya usahatani kelapa tersebut. Pentingnya pengembangan usahatani kelapa didasarkan pada peranannya yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat dan perekonomian. Menurut Tambunan (2003), pengembangan suatu sektor/komoditi dapat menjadi pendorong pembangunan ekonomi apabila sektor tersebut memiliki ketangguhan dalam persaingan, baik di dalam maupun di pasar global dan mampu menghadapi gejolak ekonomi, politik, maupun alam. Dengan demikian, komoditi yang berpotensi untuk dikembangkan adalah komoditi yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif atau memiliki daya saing, berbasis pada
Buah Air Nata Vineger Kecap Minuman Daging Parut DC Cocomix Concentr VCO Skim Milk
Skim Milk Coco Shake
Kulit Semi VCO Coco Cake Kopra CCO M. Goreng Oleokimia
Bungkil Pakan
Tempurung Tepung Arang Tepung Aktif Sabut Serat Berkaret Geotextile Cocopeat
Tandan Bunga Gula Kelapa
Batang kayu
Furniture
Bangunan
(47)
17
kemampuan sendiri (domestik) dan dapat menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan strategis.
Suatu usahatani berpotensi untuk dikembangkan apabila sistem usahatani tersebut memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dari investasi publik yang dilakukan. Efisiensi menunjukan adanya keuntungan sosial yang didapatkan oleh petani, pengusaha maupun pengelolah pada tingkat harga yang efisien. Menurut Pearson et al. (2005), investasi yang berhasil (misalnya, investasi dalam bentuk jaringan irigasi atau transportasi) akan meningkatkan output atau menurunkan biaya input. Di samping itu, adanya penemuan baru dalam bentuk riset atau teknologi pertanian akan semakin meningkatkan efisiensi sistem usaha tani yang dijalankan. Sebuah investasi publik dalam bentuk penemuan benih baru, teknik budidaya, atau teknologi pengolahan hasil akan meningkatkan hasil usahatani atau hasil pengolahan, dan dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan atau menurunkan biaya. Perbedaan keuntunga sosial sebelum dan sesudah adanya investasi publik menunjukan peningkatan keuntungan sosial atau adanya manfaat dari investasi tersebut.
Dengan demikian potensi pengembangan komoditi kelapa didasarkan pada ketersediaan sumberdaya, teknologi, dukungan kebijakan, dan prospek pasar yang akan menentukan tingkat keuntungan dari usaha tersebut. Keuntungan pengembangan komoditi kelapa tidak hannya ditentukan oleh harga aktualnya saja melainkan juga ditentukan oleh harga efisien dari suatu kebijakan atau dari penerapan teknologi yang ada.
2.5Dasar Pengembangan Komoditi Kelapa
Dari berbagai hasil penelitian menjelaskan bahwa adanya diversifikasi usahatani kelapa mampu meningkatkan pendapatan petani, sehingga diperlukan pengembangan terhadap berbagai diversifikasi usahatani tersebut. Terutama pada pengembangan produk turunan kelapa yang akan semakin meningkatkan nilai tambahnya. Namun hal terpenting dalam pengembangan komoditi tersebut adalah ketangguhannya dalam lingkup produksi dan dalam menghadapi persaingan pasar, terlebih lagi dalam menghadi produk-produk impor. Oleh karena itu, pengembangan komoditi kelapa mestinya didasarkan pada ketahanan usaha dan tingkat kemampuannya pada kondisi yang dinamis atas nilai investasi yang
(48)
18
ditanamkannya dalam menghasilkan keuntungan usaha atau memiliki manfaat yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkannya. Sebagaimana dikatakan oleh Rustiadi et al. (2009), bahwa pemilihan pengembangan suatu komoditi atau aktivitas ekonomi (proyek) harus didasarkan pada analisis biaya dan manfaat. Apabila suatu proyek manfaatnya melebihi biayanya maka proyek tersebut bisa diterima, jika tidak maka proyek tersebut harus ditolak. Meskipun analisis biaya dan manfaat merupakan bagian integral yang terpenting dalam menentukan keputusan penerimaan atau penolakan terhadap suatu pilihan, namun analisisnya dapat dipilah berdasarkan ekonomi ataupun financial. Hal ini dilakukan agar keputusan terhadap suatu pilihan berimplikasi bahwa tidak ada alternatif lain yang dapat menjamin hasil yang lebih baik bagi kepentingan tujuan-tujuan pokok pembangunan.
Menurut Rustiadi et al. (2009); Suliyanto (2010), tingkat kelayakan usaha menunjukan ketahanan suatu usaha dan tingkat kemampuannya pada kondisi yang dinamis atas nilai investasi yang ditanamkannya dalam menghasilkan keuntungan usaha yang didasarkan pada kriteria-kriteria seperti Pay Back Period (PBP), Net Presen Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio). Analisis kelayakan usaha dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui gambaran untung rugi usaha yang akan atau sedang dilakukan di suatu lokasi. Menurut Sukamto (2001), dari hasil analisis tersebut dapat diputuskan apakah usahanya akan terus dikembangkan atau akan digantikan dengan usaha lain.
2.6Lembaga Pengembangan Usaha Pengolahan Produk Turunan Kelapa
Pengembangan agriindusti di tingkat petani membutuhkan lembaga usaha yang tangguh baik sebagai penyedia modal, pengolahan asset, pemasaran hasil produksi maupun penggerak perekonomian rakyat sehingga akan menguatkan posisi petani dalam agribisnis yang ada. Menurut Darwanto dalam PERHEPI (2011), penguatan posisi petani di Indonesia perlu dibentuk lembaga usaha milik petani (LUMP) berupa koperasi. Pembentukan koperasi atau LUMP tersebut lebih mensyaratkan keaktifan kelompok tani dan gapoktan.
(49)
19
Partisipasi anggota merupakan kunci keberhasilan koperasi, karena kedudukan anggota dalam koperasi bukan saja sebagai pemilik modal namun juga berfungsi sebagai pengguna atau pelanggan dari pelayanan yang diberikan oleh koprasi. Sebagaimana dijelaskan oleh Limbong (2010), bahwa bentuk-bentuk partisipasi anggota tersebut adalah sebagai berikut:
1) Sebagai pemilik, anggota memiliki kewajiban untuk turut aktif dalam pengambilan keputusan, evaluasi dan pengendalian.
2) Sebagai pemilik, anggota koperasi berkewajiban menyetor simpanan untuk modal usaha koperasi.
3) Sebagai pelanggan atau pengguna, anggota berhak dan sekaligus berkewajiban memanfaatkan pelayanan barang/jasa dari koperasi.
Partisipasi anggota akan efektif jika terjadi kesesuaian antara kebutuhan dan keinginan dengan output (insentif) yang diterima anggota, yaitu berupa:
1) Pelayanan barang/jasa oleh perusahaan koperasi yang efisien.
2) Adanya pengurangan biaya dan/atau diperolehnya harga yang menguntungkan.
3) Penerimaan bagian dari keuntungan (SHU), baik secara tunai maupun dalam bentuk barang.
Untuk memenuhi tuntutan dan harapan anggota terhadap usaha yang dijalankan oleh koperasi, maka koperasi harus mampu menjalankan tugas dan kewajibannya dalam hal:
1. Melayani penyediaan input pertanian (benih, pupuk, dan lain-lain)
2. Mengumpulkan hasil dari petani sebagai anggota untuk dipasarkan dan stok lumbung desa atau mengolahnya menjadi suatu produk yang bernilai tinggi melalui industrialisasi.
3. Melakukan akumulasi modal, dari: a. Keuntungan usaha,
b. Bantuan pemerintah melalui program pengembangan pertanian, dan c. Modal anggota dari iuran dan simpanan-simpanan.
4. Melayani petani untuk pengolahan lahan, seperti penyediaan traktor. 5. Mengendalikan jual-beli lahan atau asset pertanian lainnya dengan
(50)
20
2.7Hambatan Pengembangan Komoditi Kelapa
Kelapa merupakan salah satu komoditas yang memiliki peranan strategis dalam perekonomian Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat, kelapa juga merupakan sumber minyak utama dalam negeri, sumber devisa, sumber bahan baku bagi industri (pangan, bangunan, farmasi, oleokimia), dan sebagai penyedia lapangan kerja. Namun apabila dilihat dari segi pendapatan petani, potensi ekonomi kelapa yang sangat besar itu belum dimanfaatkan secara optimal karena adanya berbagai masalah internal baik dalam proses produksi, pengolahan, pemasaran maupun kelembagaan (Mahmud 2008).
Di bidang produksi, produktivitas kelapa masih sangat rendah, yaitu 1,1 ton setara kopra/ha/tahun. Tingkat produktivitas ini tidak mengalami banyak perubahan selama 30 tahun terakhir, tahun 1967-1997. Hal ini terjadi karena belum diterapkannya teknologi anjuran seperti penggunaan benih unggul, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, kesesuaian iklim dan lahan, serta peremajaan. Di sisi lain, usaha tani monokultur yang dilakukan pada sebagian besar pertanaman kelapa saat ini dan usaha tani polikultur yang masih subsisten, membatasi peluang petani untuk memperoleh pendapatan yang lebih layak.
Di bidang pengolahan, beberapa masalah yang dihadapi adalah: (1) struktur industri pengolahan kelapa didominasi oleh industri pengolahan minyak; (2) industri pengolahan berbagai produk berskala kecil, bersifat parsial, belum dalam bentuk suatu unit terpadu; dan (3) sebagian industri pengolahan tidak berada di sumber bahan baku.
Di bidang pemasaran, permintaan terhadap produk-produk tradisional terutama minyak kelapa di dalam negeri maupun internasional telah mengalami kejenuhan. Bahkan mulai menurun dengan adanya produk substitusi yang lebih murah, seperti minyak kelapa sawit.
Di bidang kelembagaan, lembaga-lembaga produksi, pengolahan, dan pemasaran belum terkait satu sama lain. Akibatnya terjadi inefisiensi usaha yang pada akhirnya menimbulkan biaya tinggi.
2.8Tinjauan Empiris Pengembangan Produk Turunan Kelapa.
Penelitian mengenai pengembangan komoditi kelapa pada umumnya ditujukan pada upaya peningkatan pendapatan petani. Diantara penelitian yang
(51)
21
telah dilakukan adalah tentang Teknik optimalisasi pemanfaatan lahan di antara tanaman kelapa di daerah pasang surut di Jambi oleh Hadi (2009). Penelitian ini menekankan adanya pemanfaatan lahan di antara tanaman kelapa dengan budidaya tanaman palawija berupa jangung sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani. Hasil analisisnya menjelaskan bahwa dengan optimalisasi tersebut dapat memberikan tambahan penghasilan yang cukup besar, dibandingkan dengan sekedar mengembangkan komoditi kelapa.
Hal yang sama sebagaimana dilakukan oleh Supadi dan Nurmanaf. (2006) yang mengkaji tentang upaya peningkatan pendapatan petani kelapa. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani dapat dilakukan dengan memberdayakan petani melalui: l) pembinaan dan pelatihan cara berproduksi yang efisien melalui penerapan teknologi anjuran dan diversifikasi usaha tani dan produk, 2) bantuan modal (kredit usaha), 3) pembangunan sarana dan prasarana untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan untuk memperlancar penyediaan sarana produksi serta pemasaran hasil, barang dan jasa, serta 4) penguatan kelembagaan sosial ekonomi petani baik lembaga ekonomi (koperasi) maupun nonekonomi (asosiasi).
Sementara itu Hutapea dan Tenda (2009), meneliti tentang dampak ekonomi dan keberlanjutan penerapan pengelolaan kelapa terpadu di Kabupaten Minahasa Utara. Hasilnya menjelaskan bahwa respon petani terhadap teknologi pembibitan kelapa dan tanaman sela jagung cukup baik, namun untuk kegiatan integrasi kelapa dengan ternak babi serta pengolahan VCO tidak terjadi proses difusi. Dengan adanya penerapan teknologi anjuran tanaman sela dapat meningkatkan produktivitas kelapa. Dampak keberlanjutan organisasi kedua kelompok tani berada pada kelompok berkembang.
Penelitian yang lebih spesifik sebagaimana dilakukan oleh Damanik (2007) mengenai strategi pengembangan agribisnis kelapa untuk meningkatkan pendapatan petani di kabupaten Indragiri Hilir Riau. Hasil temuannya menjelaskan bahwa terjadinya ketidak berhasilan agribisnis kelapa dalam mendistribusikan nilai tambah mengakibatkan pendapatan petani tidak mengalami peningkatan. Adapun strategi yang disarankan dalam pengembangan agribisnis kelapa adalah (1) dengan mendiversifikasikan produk kelapa yang berasal dari tempurung, sabut, lidi dan VCO, (2) program promosi pasar di tingkat dunia, dan
(52)
22
(3) pemberdayaan petani malalui kelambagaan, seperti Kelompok Tani dan Koperasi.
Tarigans (2005) mengkaji tentang diversifikasi usahatani kelapa sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani. Hasil analisisnya menjelaskan bahwa diversifikasi produk kelapa pada tingkat petani yang memiliki prospektif untuk dikembangkan adalah minyak kelapa murni (VCO) dan gula kelapa. Namun demikian, pengembangan produk olahan minyak kelapa murni diterapkan terbatas pada daerah-daerah sentra produksi yang mampu mendukung tersedianya fasilitas pengolahan yang sederhana, terjangkau dan peluang pemasaran produk yang dihasilkan, sedangkan produk gula kelapa mudah diproses pada tingkat petani karena tekhnik pengolahannya sederhana serta pemasaran dan harganya yang mendukung disemua sentra produksi kelapa. Pengembangan produk olahan gula kelapa pada tingkat petani mampu memberikan kontribusi pendapatan 69-96 persen terhadap total pendapatan usahatani, dan lebih kompetetif dibandingkan dengan produk olahan kopra.
Mahmud & Ferry (2005), meneliti tentang prospek pengolahan hasil sampingan buah kelapa yang hasilnya menunjukan bahwa kelayakan usaha tersebut sangat menjanjikan apabila direncanakan dan dikelolah dengan baik. Berdasarkan analisis finansial tahun 2004, B/C dan IRR pengolahan sabut menjadi serat dan debu sabut selama 10 tahun adalah 3,58 dan 76 persen; tempurung menjadi arang selama 5 tahun 1,11 dan 23 persen; dan air kelapa menjadi nata de coco selama 5 tahun 1,32 dan 32 persen.
2.9Kerangka Pemikiran
Belum efektifnya usahatani kelapa dalam meningkatkan pendapatan petani menuntut adanya perubahan pola usaha tani yang lebih efisien dan produktif serta berorientasi pada pasar. Oleh karena itu diperlukan perubahan paradigma pembangunan perkebunan dari pendekatan komoditas ke pendekatan sistem usaha kelapa terpadu, yaitu dengan menerapkan pola diversifikasi pada usahatani kelapa baik secara horizontal maupun vertikal.
Pengembangan usaha pengolahan produk turunan kelapa harus didasarkan pada tingkat efisiensi dan prospek bisnis yang menguntungkan serta ketahanannya dan tingkat kemampuannya pada kondisi yang dinamis atas nilai investasi yang
(53)
23
ditanamkannya dalam menghasilkan keuntungan usaha tersebut yang didasarkan pada kriteria-kriteria seperti Pay Back Period (PBP), Net Presen Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR),dan Net Benefit Cos Ratio (Net BCR). Hal ini dilakukan agar memberikan tingkat kelayakan pada usaha tersebut untuk dikembangkan.
Semakin berkembangnya industri pengolahan produk turunan kelapa akan semakin meningkatkan permintaan terhadap bahan baku yang digunakan serta memperbesar pangsa pasar komoditi kelapa tersebut. Dalam artian lain, berkembangnya sektor hilir usahatani kelapa akan mendorong sektor hulunya. Dengan demikian, perkembangan industri komoditi kelapa akan berimplikasi pada peningatan pendapatan petani sebagai penyedia bahan baku dan tenaga kerja.
Pengembangan komoditi kelapa di tingkat petani didasarkan pada pengolahan yang mudah dilakukan oleh petani, produk tersebut bernilai ekonomi cukup tinggi dan memiliki jangkauan pasar yang luas, produk tersebut adalah minyak goreng, sabut kelapa dan arang tempurung atau tepung tempurung. Namun pengolahan produk tersebut tentunya membutuhkan tambahan waktu kerja dan modal yang cukup besar sehingga sulit dilakukan secara individual oleh petani itu sendiri, sehingga dibutuhkan sistem usaha kerakyatan yang mampu menjalankan usaha tersebut dan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, yaitu Koperasi.
(54)
24
Sistem Usaha Pengembangan Produk Turunan Kelapa Berdasarkan Badan Usaha Koperasi
Petani Kelapa Pengembangan
Usahatani Kelapa
Pe
n
d
ap
at
an
Kopi Vertikal
(Produksi Kelapa)
Horizontal (Tanaman Sela)
Pinang
Kopra Tempurung Sabut
Industri Minyak Goreng
Hambatan Pengembangan Produk Turunan Kelapa
Bagian SHU Anggota/Petani Gambar 2 Kerangka Pemikiran Potensi, Keuntungan dan Hambatan Pengembagan Produk Turunan Kelapa
Analisis Kelayakan Finansial Kriteria Kelayakan
1. NPV (Net Present Value) 2. IRR (Internal Rate Of Return) 3. BCR (Benefit Cos Ratio) 4. PBP (Pay Back Period)
Industri Arang
Tempurung Industri Sabut
Layak untuk Dikembangkan
Pengembangan Melalui Badan Usaha Koperasi
Pendapatan Pengusaha/ Koperasi
(55)
25
2.10 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang dibangun dalam menganalisis potensi, keuntungan dan hambatan pengembagan produk turunan kelapa adalah sebagai berikut:
1. Kelayakan finansial usaha pengolahan produk turunan kelapa menjadikan usaha tersebut berpotensi dan menguntungkan untuk dikembangkan di Provinsi Jambi.
2. Pengembangan usaha pengolahan produk turunan kelapa melalui badan usaha koperasi akan meningkatkan nilai tambah kelapa dan meningkatkan pendapatan petani.
(56)
26
(1)
Lampiran 24. Perhitungan Angsuran Kredit dan Modal Kerja Usaha Pengolahan Minyak Goreng. Sabut Kelapa dan Arang Tempurung Melalui Badan Usaha Koperasi
A. Perhitungan Angsuran Kredit Investasi
Jumlah Kredit 397.345.001 Jangka waktu kredit 5 tahun
Bunga per tahun % 14,23
Bunga per 5 tahun % 71,15
Jumlah angsuran 60 bulan
Sistem Perhit. Bunga 2 => 1 = Flat. 2 = Menurun.
Tahun Periode Angsuran
Pokok Angsuran Bunga Total Angsuran Saldo Awal Saldo Akhir
Tahun 0 397.345.001 397.345.001
Bulan 1 6.622.417 4.711.849 11.334.266 397.345.001 390.722.584 Bulan 2 6.622.417 4.633.319 11.255.735 390.722.584 384.100.167 Bulan 3 6.622.417 4.554.788 11.177.204 384.100.167 377.477.751 Bulan 4 6.622.417 4.476.257 11.098.674 377.477.751 370.855.334 Bulan 5 6.622.417 4.397.726 11.020.143 370.855.334 364.232.917 Bulan 6 6.622.417 4.319.195 10.941.612 364.232.917 357.610.501 Bulan 7 6.622.417 4.240.665 10.863.081 357.610.501 350.988.084 Bulan 8 6.622.417 4.162.134 10.784.550 350.988.084 344.365.667 Bulan 9 6.622.417 4.083.603 10.706.020 344.365.667 337.743.251 Bulan 10 6.622.417 4.005.072 10.627.489 337.743.251 331.120.834 Bulan 11 6.622.417 3.926.541 10.548.958 331.120.834 324.498.417 Bulan 12 6.622.417 3.848.010 10.470.427 324.498.417 317.876.001 Bulan 13 6.622.417 3.769.480 10.391.896 317.876.001 311.253.584 Bulan 14 6.622.417 3.690.949 10.313.365 311.253.584 304.631.167 Bulan 15 6.622.417 3.612.418 10.234.835 304.631.167 298.008.750 Bulan 16 6.622.417 3.533.887 10.156.304 298.008.750 291.386.334 Bulan 17 6.622.417 3.455.356 10.077.773 291.386.334 284.763.917 Bulan 18 6.622.417 3.376.825 9.999.242 284.763.917 278.141.500 Bulan 19 6.622.417 3.298.295 9.920.711 278.141.500 271.519.084 Bulan 20 6.622.417 3.219.764 9.842.180 271.519.084 264.896.667 Bulan 21 6.622.417 3.141.233 9.763.650 264.896.667 258.274.250 Bulan 22 6.622.417 3.062.702 9.685.119 258.274.250 251.651.834 Bulan 23 6.622.417 2.984.171 9.606.588 251.651.834 245.029.417 Bulan 24 6.622.417 2.905.641 9.528.057 245.029.417 238.407.000 Bulan 25 6.622.417 2.827.110 9.449.526 238.407.000 231.784.584 Bulan 26 6.622.417 2.748.579 9.370.996 231.784.584 225.162.167 Bulan 27 6.622.417 2.670.048 9.292.465 225.162.167 218.539.750 Bulan 28 6.622.417 2.591.517 9.213.934 218.539.750 211.917.334 Bulan 29 6.622.417 2.512.986 9.135.403 211.917.334 205.294.917 Bulan 30 6.622.417 2.434.456 9.056.872 205.294.917 198.672.500 Bulan 31 6.622.417 2.355.925 8.978.341 198.672.500 192.050.084 Bulan 32 6.622.417 2.277.394 8.899.811 192.050.084 185.427.667 Bulan 33 6.622.417 2.198.863 8.821.280 185.427.667 178.805.250 Bulan 34 6.622.417 2.120.332 8.742.749 178.805.250 172.182.834 Bulan 35 6.622.417 2.041.801 8.664.218 172.182.834 165.560.417 Bulan 36 6.622.417 1.963.271 8.585.687 165.560.417 158.938.000 Bulan 37 6.622.417 1.884.740 8.507.156 158.938.000 152.315.584 Bulan 38 6.622.417 1.806.209 8.428.626 152.315.584 145.693.167 Bulan 39 6.622.417 1.727.678 8.350.095 145.693.167 139.070.750 Bulan 40 6.622.417 1.649.147 8.271.564 139.070.750 132.448.334 Bulan 41 6.622.417 1.570.616 8.193.033 132.448.334 125.825.917 Bulan 42 6.622.417 1.492.086 8.114.502 125.825.917 119.203.500 Bulan 43 6.622.417 1.413.555 8.035.972 119.203.500 112.581.084
(2)
Tahun Periode Angsuran
Pokok Angsuran Bunga Total Angsuran Saldo Awal Saldo Akhir
Bulan 44 6.622.417 1.335.024 7.957.441 112.581.084 105.958.667 Bulan 45 6.622.417 1.256.493 7.878.910 105.958.667 99.336.250 Bulan 46 6.622.417 1.177.962 7.800.379 99.336.250 92.713.833 Bulan 47 6.622.417 1.099.432 7.721.848 92.713.833 86.091.417 Bulan 48 6.622.417 1.020.901 7.643.317 86.091.417 79.469.000 Bulan 49 6.622.417 942.370 7.564.787 79.469.000 72.846.583 Bulan 50 6.622.417 863.839 7.486.256 72.846.583 66.224.167 Bulan 51 6.622.417 785.308 7.407.725 66.224.167 59.601.750 Bulan 52 6.622.417 706.777 7.329.194 59.601.750 52.979.333 Bulan 53 6.622.417 628.247 7.250.663 52.979.333 46.356.917 Bulan 54 6.622.417 549.716 7.172.132 46.356.917 39.734.500 Bulan 55 6.622.417 471.185 7.093.602 39.734.500 33.112.083 Bulan 56 6.622.417 392.654 7.015.071 33.112.083 26.489.667 Bulan 57 6.622.417 314.123 6.936.540 26.489.667 19.867.250 Bulan 58 6.622.417 235.592 6.858.009 19.867.250 13.244.833 Bulan 59 6.622.417 157.062 6.779.478 13.244.833 6.622.417
Bulan 60 6.622.417 78.531 6.700.948 6.622.417 0
B. Perhitungan Angsuran Kredit Modal Kerja
Jumlah Kredit 293.359.625 Jangka waktu kredit 5 tahun
Bunga per tahun % 15,07
Bunga per 5 tahun % 75,35
Jumlah angsuran 60 bulan
Sistem Perhit. Bunga 2 => 1 = Flat. 2 = Menurun.
Tahun Periode Angsuran
Pokok Angsuran Bunga Total Angsuran Saldo Awal Saldo Akhir
Tahun 0 293.359.625 293.359.625
Bulan 1 4.889.327 3.684.108 8.573.435 293.359.625 288.470.298 Bulan 2 4.889.327 3.622.706 8.512.033 288.470.298 283.580.971 Bulan 3 4.889.327 3.561.304 8.450.631 283.580.971 278.691.644 Bulan 4 4.889.327 3.499.903 8.389.230 278.691.644 273.802.317 Bulan 5 4.889.327 3.438.501 8.327.828 273.802.317 268.912.990 Bulan 6 4.889.327 3.377.099 8.266.426 268.912.990 264.023.663 Bulan 7 4.889.327 3.315.697 8.205.024 264.023.663 259.134.335 Bulan 8 4.889.327 3.254.295 8.143.622 259.134.335 254.245.008 Bulan 9 4.889.327 3.192.894 8.082.221 254.245.008 249.355.681 Bulan 10 4.889.327 3.131.492 8.020.819 249.355.681 244.466.354 Bulan 11 4.889.327 3.070.090 7.959.417 244.466.354 239.577.027 Bulan 12 4.889.327 3.008.688 7.898.015 239.577.027 234.687.700 Bulan 13 4.889.327 2.947.286 7.836.613 234.687.700 229.798.373 Bulan 14 4.889.327 2.885.885 7.775.212 229.798.373 224.909.046 Bulan 15 4.889.327 2.824.483 7.713.810 224.909.046 220.019.719 Bulan 16 4.889.327 2.763.081 7.652.408 220.019.719 215.130.392 Bulan 17 4.889.327 2.701.679 7.591.006 215.130.392 210.241.065 Bulan 18 4.889.327 2.640.277 7.529.604 210.241.065 205.351.738 Bulan 19 4.889.327 2.578.876 7.468.203 205.351.738 200.462.410 Bulan 20 4.889.327 2.517.474 7.406.801 200.462.410 195.573.083 Bulan 21 4.889.327 2.456.072 7.345.399 195.573.083 190.683.756 Bulan 22 4.889.327 2.394.670 7.283.997 190.683.756 185.794.429 Bulan 23 4.889.327 2.333.268 7.222.595 185.794.429 180.905.102 Bulan 24 4.889.327 2.271.867 7.161.194 180.905.102 176.015.775 Bulan 25 4.889.327 2.210.465 7.099.792 176.015.775 171.126.448 Bulan 26 4.889.327 2.149.063 7.038.390 171.126.448 166.237.121
(3)
Tahun Periode Angsuran
Pokok Angsuran Bunga Total Angsuran Saldo Awal Saldo Akhir
Bulan 27 4.889.327 2.087.661 6.976.988 166.237.121 161.347.794 Bulan 28 4.889.327 2.026.259 6.915.586 161.347.794 156.458.467 Bulan 29 4.889.327 1.964.858 6.854.185 156.458.467 151.569.140 Bulan 30 4.889.327 1.903.456 6.792.783 151.569.140 146.679.813 Bulan 31 4.889.327 1.842.054 6.731.381 146.679.813 141.790.485 Bulan 32 4.889.327 1.780.652 6.669.979 141.790.485 136.901.158 Bulan 33 4.889.327 1.719.250 6.608.577 136.901.158 132.011.831 Bulan 34 4.889.327 1.657.849 6.547.176 132.011.831 127.122.504 Bulan 35 4.889.327 1.596.447 6.485.774 127.122.504 122.233.177 Bulan 36 4.889.327 1.535.045 6.424.372 122.233.177 117.343.850 Bulan 37 4.889.327 1.473.643 6.362.970 117.343.850 112.454.523 Bulan 38 4.889.327 1.412.241 6.301.568 112.454.523 107.565.196 Bulan 39 4.889.327 1.350.840 6.240.167 107.565.196 102.675.869 Bulan 40 4.889.327 1.289.438 6.178.765 102.675.869 97.786.542 Bulan 41 4.889.327 1.228.036 6.117.363 97.786.542 92.897.215 Bulan 42 4.889.327 1.166.634 6.055.961 92.897.215 88.007.887 Bulan 43 4.889.327 1.105.232 5.994.559 88.007.887 83.118.560 Bulan 44 4.889.327 1.043.831 5.933.158 83.118.560 78.229.233 Bulan 45 4.889.327 982.429 5.871.756 78.229.233 73.339.906 Bulan 46 4.889.327 921.027 5.810.354 73.339.906 68.450.579 Bulan 47 4.889.327 859.625 5.748.952 68.450.579 63.561.252 Bulan 48 4.889.327 798.223 5.687.550 63.561.252 58.671.925 Bulan 49 4.889.327 736.822 5.626.149 58.671.925 53.782.598 Bulan 50 4.889.327 675.420 5.564.747 53.782.598 48.893.271 Bulan 51 4.889.327 614.018 5.503.345 48.893.271 44.003.944 Bulan 52 4.889.327 552.616 5.441.943 44.003.944 39.114.617 Bulan 53 4.889.327 491.214 5.380.541 39.114.617 34.225.290 Bulan 54 4.889.327 429.813 5.319.140 34.225.290 29.335.962 Bulan 55 4.889.327 368.411 5.257.738 29.335.962 24.446.635 Bulan 56 4.889.327 307.009 5.196.336 24.446.635 19.557.308 Bulan 57 4.889.327 245.607 5.134.934 19.557.308 14.667.981 Bulan 58 4.889.327 184.205 5.073.532 14.667.981 9.778.654 Bulan 59 4.889.327 122.804 5.012.131 9.778.654 4.889.327
Bulan 60 4.889.327 61.402 4.950.729 4.889.327 0
C. Jumlah Pembayaran Angsuran Kredit (Investasi dan Modal Kerja)
Periode Tahun Angsuran
Pokok Angsuran Bunga Total Angsuran Saldo Awal Saldo Akhir
Tahun 0 690.704.626 690.704.626
Tahun 1 138.140.925 91.515.936 229.656.861 690.704.626 552.563.701 Tahun 2 138.140.925 71.365.638 209.506.563 552.563.701 414.422.775 Tahun 3 138.140.925 51.215.340 189.356.265 414.422.775 276.281.850 Tahun 4 138.140.925 31.065.042 169.205.968 276.281.850 138.140.925 Tahun 5 138.140.925 10.914.745 149.055.670 138.140.925 0
(4)
Lampiran 25. Proyeksi Laba (Rugi) Tahunan Usaha Pengolahan Minyak Goreng. Sabut Kelapa dan Arang Tempurung Melalui Badan Usaha Koperasi
No Uraian Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8
1 Penerimaan
a. Penjualan 6.666.000.000 7.058.627.400 7.474.380.554 7.914.621.568 8.380.792.779 8.874.421.474 9.397.124.898 9.950.615.555
b. Nilai Sisa 0 0 0 0 0 0 0 163.145.000
Total Penerimaan 6.666.000.000 7.058.627.400 7.474.380.554 7.914.621.568 8.380.792.779 8.874.421.474 9.397.124.898 10.113.760.555
2 Biaya
a. Biaya Operasional 5.239.965.000 5.548.598.939 5.875.411.416 6.221.473.148 6.587.917.917 6.975.946.282 7.386.829.518 7.821.913.777 b. Penyusutan 56.715.250 56.715.250 56.715.250 56.715.250 56.715.250 56.715.250 56.715.250 56.715.250 Total Biaya 5.296.680.250 5.605.314.189 5.932.126.666 6.278.188.398 6.644.633.167 7.032.661.532 7.443.544.768 7.878.629.027 3 Penerimaan Sebelum Pajak 1.369.319.750 1.453.313.211 1.542.253.888 1.636.433.170 1.736.159.612 1.841.759.941 1.953.580.130 2.235.131.528 4 Pajak 15% 205.397.962 217.996.982 231.338.083 245.464.976 260.423.942 276.263.991 293.037.020 335.269.729 5 Penerimaan Setelah Pajak 1.163.921.787 1.235.316.230 1.310.915.805 1.390.968.195 1.475.735.670 1.565.495.950 1.660.543.111 1.899.861.799
6 Bunga Bank 91.515.936 71.365.638 51.215.340 31.065.042 10.914.745 0 0 0
(5)
Lampiran 26. Studi Kelayakan Arus Kas Usaha Pengolahan Minyak Goreng. Sabut Kelapa dan Arang Tempurung Melalui Badan Usaha Koperasi
No Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8
I Inflow
1 Penjualan 0 6.666.000.000 7.058.627.400 7.474.380.554 7.914.621.568 8.380.792.779 8.874.421.474 9.397.124.898 9.950.615.555
2 Kredit Investasi 397.345.001 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Kredit Modal Kerja 293.359.625 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Dana Sendiri 371.917.875 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Nilai Sisa 0 0 0 0 0 0 0 0 163.145.000
Total Inflow 1.062.622.501 6.666.000.000 7.058.627.400 7.474.380.554 7.914.621.568 8.380.792.779 8.874.421.474 9.397.124.898 10.113.760.555
II Outflow
1 Biaya Investasi 611.300.001 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Biaya Modal Kerja 451.322.500 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Biaya Operasional 0 5.239.965.000 5.548.598.939 5.875.411.416 6.221.473.148 6.587.917.917 6.975.946.282 7.386.829.518 7.821.913.777 4 Pajak 15% 0 205.397.962 217.996.982 231.338.083 245.464.976 260.423.942 276.263.991 293.037.020 335.269.729 Total Outflow 1.062.622.501 5.445.362.962 5.766.595.920 6.106.749.499 6.466.938.124 6.848.341.859 7.252.210.273 7.679.866.538 8.157.183.506 III Total Cashflow 0 1.220.637.038 1.292.031.480 1.367.631.055 1.447.683.445 1.532.450.920 1.622.211.200 1.717.258.361 1.956.577.049 IV Kumulatif cashflow 0 1.220.637.038 2.512.668.517 3.880.299.572 5.327.983.017 6.860.433.937 8.482.645.137 10.199.903.498 12.156.480.547 kumulatif cashflow(-nilai sisa) 0 1.220.637.038 2.512.668.517 3.880.299.572 5.327.983.017 6.860.433.937 8.482.645.137 10.199.903.498 11.993.335.547 VI Perhitungan NPV. Net B/C Ratio. IRR. dan
PBP
Discount Factor 14,65%
PV Benefit 35.859.514.190
PV Cost 30.326.394.340
1 NPV DF14.6% 5.533.119.850
Discount Factor (NPV = 0) 120,4229797%
NPV' 0
2 B/C ratio DF 14.6% 1,18
3 Net B/C ratio DF 14.65 % 6,21 Cash Flow (+) 6.595.742.351
4 IRR 120,42297969% Cash Flow (-) -1.062.622.501
(6)