93
5.4.2 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia dan Pembangunan
Lingkungan
Melalui alokasi SHU untuk dana pendidikan rata-rata pertahunya sebesar Rp 21.462.528, koperasi dapat memfasilitasi peningkatan pemahaman anggota
maupun pengurus terhadap perkoperasian sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan keaktifannya dalam usaha koperasi. Disamping itu, koperasi juga
mengaloksikan dana dari SHU untuk kesejahteraan bagi pengurus dan karyawan sebesar Rp 21.462.528, sehingga diharapkan akan meningkatkan kinerja dan
profesionalisme dalam menjalankan usaha koperasi. Dari SHU yang diperoleh setiap tahunnya, koperasi mengalokasikan dana
untuk pembangunan lingkungan rata-rata pertahun sebesar Rp 21.462.528. Dengan dana tersebut dapat dipergunakan untuk perbaikan dan peningkatan
sarana transportasi, seperti jalan dan fasilitas umum lainnya sehingga dapat menunjang usaha yang dijalankan pada khususnya dan perekonomian daerah
setempat pada umumnya.
5.4.3 Penyerapan Tenaga Kerja
Selain sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah hasil usahatani dan peningkatan pendapatan, pengembangan usaha pengolahan produk turunan kelapa
diharapkan dapat memberikan tambahan lapangan kerja baru bagi masyarakat setempat. Dari analisis pengembangan usaha pengolahan minyak goreng, sabut
kelapa dan arang tempurung yang telah dilakukan di atas, sekurangnya ada 42 orang yang mendapatkan lapangan pekerjaan baik sebagai tenaga kerja pabrik
maupun administrasi kantor, sebagaimana terdapat pada tabel berikut ini: Tabel 56 Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Pengolahan Produk Turunan Kelapa.
No Industri
Bahan Baku Skala Produksi
input kghari Tenaga kerja
Orang 1.
Minyak Goreng Kopra
2.000 11
2. Sabut Kelapa
Sabut 6.000
22 3.
Arang Tempurung Tempurung
3.000 9
Jumlah 42
Jumlah penyerapan tenaga kerja tersebut akan lebih besar jika pada setiap daerah sentra penghasil kelapa di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dikembangkan
industri pengolahan produk turunan kelapa yang sama. Sebagaimana disebutkan
94 pada pembahasan sebelumnya, bahwa terdapat 7 daerah sentra pengasil kelapa di
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, sehingga pengembangan industri tersebut akan mampu menyerap sekitar 294 orang tenaga kerja
5.5 Hambatan Pengembangan Usaha Pengolahan Produk Turunan Kelapa
Meskipun usaha pengolahan produk turunan kelapa memiliki prospek pengembangan yang menguntungkan, baik dari sisi kelayakan finansial,
ketersediaan sumberdaya dan peluang pemasaran, namun beberapa hal yang harus diantisipasi adalah terjadinya perubahan harga akibat perubahan permintaan hasil
produksi dan perubahan produktivitas kelapa. Kondisi lain yang juga harus diantisipasi adalah persaingan komoditi perkebunan lain seperti kelapa sawit yang
akan mengurangi eksistensi perkebunan kelapa sebagai bahan baku industri. Disamping itu kondisi, infrastruktur yang rusak menjadikan arus pasokan bahan
baku dan penjualan hasil menjadi terhambat, sehingga akan mempengaruhi proses produksi.
5.5.1 Fluktuasi Harga Bahan Baku dan Produk Olahan Kelapa
Kondisi harga yang tidak stabil sering dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk berspekulasi. Di tingkat petani sebagai penyedia bahan baku, pada saat
harga turun cenderung untuk menahan penjualan hasil usahatani, sehingga ketersediaan bahan baku industri menjadi berkurang. Di tingkat industri, pada saat
harga turun cenderung meningkatkan permintaannya, namun pada kondisi yang sama aktivitas industri mengalami penurunan akibat kelangkaan bahan baku yang
digunakan, sehingga kondisi ini mengakibatkan agribisnis kelapa menjadi terhambat.
Adanya perubahan harga kelapa yang berfluktuatif seperti yang terlihat pada tabel 57, berimplikasi pada kecenderungan petani dalam menjual kelapa.
Terutama apabila harga kelapa yang tinggi berasal dari permintaan luar daerah, seperti Provinsi Riau yang daerahnya tidak terlalu jauh dengan Kabupaten
Tanjung Jabung Barat menyebabkan memobilisasi buah kelapa ke daerah tersebut. Kondisi ini akan mengakibatkan kelangkaan bahan baku sabut dan tempurung
karena pada umumnya penjualan kelapa dilakukan dalam bentuk butiran.
95 Tabel 57 Fluktuasi Harga Kelapa, Kopra dan Minyak Goreng Tahun 2008
No Bulan
Harga Kelapa Rp
Harga Kopra Rp
Harga Minyak Goreng Rp
1 Januari
1.350 4.834
12.585 2
Februari 1.350
4.834 12.874
3 Maret
1.400 4.939
12.729 4
April 1.450
4.939 12.926
5 Mei
1.600 5.044
13.373 6
Juni 1.625
5.044 13.909
7 Juli
1.650 5.412
14.035 8
Agustus 1.800
5.044 13.853
9 September
1.750 4.991
8.989 10
Oktober 1.750
4.834 8.940
11 November
1.650 4.939
8.841 12
Desember 1.600
5.149 8.546
Harga rata-rata 1.581
5.000 11.800
Rata-rata perubahan 1,66
0,64 -2,76
Sumber: Dinas Perkebunan Jambi 2010 Dari data tabel di atas, perubahan harga minyak goreng selama tahun 2009
mengalami penurununan hingga 2,76 persen. Namun penurunan harga tersebut masih berada di bawah taraf kelayakan finansial usaha tersebut. Berdasarkan hasil
analisis sensitivitas perubahan harga minyak goreng, batas perubahan harga yang masih menguntungkan usaha tersebut untuk dikembangkan adalah 5,50 persen
atau pada tingkat harga minyak goreng sebesar Rp 11.151. Untuk harga kopra, selama tahun 2009 tidak mengalami perubahan secara signifikan. Rata-rata
peningkatan harga kopra hanya sebesar 0,64 persen, jauh di bawah taraf kelayakan usaha tersebut, yaitu 5,75 persen atau pada harga sebesar Rp 5.288 sebagaimana
sensitivitas perubahan harga pada tabel berikut ini: Tabel 58 Batas Perubahan Harga Kelayakan Industri Pengolahan Produk
Turunan Kelapa No
Indutri Perubahan Harga
Net BCR
Harga Jual Bahan Baku
Rp Rp
1 Minyak Goreng 5,50
11.151 5,75
5.288 1,06
2 Sabut Kelapa 30,00
1.890 112,50 638
1,10 3 Arang Tempurung
25,85 2.076
36,10 783
1,11 Sumber: Analisis Sensitivitas Perubahan Harga Produk Olahan Kelapa.