Ilmu Fiqih Pertumbuhan Ilmu Naqli Ilmu Agama Islam

91 fuqaha ternama yang memiliki banyak murid dan pengikut yang mengembangkan buah pikirannya. Bahkan, sampai sekarang pedoman bagi para qadhi dalam menetapkan perkara pengadilan. Imam-imam fuqaha yang akhirnya menukik menjadi salah satu mazhab itu antara lain sebagai berikut: Pertama. Imam Abu Hanifah, yaitu Nu‟man bin Tsabit ibn Zauthi, dilahirkan di Kufa pada tahun 80 H. ia banyak memiliki murid, diantaranya Abu Yusuf Ya‟qub al- Anshary, Ja‟far ibn Hudzail bin Qais al-Kaufy dan Muhammad ibn Hasan al- Aibany. Kedua. Imam Malik, yaitu Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir dilahirkan di Madinah pada tahun 93 H. ia adalah seorang ahli hukum yang mempunyai banyak pengetahuan luas dalam Hadis. Murid-muridnya banyak berdatangan dari Mesir, Afrika utara, Andalusia yang kemudian mengembangkan madzhab Maliki di negrinya masing-masing. Diantara murid- muridnya dari Mesir adalah Abu Muhammad Abdullah ibn Muslim al-Quraisy, Abu Abdullah Abdurrahman ibn Kasirra al-Ataqy dan Asyhab ibn Abd. al- Aziz al-Qaisy al-Amiry. Sedangkan murid-muridnya yang datang dari Afrika Utara dan Andalusia adalah: Abu Abdullah Zaiyad ibn Abdurrahman al-Qurthuby, Isa ibn Dariar al-Andalusy dan Yahya ibn Yahya ibn Katsir al-Lisy. Adapun di antara pendukung-pendukungnya yang berasal dari belahan timur terdiri dari fuqaha yang tidak pernah bertemu dengan Imam Malik akan tetapi mempelajari dan menyetujui pemikirannya. Di antara mereka adalah; Ahmad Ibn Ma‟mal ibn Khailan al-Abdi, Abu Ishaq Ismail al-Qadhy dan Abu Marwan Abdul Malik al- Majisun. Ketiga. Imam Syafi‟i, yaitu Abu Abdullah Muhammad ibn Idris ibn Askalan, merupakan seorang yang sangat cerdas dan pernah berguru kepada Imam Malik. Pendukung-pendukungnya dari dan Hasan ibn Muhammad ibn Shahab al-Baghdady. Pendukung-pendukungnya dari Hasan Irak di antaranya Abu Thur al-Baghdady. Pendukung-pendukungnya dari Mesir di antaranya Yusuf ibn Yahya Mazny al-Mishry dan Rabbi Sulaiman ibn Abdul Jabar al- Murady. Keempat. Imam Ahmad, yaitu Ahmad ibn Hanbal ibn Hilal az-Zahily sy-Syaibany yang lahir pada tahun 164 H. pahamnya hampir mirip dengan Imam Syafi‟i. ia adalah ahli hadis yang banyak meriwayatkan hadis semasa hidupnya. 1. Pertumbuhan Ilmu Aqli Rasio Ilmu aqli adalah ilmu yang berdasarkan pada pemikiran rasio. Ilmu yang tergolong ilmu aqli ini kebanyakan dikenal umat Islam berasala dari buku terjemahan asing seperti, Yunani, Persia atau India. Menurut Baharuddin, memang dalam Al- Qur‟an ada dasar-dasar ilmu ini, tetapi umat Islam mengenal ilmu ini setelah mempelajarinya dari luar. Dengan akalnya manusia mencapai kebenaran empiris dan rasional setelah melakukan telaah terhadap fenomena-fenomena yang ada disekitarnya. Dari sinilah ilmu pengetahuan terus berkembang sehingga ber-implikasi kepada munculnya perkembangan dalam kehidupan sosial. Hal terpenting yang perlu diketahui dalam perubahan sosial telah begitu signifikan mempengaruhi segenap 92 sektor kehidupan manusia, baik ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Demikianlahnya dengan pendidikan sebagai bagian terpenting dari peradaban manusia tentunya tidak terlepas dari pengaruh sosial Ahmad, 2005: 57. Sumbangan-sumbangan kaum Muslimin kepada ilmu pengetahuan demikian besarnya. Yang termasuk kedalam ilmu ini antara lain ilmu kimia, fisika, tatanegara, music, astronomi dan ilmu hitung. Umat Islam mengenal ilmu ini ketika keluar dari jazirah Arab. Mereka mendapatkan tata caranya di kota- kota pusat pengembangannya, buku-bukunya, dan sarjana-sarjananya. Ketika umat Islam menguasainya, mereka tetap memelihara dan memanfaatkannya, terutama pada masa daulah Abbasiyah. Khalifah-khalifahnya mencintai ilmu. Mereka mengadakan asimilasi ilmu-ilmu itu dengan agama Islam. Usaha yang pertama adalah mengadakan penerjemahan secara besar-besaran. Ilmu yang pertama kali menjadi daya tarik umat Islam dan khalifahnya adalah ilmu kedokteran. Menurut hemat penulis, hubungan antara agama dan ilmu tidaklah berlawanan atau bertentangan satu sama lainnya. Sebagaimana penulis jelaskan pada bab sebelumnya terdapat dalil al- Qur‟an dan Hadits yang mendukung keduanya, dan mendorong umat Muslim untuk menuntut ilmu. Jadi dapat di katakan, bahwa Islam tidak pernah ada sarjana-sarjana muslim yang dibunuh seperti yang dialami Giordano Bruno yang dibunuh pada tahun 1600 M. dan Galileo Galilei yang mati di penjara pada tahun 1642 M. dibawah pengadilan iman inkuisisi gereja Roma, atau Miguel Sarvetto penemu peredaran darah dengan menukil dari Abu al- Hasan „Ali ibn an-Nafs, dibakar pada tahun 1553 M. dibawah reformator Jean Calvin Poeradisastra, 2008: 16. Sarjana-sarjana Muslim yang bertolak ukur dari tauhid menganggap hukum-hukum alam sebagai sunatullah yang obyektif, tertib, dan teratur. Mereka tidak merancukan kepercayaan dengan metode pembahasan ilmiah atau memutarbalikkan fakta, sedangkan kurafat memang dilarang oleh Islam. Mereka tidak dibelenggu oleh kedunguan-kedunguan gambaran alam semesta yang dipunyai Ptoleimaios dan dilindungi oleh gereja berdasarkan nash-nash Bible perjanjian lama. Segala kesimpulan objektif telaah mereka tidak pernah sekalipun berlawanan dengan Al- Qur‟an dan Hadits. Bahkan Al-Qur‟an dianggap selalu memperkuat hasil-hasil penelitian ilmiah mereka. Sebagaimana Sayyed Hossein Nasr, Ph.D. Guru Besar Sejarah Ilmu Pengetahuan Universitas Teheran, mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: Ilmu pengetahuan Islam menjadi ada dari suatu perkawinan antara semangat yang memancar dari wahyu al- Qur‟an dan ilmu-ilmu yang ada dari berbagai peradaban yang diwarisi Islam dan yang telah diubah melalui daya tenaga rohaniyah menjadi sebuah zat baru yang sekaligus berbeda dari dan kesinambungan dengan apa yang ada sebelumnya. Sifat internasional dan cosmopolitan peradaban Islam berasal dari watak internasional peradaban Islam berasal dari watak internasional wahyu 93 Islam dan terpantul dalam peredaran keilmubumian dunia Islam dar al Islam . Sehingga memungkinkan Islam menciptakan ilmu pengetahuan pertama yang benar-benar bersifat internasional dalam sejarah umat manusia. Islam menjadi ahli waris pustaka kecendikiawan semua peradaban besar sebelumnya, kecuali peradaban besar Timur Jauh. Islam menjadi sebuah tempat berlindung di sebuah jagat rohani baru. Pasal ini haruslah diulangi, khususnya karena sekian banyak orang di Barat keliru mengira bahwa Islam hanya bertindak sebagai sebuah jembatan yang dilalui oleh gagasan-gagasan, teori atau ajaran memasuki benteng pikiran Islam kalau tidak lebih dahulu dimuslimkan dan dituh- padukan ke dalam pandangan dunia Islam yang menyeluruh. Apa pun yang tidak dapat mengikat perdamaian salam dengan Islam, lambat laun akan terusir dari kehidupan cendikia Islam atau sepenuhnya dibuang ke tepi pemandian warna- warni ilmu pengetahuan Islam.” Nasr, 1976: 21 a. Abad penerjemahan 750-900 M. Usaha penerjemahan dari bahsa Yunani ke bahasa Arab sebenarnya sudah dimulai sejak zaman Umayah, tetapi usaha besar-besaran dimulai sejak khalifah al-Mansyur di masa daulah Abbasiyah. Pusat penting tempat penerjemahan adalah Yunde Sahpur. Kota Baghdad menjadi kota yang besar dan menjadi ibukota Daulah Abbasiyah, akan tetapi Yonde Sahpur tetap menjadi sebagai kota ilmu pengetahuan pertama dalam Islam. Pada zaman al- Ma‟mun kemauan usaha penerjemahan mencapai puncaknya dengan didirikannya sekolah tinggi terjemah di Baghdad, dilengkapi dengan,lembaga ilmu yang disebut Bait al-Hikmah, suatu lembaga yang dilengkapi observatorium, perpustakaan, dan badan penerjemah al-Ghurabi,1959: 132. Akibat penerjemahan buku Yunani kedalam bahasa Arab dan masuknya kebudayaan Hellenesia ke dalam kebudayaan Islam telah menciptakan suasana subur di kalangan kaum Muslimin tertentu dengan pemikiran yang rasional. Pada tahun 856 M., khalifah al-Mutawakil mendirikan sekolah tinggi terjemah di Baghdad yang dilengkapi dengan museum buku-buku. Sekolah ini didirikan menurut model Hunain Hoesen, 1975: 30. 11 Pada sekolah ini semangat sosok Hunain tetap dihidupkan. Khalifah mengumpulkan sebanyak-banyaknya orang Kristen yang siap berjalan kelilng benua atas biaya pemerintah. Tugas 11 Hunain ibn Ishaq 809-877 M. penerjemah buku kedokteran Yunani, termasuk buku dengan nama “ Materia Medika”. Hunain juga menerjemahkan buku Galen dalam lapangan ilmu pengobatan dan filsafat sebanyak 100 buah ke dalam bahsa Syria 39 buah kedalam bahasa Arab. Selain menerjemah ia juga mengarang bukunya sendiri. Buku karangannya dalam bahsa Arab dan juga Persia, banyak dijumpai, misa lnya “ Soal Pengobat” disusun dalam bentuk soal jawab. Bukunya yang terkenal adalah “ Sepuluh Soal Tentang Mata”. Buku ini sampai dipelajari dan di susun oleh pelajar-pelajar ilmu mata Opthalmologi. 94 mereka hanyalah mengumpulkan buku Yunani sebanyak-banyaknya kemudian dibawa ke Baghdad untuk diterjemahkan kedalam bahasa Arab. 1 Abad Penerjemahan Ilmu Aqli Muhammad Jamil Khayyat sebagaimana dikutip oleh Maksum berpendapat bahwa “ pendidikan Islam dalam perjalannya sangat dipengaruhi oleh arus pergumulan, yaitu politik dan pemikiran, salah satu pengaruh dari adanya pergumulan bidang politik dan pemikiran adalah ditemukan tempat- tempat pendidikan yang kshusus dan sekaligus merupakan aliran pemikiran tertentu. Seperti Darul Hikmah pada masa bani Abbasiyah lebih menunjukan kepada pola pendidikan filsafat dan pengikut Syi‟ah”. Dengan kegiatan penerjemahan, sebagian besar karangan Aristoteles, bagian tertentu dari kalangan Plato, karangan mengenai Neo Platonisme, sebagian besar karangan Glen, serta karangan dalam ilmu kedokteran lainnya dan juga karangan ilmu pengetahuan Yunani lainnya dapat dibaca oleh alim ulama‟ Islam Nasution, 1978: 11. Bertolak dari buku yang diterjemahkan itu, para ahli di kalangan kaum muslim mengembangkan penelitian dan pemikiran mereka, menguasai semua ilmu dan pemikiran filsafat yang pernah berkembang di masa itu serta melakukan penelitian secara empiris dengan mengadakan pemikiran spekulatif dalam batas-batas yang tidak bertentangan dengan kebenaran wahyu. Semenjak itulah masa pembentukan ilmu-ilmu Islam dalam bidang aqli, yang sering dinamakan abad keemasan yang berlangsung antara 900-1100 M. Baharuddin, 2011: 176. Dinamakan zaman keemasan, oleh karena itu adalah masa begitu memuncaknya kebudayaan Islam di segala bidang ilmu aqli. Memuncaknya kebudayaan Islam terlihat pada lahirnya ilmuan yang mampu menciptakan ilmu dengan kemampuan diri sendiri, bahkan sering membantah dan membatalkan teori menerjemahkan, mempelajari dan meneliti secara teliti kemudian berusaha untuk mempraktekkannya. Suatu keadaan, masa keemasan bidang ilmu ini terjadi justru tatkala politik Abbasiyah mulai merosot. Kemunduran kekuasaan Abbasiyah menyebabkan situasi politik tidak menentu karena kekuasan telah terbagi-bagi oleh timbulnya daula-daulah Negara-negara kecil di daerah pinggiran. Ditambah lagi timbulnya pertentangan idiologi antara paham sunnah dan paham Syiah, seperti daulah Ghaznawiyah di Afghanistan dan bani Saljuk mempergunakan paham sunnah sedangkan daulah Fathimiyah di Mesir pendiri kota Kairo dan Universitas al-Azhar penganut paham Syiah. Namun dunia Islam dalam keporak-poranda justru kegiatan intelektual dan ilmiah semakin berkembang.Adapun sebabnya adalah kehidupan politik sangat tergantung pada terlaksananya keadilan dan terjaminnya keamanan. Sedangkan kezhaliman 95 sering menyebbakan para sarjana dan ahli pengetahuan meninggalkan praktek politik dan lari kelapangan teori dan ilmu pengetahuan. Praktek politik menyeret mereka ke lembah kesukaran sedangkan ilmu hanya dapat dikembangkan dalam suasana tenang. Lagi pula jiwa para khalifah dan pembesar lainnya tetap menghormati ahli ilmu dengan syarat tidak mencampuri persoalan politik praktis. Hal tersebut membuka kemungkinan bagi mereka untuk melakukan penyelidikkan ilmiah dengan aman dan tentram Baharuddin, 2011: 177. Disamping itu, seiring dengan perkembangan masyarakat dan sebagai hasil persentuhan asimilasi dan alkulturasi, dalam Islam berkembang pula hasil pemikiran di bidang fiqih, hadits, filsafat, serta tasawuf. Namun demikian, tampaknya persoalan politik tetap mempengaruhi dinamika dan pergumulan pemikiran tersebut. Sejarah Islam telah mencatat bahwa antar aliran pemikiran dan kekuasaan saling mengambil keuntungan Nasution, 1985: 61-63. Jika dilihat perkembangan yang di akibatkan dari akulturasi dan asimilasi antar bangsa dan kebudayaan, telah mengambil keuntungan masing-masing di tiap disiplin ilmu yang bermunculan. Karena antar bangsa dan budaya di setiap daerah atau Negara mengungkinkan tidak persis sama, dengan menggabungkan perbedaan tersebut maka terlahirlah sebuah peradaban yang manju dari segala bidang, salah satunya ilmu pengetahuan. Oleh karenanya wajar jika Rasulullah pernah bersadba, “ikhtilafurrahmah” perbedaan itu adalah rahmat. Sungguhpun Rasul sejak berabad-abad yang lalu sudah dapat menjelaskan dengan baik dari keuntungan atau manfaat “perbedaan”, namun agaknya sebagain umat muslim kurang memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dari setiap yang ada dalam al- Qur‟an dan Hadits. 96 97 BAB IV PARADIGMA PENGEMEBANGAN SAINS DAN PENDIDIKAN ISLAM PADA ZAMAN AL MA’MUN

A. Biografi Al-Ma’mun 786-833 M.199-218 H.

1. Masa Kecil Al-Ma’mun

Nama lengkap khalifah ini adalah Abdullah Abbas al- Ma‟mun. Abdullah al- Ma‟mun dilahirkan di Baghdad pada tanggal 15 Rabi‟ul Awal 170 H 786 M. Bertepatan dengan wafat kakeknya Musa al-Hadi dan naik tahta ayahnya, Harun al-Rasyid. Al- Ma‟mun termasuk putra yang jenius, sebelum usia 5 tahun ia dididik agama dan membaca Al- Qur‟an oleh dua orang ahli yang terkenal bernama Kasai Nahvi dan Yazidi. Al- Ma‟mun beribukan seorang bekas hamba sahaya bernama Marajil dari Persia. Selain belajar al- Qur‟an, ia juga belajar Hadits dari Imam Malik di Madinah. Kitab yang digunakan adalah karya Imam Malik sendiri, yaitu kitab Al-muwatha. Disamping ilmu-ilmu itu, ia juga pandai Ilmu Sastra, belajar Ilmu Tata negara, hukum, filsafat, astronomi, dan lain sebagainya. Sehingga ia dikenal sebagai pemuda yang pandai. Setelah berhasil mengatasi berbagai konflik internal, terutama dengan saudaranya bernama al-Amin, akhirnya al- Ma‟mun menggapai cita-citanya menjadi khalifah pada tahun 198 H 813 H. Al- Ma‟mun adalah seorang khalifah termasyhur sepanjang sejarah dinasti Bani Abbasiyah. Selain seorang pejuang pemberani, juga seorang penguasa yang bijaksana. Pemerintahannya menandai kemajuan yang sangat hebat dalam sejarah Islam. Selama kurang lebih 20 tahun masa kepemimpinannya mampu meninggalkan warisan kemajuan intelektual Islam yang sangat berharga. Kemajuan itu meliputi berbagai aspek ilmu pengetahuan, seperti matematika, kedokteran, astronomi, dan filsafat. Kholifah Harun al-Rasyid mempercayakan anak-anaknya pada guru pribadi. Al- Ma‟mun dipercayakan dibawah bimbingan Ja‟far Ibn Yahya seorang yang bijaksana d alam berpikir dan juga pemaaf. Ja‟far juga yang mengusulkan kepada Harun al-Rasyid untuk menjadikannya seorang khalifah, yang kemudian disambut baik oleh Harun al-Rasyid Saefuddin, 2002: 41. Al- Ma‟mun adalah pribadi yang jarang bermain. Selama dua puluh bulan tinggal di Baghdad beliau tidak sembarangan mendengarkan nyayian yang bisa menghibur di dalam istana, karena menurutnya nyayian itu dapat mengganggu konsentrasinya dalam mengkaji berbagai buku. Semua itu dilakukan untuk mengembalikan keutuhan kerajaan yang hampir runtuh dan juga karena kecintaan al- Ma‟mun terhadap ilmu pengetahuan Syalabi, 1982: 121-122. 98

2. Masa Remaja dan Dewasa Al-Ma’mun

Al- Ma‟mun merupakan salah satu kholifah Abbasiyah yang paling terkemuka. Banyak para ahli sejarah berpendapat tanpa ketokohan dan kemampuan al- Ma‟mun niscaya pristiwa-pristiwa yang terjadi pada zamanya itu pasti dapat meruntuhkan kerajaan dan kebudayaan Islam. Al-Mamun dinilai sebagai salah satu kholifah terbesar sepanjang sejarah Abbasiyah karena ia mampu mempromosikan berbagai bidang studi seni, filsafat dan ilmu pengetahuan. Ia mendorong dan menyukai diadakannya berbagai diskusi dan untuk mempromosikan ilmu pengetahuan ia mendirikan perpustakaan dan observatorium serta lembaga lainnya. Banyak sarjana yang berprestasi yang dibawah perlindungannya Hasan, 1992: 219. Pemaaf adalah salah satu sifat al- Ma‟mun yang paling nyata. Ia pernah memaafkan al-Fahdl ar- Rabi‟ yang telah menghasut berbagai pihak untuk menentang beliau. Beliau memaafkan Ibrahmi al-Mahdi yang telah melantik dirinya di Baghdad pada saat al- Ma‟mun berada di Merw, meskipun al- Mu‟tashim dan al-Abbas ibn al-Ma‟mun menyarankan untuk membunuhnya. Pemerintahan al- Ma‟mun menandai pemisahan antara priode awal dan priode kedua Dinasti Abbasiyah. Kelompok yang semula membantu kekholifahan pada tahun-tahun pertama, turun dari panggung kekuasaan. Diantara yang paling penting dari kelompok ini adalah para abna‟ keturunan veteran revolusi Abbasiyah yang berasal dari Khurasan. Klan Abbasiyah sendiri yang telah memainkan peranan penting selama ini, setelah periode ini, peran mereka tidak begitu menentukan lagi. Sama halnya juga pad keluarga-keluarga Arab seperti al-Muhalabi dan Syaibani, mereka menghilang dari istana. Selama pemerintahan al- Ma‟mun, kelompok-kelompok tersebut digantikan dengan oleh orang-orang baru yang memiliki idiologi baru, yang ingin menerapkan metode pemerintahan baru pula. Klompok yang paling penting dan berpengaruh adalah yang dipimpin oleh saudara al- Ma‟mun sendiri yang bernama Abu Ishaq Perpustakaan Nasional RI, 1997: 96. Tak salah kiranya jika sejarah menyatakan masa kegemilangan Daulah Abbasiyah salah satu masa adalah masa pemerintahan al- Ma‟mun. Sejak belia, ia sudah menunjukan sikap dan sifat yang baik, guna sebagai bekal untuk menjadi seorang pemimpin. Dari bekal yang didapatnya itulah, yang menjadi landasan beliau dapat menjalankan pemerintahannya dan perduli terhadap ilmu pengetahuan dan perkembangannya. Perhatian yang sangat besar beliau tunjukan pada pengembangan ilmu pengetahuan karena cintanya yang demikian besar terhadap ilmu pengetahuan. Tidak heran banyak upaya yang al- Ma‟mun lakukan untuk