Kontribusi Komoditi Kelapa Terhadap Pembangunan

22 3 pemberdayaan petani malalui kelambagaan, seperti Kelompok Tani dan Koperasi. Tarigans 2005 mengkaji tentang diversifikasi usahatani kelapa sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani. Hasil analisisnya menjelaskan bahwa diversifikasi produk kelapa pada tingkat petani yang memiliki prospektif untuk dikembangkan adalah minyak kelapa murni VCO dan gula kelapa. Namun demikian, pengembangan produk olahan minyak kelapa murni diterapkan terbatas pada daerah-daerah sentra produksi yang mampu mendukung tersedianya fasilitas pengolahan yang sederhana, terjangkau dan peluang pemasaran produk yang dihasilkan, sedangkan produk gula kelapa mudah diproses pada tingkat petani karena tekhnik pengolahannya sederhana serta pemasaran dan harganya yang mendukung disemua sentra produksi kelapa. Pengembangan produk olahan gula kelapa pada tingkat petani mampu memberikan kontribusi pendapatan 69-96 persen terhadap total pendapatan usahatani, dan lebih kompetetif dibandingkan dengan produk olahan kopra. Mahmud Ferry 2005, meneliti tentang prospek pengolahan hasil sampingan buah kelapa yang hasilnya menunjukan bahwa kelayakan usaha tersebut sangat menjanjikan apabila direncanakan dan dikelolah dengan baik. Berdasarkan analisis finansial tahun 2004, BC dan IRR pengolahan sabut menjadi serat dan debu sabut selama 10 tahun adalah 3,58 dan 76 persen; tempurung menjadi arang selama 5 tahun 1,11 dan 23 persen; dan air kelapa menjadi nata de coco selama 5 tahun 1,32 dan 32 persen.

2.9 Kerangka Pemikiran

Belum efektifnya usahatani kelapa dalam meningkatkan pendapatan petani menuntut adanya perubahan pola usaha tani yang lebih efisien dan produktif serta berorientasi pada pasar. Oleh karena itu diperlukan perubahan paradigma pembangunan perkebunan dari pendekatan komoditas ke pendekatan sistem usaha kelapa terpadu, yaitu dengan menerapkan pola diversifikasi pada usahatani kelapa baik secara horizontal maupun vertikal. Pengembangan usaha pengolahan produk turunan kelapa harus didasarkan pada tingkat efisiensi dan prospek bisnis yang menguntungkan serta ketahanannya dan tingkat kemampuannya pada kondisi yang dinamis atas nilai investasi yang 23 ditanamkannya dalam menghasilkan keuntungan usaha tersebut yang didasarkan pada kriteria-kriteria seperti Pay Back Period PBP, Net Presen Value NPV, Internal Rate Of Return IRR,dan Net Benefit Cos Ratio Net BCR. Hal ini dilakukan agar memberikan tingkat kelayakan pada usaha tersebut untuk dikembangkan. Semakin berkembangnya industri pengolahan produk turunan kelapa akan semakin meningkatkan permintaan terhadap bahan baku yang digunakan serta memperbesar pangsa pasar komoditi kelapa tersebut. Dalam artian lain, berkembangnya sektor hilir usahatani kelapa akan mendorong sektor hulunya. Dengan demikian, perkembangan industri komoditi kelapa akan berimplikasi pada peningatan pendapatan petani sebagai penyedia bahan baku dan tenaga kerja. Pengembangan komoditi kelapa di tingkat petani didasarkan pada pengolahan yang mudah dilakukan oleh petani, produk tersebut bernilai ekonomi cukup tinggi dan memiliki jangkauan pasar yang luas, produk tersebut adalah minyak goreng, sabut kelapa dan arang tempurung atau tepung tempurung. Namun pengolahan produk tersebut tentunya membutuhkan tambahan waktu kerja dan modal yang cukup besar sehingga sulit dilakukan secara individual oleh petani itu sendiri, sehingga dibutuhkan sistem usaha kerakyatan yang mampu menjalankan usaha tersebut dan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, yaitu Koperasi.