Tradisi Menulis, Mensyarah dan Mentahqiq

158 juga pernah belajar bahsa dan kemudian belajar fiqih dari al-Nazhzham, dan belajar filsafat. Meskipun demikian ia banyak belajar kepada tokoh- tokoh Mu‟tazilah, akan tetapi keluasan ilmu dan kecerdasan akalnya menghasilkan banyak perbedaan dengan gurunya. Ketika al-Jahijz mulai mengarang, mula-mula mengesampingkan gaya lama yang dipakai oleh para ahli bahasa. Dia memakai gaya bahasa yang mampu mengungkapkan kenyataan dan hal-hal yang bersifat ilmiah dena teliti. Karya yang paling penting adalah Kitab al-Hayawan terdiri dari tujuh jilid, dan pembahasannya seputar hewan-hewan. Begitupun juga Imam al-Bukhari oleh gurunya, Ishaq bin Rahawaih, di dorong dan disarankan agar menulis kitab yang singkat yang hanya memuat Hadits-hadits shahih. Saran tersebut telah mendorong ia untuk menulis kitab al- Jami‟ al-Shahih Al-Asqalani, t.t.: 6. Ibn Sa‟id w. 845 M mengarang sebuah buku tentang kemenangan umat Islam dalam peperangan yang berjudul “Thabaqat al- Kubra ”, sebanyak 8 jilid Hasan, t.t: 135 Banyak para murid mengadakan perjalanan dan menulis buku yang menerangkan apa yang mereka saksikan dan alami. Abu Nawas 747-815 M lahir di kota al-Hawaz, Persia, akan tetapi dibesarkan di kota Bashrah. Setelah berbaur dengan orang Arab asli, ia dapat berbicara dengan bahsa Arab dengan sangat fasih. Ia menulis qasidah yang amat sangat elok tentang al-Mahdi ketika ia sudah bertaubat dari kebiasaan buruknya. Qasidah itu ia susun bertahun- tahun lamanya. Karya Abu Nawas dipengaruhi oleh unsur budaya Arab dan budaya Iran Amin, 1995: 64. Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi 780-848 M adalah ahli al Jabar, astronomi, dan geografi yang handal. Bahkan orang Eropa mengenal al-Khawarizmi dengan sebutan algorismus. Al-Khawarizmi menulis buku al-Muktashar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah. Dalam ilmu hitung ia yang pertama menggunakan bilangan puluhan yang sampai sekarang dipakai seluruh dunia yang orang Barat menyebutnya “angka Arab”. Muhammad ibn Sa‟ad, seperti gurunya, al-Waqidi dikenal sebagai sejarahwan produktif. Di antara karyanya, yaitu Kitab at-Thabaqat al- Kabir dan at-Thabaqat al-Shaghir. Dalam menulis ia mengumpulkan sanad-sanad dilengkapi dengan riwayat-riwayat. Ia juga mengikuti gurunya al-Waqidi dalam memperhatikan geografis kota-kota Yatim, 1994: 88. Muhammad Ibn „Umar Al-Waqidi 130-207 H748-823 M lahir di Madinah dan wafat di Baghdad. Ia adalah seorang ahli hadits, fiqih, dan sejarahwan Arab yang terkenal. Semasa hidupnya ia senang mengembara keberbagai negeri. Pengembaraanya berkisar di kota Hijaz Makkah, Madinah, Ta‟if, dan Jeddah, termasuk kota Syiria dan Baghdad. 159 Kepustakaan pribadinya penuh dengan berbagai buku. Ia juga seorang murid yang produktif. Karyanya yang masih dapat di baca adalah Kitab Maghazi. Sejak masa muda ia telah berhasil mengumpulkan berbagai informasi tentang al-Maghazi dan al-Sirah. Selama hidupnya ia terus bertanya pada orang yang ia angap tentang sejarah yang diperlukan. Dalam Husayn Ahmad Amin, Ia pernah berkata: “Aku belum pernah tahu anak sahabat atau anak yang mati syahid, atau budak belian kecuali aku bertanya kepadanya, “Apakah anda pernah mendengar salah satu orang anggota keluargamu yang memberi tahu kepadamu tentang kesyahidan si fulan, dan di mana dia terbunuh? jika dia memberi informasi kepadaku, aku akan menuju tempat itu untuk menyelidikinya” Amin, 1995: 68. Keunggulan karyanya yang ditulisnya terletak pada penulisan metodologi sejarah secara ilmiah dengan meberikan urutan dan rincian berbagai peristiwa secara logis. Ia memiliki dua orang anak laki-laki yang membantu siang dan malam menuliskan buku-bukunya. Ia meninggalkan 30 judul buku dalam berbagai ilmu. Akan tetapi sebagian bukunya membahas peristiwa sejarah. Muridnya yaitu Ibn Sa‟ad dan Abu Ja‟far Muhammad ibn Jarir al-Thabari, ketika berbicara dan menulis pasti merujuk pada apa yang didengaar dari gurunya. Karya yang pernah ditulis, antara lain seperti: 1Kabilah-kabilah Arab pra Islam, 2 Sejarah Dakwah Nabi, 3 Wafatnya Nabi, 4 Peristiwa Tsaqifah dan Bay‟at Abu Bakar as-Shidiq sebagai khalifah, 5Perang Riddah, 6 Ekspansi Islam ke Suriah dan Iraq Yatim, 1995: 85.Ahmad bin Hanbal menulis kitab al- Musnad, yang berisi Hadits-hadits Nabi sebanyak 40.000 Hadits. Di antara sekian banyak, terdapat 10.000 Hadits yang berulang-ulang, sedangkan sisanya 30.000 yang tidak berulang-ulang. Jumlah tersebut merupakan Hadits Shahih dan Hasan yang sudah dihimpun dan dipilih dari apa yang ia terima sebanyak lebih dari 750.000 Hadits. Ahmad ibn Hanbal memiliki murid yang sangat banyak sekali, antara lain seperti: Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, Abu Zur‟ah, Imam Hanbal bin Ishaq al-Syaibany. Kerena banyaknya murid beliau, maka al-Musnad diriwyatkan oleh mereka, sehinga harumlah nama dari penyusun tersebut. Membaca, menulis, mensyarah dan mentahqiq merupakan budaya intelektual yang mesti ditularkan kepada generasi muda, misalnya membaca atau “Kitab Kuning” sebagai khazanah klasik disamping banyak memuat ilmu agama tetapi juga dapat di gali ilmu umum seperti kedokteran, filsafat, ekonomi, astronomi yang menjadi karya kebanggaan umat Islam seperti yang dilakukan oleh Ibnu Sina, Ibn Rusyd dan lain sebagainya Aripin, 2014: 177. 160

f. Tradisi Kehidupan Ilmiah

Kehidpupan ilmiah pada masa al- Ma‟mun mengalami kemajuan pesat. Seperti dalam deskripsi pada pembahsan sebelumnya, kehidupan ilmiah telah melahirkan sosok intelektual Muslim yang cerdas dan sukses dalam mengembangkan ilmu, sehingga menjadi ilmuwan besar pada zamannya, termasuk sekarang pun orang mengenalnya. Ada beberapa hal yang secara de facto mendorong tumbuh dan berkembang kehidupan ilmiah tresebut, yaitu : pertama, khalifah al-Ma;mun secara aktif terlibat penuh dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Khalifah al- Ma‟mun adalah Pemimpin yang mencintai dan mengutamakan ilmu dengan kekuasaannya secara efektif dapat mendorong orang-orang yang hidup pada masa tersebut untuk mengikuti sesuai dengan kehendak pemimpin. Secara politik, struktur pemerintahan al- Ma‟mun digerakkan oleh orang-orang Persia yang telah menguasai filsafat dan ilmu pengetahuan. Kehendak politik political will membuka pintu lebar untuk masuknya berbagai macam ilmu pengetahuan dengan menembus batas agama dan Negara. Khalifah menjadikan kota Baghdad sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat ilmu pengetahuan, sehingga orang-orang yang ahli dalam ilmu masing-masing diundang datang ke Baghdad, bahkan ke istana untuk berdiskusi. Secara sosial kemasyarakatan, al- Ma‟mun telah mengubah kondisi percampuran bangsa keturunan Arab dan non-Arab Mawali sehingga terjadi asimilasi peradaban. Para penduduk datang dari berbagai Negara dengan membawa watak dan karakter masing-masing, sehingga terjadi proses kompetitif yang memberikan inspirasi pada semua pihak akan kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa-bangsa lain. Hal ini juga telah memudahkan terjalinnya kontak sosial untuk mendapatkan informasi penting yang ada di daerah masing-masing. Dukungan khalifah terhadap ilmu pengetahuan ini didukung oleh keseriusan para pengkaji ilmu. Mereka tidak hanya puas dengan membaca karya seorang ulama besar, namun juga secara langsung mendatang ulamanya untuk belajar. Walaupun jarak memisahkan Negara, para pelajar tetap berusaha untuk bertemu dengan ulama besar tersebut. Kedua, penghargaan terhadap orang berilmu ulama tinggi. Fakta yang mendukung pelajar dan ulama pergi melakukan rihlah ilmiah yaitu karena pada tiap-tiap negri Islam ada wakaf yang tidak sedikit untuk ulama dan pelajar terutama yang datang dari negeri lain. Sebab itu mereka senang merantau menuntut ilmu yang telah tersedia wakaf untuk makan, minum, kediaman, pakaian dan obat-obatan. Menurut riwayat Ibn Jabir, pelajar-pelajar yang miskin mendapat bantuan untuk segala kebutuhannya seperti, makanan, pakaian, kediaman serta obat-obatan Yunus, 1992: 126. Oleh karena itu, tidak 161 mengherankan jikalau banyak para pelajar dari berbagai penjuru dunia untuk menuntut ilmu dan mencari guru yang termasyhur, „alim dan sholeh. Misalnya, Imam Syafi‟i. Walaupun ia sudah menguasai dan menghafal al-Muwaththa, ia pergi langsung ke Madinah untuk mepelajari kitab itu secara langsung dari mulut imam Malik. Selanjutnya tatkala Imam Syafi‟i datang ke Mesir disambut oleh Ibnu Abdul Hakam dengan sambutan kehormatan yang luar biasa serta dimuliakannya dan dihormatinya sebagai ulama yang besar. Kemudian dianugrakannya Imam Syafi‟i 1.000 dinar dari harta bendanya sendiri, 1000 dinar dari Ibnu „Isamah dan 1000 dinar dari saudagar Yunus, 1992: 132. La in halnya dengan Imam Syafi‟i, al-Jahiz pada mulanya adalah seorang penjual roti dan ikan di sahan dan kehidupannya amat sangat sederhana. Tetapi kehidupannya berubah cepat ketika ia dikenal sebagai orang yang memiliki ilmu yang luas dan dalam, sehingga dari buah pikiran dan kerjakerasnya melimpah kekayaan. Ia pernah menghadiahkan buku karangannya sendiri Kitab al-Hayawan, kepada Muhammad bin Abdul Malik, lalu dianugrahinya uang sebesar 5000 dinar, dan ia menghadiahkan Kitab al-Bayan wa al-Tabyin kepada Ibnu Abu Dawud, lalu dianugrahinya 5000 dinar dan ia hadiahkan Kitab al- Zar‟uwan Nahl kepada Ibrahim bin Abbas al-Suhly, lalu diberikannya uang 5000 dinar. Kemudian ia keluar dari Bashrah dan seolah-olah ia memiliki kebun yang amat sangat luas Yunus, 1992: 132. Wajar kiranya jika sejak zaman dahulu sampai sekarang tradisi menulis membuahkan hasil yang tak terkira, dari hasil pikiran dan kerja keras dalam mengembangkan ilmu, sehingga dapat merubah konsisi sosial menjadi lebih maju, baik dalam hal finansial sampai kepada kehormatan. Ketiga , Komitmen murid untuk mewariskan hasil-hasil pemikiran para guru. Jika ditelusuri dalam proses kesejarahan seorang tokoh, ia menjadi besar setelah ilmunya secara khusus dikembangkan oleh para muridnya. Para murid tidak mengembangkan ilmu orang lain, kecuali ilmu yang diperoleh dari gurunya secara langsung. Karena memang setiap pelajar yang sudah menguasai satu disiplin ilmu dari guru syekh lalu di berikan ijazah oleh syekh tersebut sebagai tanda boleh mengajarkan ilmu tersebut kepada orang lain, bukan oleh lembaga tempat ia belajar. Ibn Hisyam w.834 M adalah seorang murid dari Ibn Ishaq w. 768 M yang berjasa meneruskan karya gurunya tersebut dalam penulisan sejarah nabi sirat Rasul Allah pada zaman al- Ma‟mun Hasan, .t.t. 135. Sejatinya, komitmen dari seorang murid terhadap gurunya yaitu yang dianggap cocok dengan pemahaman murid tersebut. Sebab, adakalanya murid melakukan modifikasi ilmu yang berbeda dari gurunya. Hal ini wajar, karena murid tidaklah belajar pada satu guru saja, akan tetapi kepada banyak guru yang di temuinya