78 Berdasarkan hasil analisis sensitivitas perubahan harga sebagaimana
diuraikan pada tabel 43, usaha pengolahan arang tempurung layak dikembangkan hingga penurunan harga sebesar Rp 2.086 atau turun 25,5 persen dan peningkatan
harga bahan baku hingga Rp 780 atau meningkat 35,90 persen dengan asumsi
variabel yang lain tetap. Apabila harga penjualan turun hingga 25,70 persen dan harga bahan baku meningkat hingga 35,10 persen, nilai uang sekarang yang
dihasilkan lebih kecil dari modal yang diinvestasikan sehingga usaha tersebut tidak layak untuk dikembnagkan lagi. Begitu juga dengan kemampuan usaha
dalam mengembalian investasinya berada pada tingkat suku bunga yang lebih kecil dari pada suku bungan aktual dan masa pengembaliannya melebihi jangka
waktu angsuran kredit yang telah ditentukan. Disamping itu, rasio tambahan benefit
yang dihasilkan lebih kecil dari pada tambahan cost yang dikeluarkan.
5.1.2.6 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan Minyak Goreng,
Sabut Kelapa dan Arang Tempurung melalui Badan Usaha Koperasi
Kelapa merupakan komoditi perkebunan yang memiliki multi komponen yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan manusia, mulai dari daging buah,
tempurung, sabut dan air kelapa. Namun, sebagian besar penjualan hasil usahatani kelapa terbatas pada kelapa butir, sehingga petani tidak memperoleh nilai tambah
dari bagian kelapa lainnya. Disamping membutuhkan waktu, pengolahan produk turunan kelapa juga membutuhkan peralatan yang harganya cukup mahal.
Pengembangan usaha pengolahan produk turunan kelapa melalui badan usaha koperasi dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya yang
dimiliki oleh petani, baik modal, tenaga kerja maupun bahan baku. Dimana, pengolahan usaha berdasarkan koperasi didasarkan pada pada prinsip kerja sama
anggota, baik dalam bentuk pembiayaan modal usaha, penyediaan bahan baku dan pemasaran hasil produksi. Untuk meningkatkan nilai tambah kelapa, sekurangnya
koperasi mengembangkan usaha pengolahan minyak goreng, sabut dan arang tempurung. Sebagai dasar pengembangnya dibutuhkan informasi tentang
kelayakan finansial usaha pengolahan ketiga komoditi tersebut yang dijalankan secara terintegrasi dalam satu badan usaha koperasi.
Sebagaimana analisis finansial usaha pengolahan minyak goreng, sabut kelapa dan arang tempurung sebelumnya yang dilakukan secara terpisah,
79 menjelaskan bahwa ketiga usaha tersebut layak untuk dikembangkan selama 8
tahun yang akan datang. Pengujian kelayakan finansial secara terintegrasi dalam satu badan usaha dilakukan untuk mengefisiensikan penggunaan sumberdaya pada
usaha tersebut, sehingga memberikan informasi yang tepat dan akurat tentang kelayakan usaha tersebut untuk dikembangkan.
A. Biaya Modal Usaha Pengolahan Minyak Goreng, Sabut Kelapa dan
Arang Tempurung melalui Badan Usaha Koperasi.
Dengan mengintegrasikan ketiga pengolahan komoditi kelapa dalam satu badan usaha koperasi, penggunaan modal usaha menjadi lebih efisien, terutama
pada pembiayaan investasi. Efisiensi pembiayaan investasi terjadi pada persiapan usaha, baik perizinan usaha maupun biaya sewa lahan mencapai 15 persen atau
sebesar Rp 3.300.000. Hal ini terjadi karena perizinan ketiga usaha tersebut dapat dilakukan dalam satu paket dan operasional usaha dapat dilakukan pada satu areal
tempat usaha. Biaya pembangunan gedung dan pengadaan peralatan kantor juga membrikan efisiensi biaya hingga 10 persen atau sebesar Rp 22.450.000.
Pembiayaan lainnya yang juga mengefisiensikan penggunaan modal usaha adalah biaya umum kantor hingga 154,67 persen atau sebesar Rp 1.160.000. Dengan
adanya efisiensi pembiayaan seperti ini diharapkan akan menguatkan finansial usaha, sehingga memberikan keuntungan yang lebih optimal.
Dari efisiensi pembiayaan tersebut, penggunaan modal usaha untuk mengoperasikan pengolahan minyak goreng, sabut dan arang tempurung yang
dikembangkan secara terintegrasi dalam badan usaha koperasi menjadi berkurang, sehingga akan meringankan pembiayaannya baik yang bersumber dari bank
mupun dari modal sendiri. Adapun besarnya modal usaha yang dibutuhkan untuk menjalankan ketiga usaha tersebut adalah sebesar Rp 1.062.622.501 yang terdiri
dari modal investasi sebesar Rp 611.300.001 dan modal kerja sebesar Rp 451.322.500. Pembiayaan modal usaha melalui pinjaman bank dilakukan sebagai
upaya untuk mengefisienkan penggunaanya dalam menghasilkan keuntungan, sebagaimana terlihat pada tabel 44. Upaya ini juga dilakukan untuk
mengoptimalkan sumberdaya yang jumlahnya sangat terbatas, sehingga dalam kondisi seperti ini usaha dapat dijalankan dengan maksimal.