Metodologi Penelitian Paradigma Pengembangan Ilmu Pada Zaman Al Ma'mun

19 a. Obyek penelitian Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka sasaran atau obyek penelitian hanya diarahkan pada: 1 Paradigma pengembangan sains 2 Biografi Kholifah al-Ma‟mun 3 Langkah-langkah al-Ma‟mun dalam mengembangkan sains pengetahuan dalam memajukan peradaban Islam di zaman klasik 4 Hasil yang dapat dicapai al-Ma‟mun dalam mengembangkan ilmu pengetahuan 5 Sumbangan al-Ma‟mun terhadap kemajuan Islam di zaman klasik dan juga tokoh-tokoh lain yang ikut berperan dalam mengembangkan ilmu. 6 Fenomena-fenomena alam yang berlandaskan pada penelitian ijbari atau eksperimen di zaman al- Ma‟mun

b. Sumber data

1 Data tertulis library research atau Data dokumentasi. Melalui sumber ini, penulis mencari dan menelusuri bahan-bahan yang ada hubungannya dengan teori paradigma pengembangan ilmu dalam sejarah pendidikan Islam. dan Melalui sumber ini, penulis mencari dan menelusuri bahan-bahan atau tulisan-tulisan penting tentang al- Ma‟mun pada dinasti Abbasiyah tahun 813-833 M. Sumber data primer dalam penelitian ini secara eksplisit agak sulit penulis dapatkan. Akan tetapi setelah beberapa konsultasi dengan para pakar sejarah pendidikan di kampus UIN Jakarta, secara umum didapati buku-buku sejarah dan pendidikan Islam yang mendukung atau menjelaskan tentang pemikiran dan kronologis terjadinya paradigma pengambangan terhadap ilmu dalam sejarah pendidikan Islam. Buku-buku tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1. “Târîkh Al-Umam wa al-Mulk‟ oleh At-Thabari. 2. “Dhuhâ al-Islâm” dan “Fajar Isla” oleh Ahmad Amin. 3. “Al-Maushu‟ah al-Târîkh al-Islâmi wa al-Hadharah al-Islâmiyyah” oleh Ahmad Syalabi. 4. “Ihya‟ „Ulûm al-Dîn”, oleh Al-Ghazali. 5. “Tarikh al-Firaq al Islamiyah”, oleh Ali Mustafa al Gurabi 6. “The Histoy of Arab” oleh Philip K. Hitty 7. “Muqodimah Ibnu Khladun” oleh Ibnu Khaldun 8. “Tarikh al-Baghdadi” oleh Ahmad al-Baghdadi 9. “Religion and the Order of Nature” oleh Sayyed Hosein Nasr 10. “The Making of Europe” oleh Christhoper Dawson 11. Al-Biruni oleh Al-Biruni 12. Al-Kamil fii Tarikh, oleh Ibn Atsir 13. Wafiyat Al- A‟yan wa Anba Al-Zaman, oleh Ibn Khalikan 20 Data sekunder dalam penelitian ini diambil dari karya tulis parailmuwan yang telah menulis teori-teori sejarah pendidikan yang digunakan sebagai pembanding dalam menganalisis permasalahan dalam penelitian ini. Karya tulis tersebut diantaranya: 1. “Al-Tarbiyyah fial-Islâm” karya Al-Ahwani. 2. “Al-Tarbiyyah al-Islâmiyyah” karya Muhammad Athiyah al-Abrasy. 3. “Al-Tarbiyyah al-Islâmiyyah fi al-Qarnal-Râbi” karya Hasan Abd al- „Ali. 4. “ Tarik at-Tarbiyyah al-Islâmiyyah” karya Ahmad Syalabi. 5. “Science Civilization in Islam” oleh Syyed Hossein Nasr Setelah data dikumpulkan kemudian dikaji, dianalisis dan diinterpretasi, untuk selanjutnya dengan analisis deskriptif dituangkan secara apa adanya dengan sedikit interpretasi dan pengambilan substansi dengan analisis yang cermat ke dalam konstruksi pembahasan yang logis, sistematis dan komprehensif. Kemudian dilakukan analisis komparatif, tidak saja terhadap pernyataan yang sama, tetapi juga yang berbeda selagi masih dalam permasalahan yang sama. Selanjutnya, agar tidak terjebak kepada pembahasan yang bersifat naratif dan konvensional, penelitian ini juga akan berusaha mencari penyebab mengapa suatu keadaan atau peristiwa terjadi dengan analisis kritis sehingga data tersajikan secara seimbang, yakni secara objektif-deskriptif sekaligus menyajikan pandangan kritis subjektif penulis.

c. Teknik Pengumpulan Data

1 Dokumentasi Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode dokumentasi untuk mendapatkan bahan-bahan dokumenter. Hal ini di dasarkan bahwa pendidikan Islam menyimpan bahan-bahan dokumenter berupa: hasil-hasil penelitian yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Selanjtnya penelusuran referensi yang dimaksudkan di sini adalah penulis melakukan pencarian dan penelaahan buku-buku dan karya tulis ilmiah lainnya yang ada keterkaitannya dengan masalah yang di teliti. Juga melalui metode ini, penulis berusaha mencari kajian-kajian teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti untuk digunakan dalam penulisan tesis ini. Metode penelusuran referensi ini tentu saja berkaitan erat dengan data tertulis berupa buku-buku dan sumber tertulis lainnya yang biasa terseimpan di perpustakaan. Oleh karena itu, penulis mempergunakan kartu kutipan yang lazim dipakai untuk kegiatan ini. Kartu tersebut digunakan untuk mencatat kutipan hasil bacaan. Pada 21 kartu kutipan ditulis nama pengarang, nama buku, penerbit, tempat terbit, tahun terbit, dan halam yang dikutip, termasuk di dalamnya informasi jilid dan cetakan. Selanjutnya, penulis mengorganisir nama pengarangnya berdasarkan abjad. Hal ini dilakukan untuk memudahkan mengklasifikasi dan mentabulasi data.

d. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Dalam uraian terdahulu disebutkan bahwa data penelitian ini ada yang tertulis, yaitu data pustaka atau dokumentasi. Oleh karena itu, berdasarkan pemetaan tersebut, maka data tertulis yang diperoleh akan diperlakukan dengan cara ditelaah, dibandingkan, dikategorisasikan, kemudian dilakukan analisis deskriptif. Penelitian ini menggunakan lebih dari satu jenis data, Bryman, 1988: 131 dan menggunakan metode ganda triangulasi Brannen, 1997: 20 Terkait triangulasi, Meleong menjelaskan bahwa metode ini digunakan sebagai tekhnik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam hal ini, teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya Moleong, 1995: 85.

e. Pendektan Penelitian

Pendekatan yang akan digunakan dalam tulisan ini, karena menyangkut paradigma berpikir umat di suatu zaman dan beberapa intrik politik yang terjadi sebagai pemicunya, maka pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan sosisologis dan historis. Dapat dikatakan bahwa jenis penelitian dalam tesis ini, penelitian kualitatif. Hal ini logis karena penelitian ini merupakan paradigma pengembangan terhadap ilmu dalam sejarah pendidikan Islam yang terjadi pada zaman Kholifah al- Ma‟mun 813-833 M dan sesudahnya. Selanjutnya penelitian yang bersifat kualitatif ini tidak dapat dipisahkan dari pendekatan grouded research atau grouded theory yang intinya adalah semua analisa harus berdasarkan data yang ada dan bukan beradasrkan ide yang ditetapkan sebelumnya. Selanjutnya dari sisi pendekatan studi, penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi-historis. Kedua pendekatan ini digunakan karena obyek yang diteliti membutuhkan jasa ilmu-ilmu tersebut. Pendekatan sosiologis digunakan untuk memahami arti subyektif dari perilaku sosial, bukan semata- mata menyelidiki arti obyektifnya Abdurrahman, 2003: 11. Penelitian ini menggunakan pendekatan historis dengan asumsi bahwa kajian Paradigam pengembangan terhadap ilmu dalam sejarah pendidikan Islam pada zaman pemerintahan Kholifah al- Ma‟mun di tahun 813-833 M. dan perkembangan pada sesudahnya, sebagai wadah berlangsungnya proses 22 tersebut dengan dimensi sejarah. Artinya, dengan pendekatan historis, penelitian ini mencoba mengupayakan agar pemikiran, gagasan, dan konsep dapat dibuktikan melalui data-data yang dapat dilacak dalam dokumen sejarah Nata, 2005:.8 atau secara empirik dapat dilakukan konfirmasi silang terhadap keakuratan data yang diperoleh melalui wawancara. Hal ini memungkinkan karena melalui pendekatan historis diasumsikan bahwa segala pristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan pristiwa itu terjadi, dimana, dan siapa yang terlibat dalam pristiwa tersebut. Jadi, melalui pendekatan ini seseorang diajak menukik dari alam idelis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia Nata, 2008: l 39. 23 BAB II PARADIGMA PENGEMBANGAN ILMU DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A. Paradigma Keilmuan

1. Pengertian Paradigma

Paradigma dapat berarti model, pola atau contoh Echols dan Shadily, 1996: 143. Paradigma menjadi istilah kunci dalam pembicaraan tentang filsafat ilmu. Sejak tahun 1960-an istilah ini popular di tangan Thomas S. Kuhn. Menurutnya, paradigma berarti mode of thought atau mode of inquiry. Kuhn menegaskan bahwa pada dasarnya relitas sosial itu dikonstruksi oleh mode of though atau mode inquiry yang akan menghasilkan mode knowing. Sementara Immanuel Kant menyebutnya sebagai skema konseptual, sedangkan Marx menyebutnya dengan ideology Kuntowijoyo, 2004: 11. Jadi, dapat dikatakan bahwasanya paradigma itu bisa dimaknai sebagai sekumpulan asumsi-asumsi, konsep-konsep yang secara logis dianut bersama dan dapat mengarahkan cara berpikir, mengkaji dan meneliti. Oleh sebab itu, paradima adalah a set of scientific and metaphysical beliefs that make up a theoretical frame work whithin which scientific theories can be tested, evaluated, and if necessary, revised sekumpulan kepercayaan ilmiah dan metafisik yang membuat suatu kerangka teoritis dalam mana teori-teori ilmiah dapat diuji, dievaluasi dan kalau perlu direvisi Bidin, dkk., 2003: 34. Paradigma sebagaimana di atas adalah sebuah kerangka berpikir terhadap suatu hal, dalam memecahkan persoalan. Misalnnya, ketika melihat musuh, maka yang terpikirkan adalah perasaan yang tidak mengenakkan dalam hati, lalu terpikirkan bagaimana caranya untuk menjatuhkan musuh tersebut atau mengalahkannya?. Atau sebaliknya, ketika melihat teman suasana hati terasa senang, lalu yang terpikirkan adalah bagaimana caranya agar mendapatkan sisi baik dari pertemanan tersebut?. Jadi dapat dikatakan bahwa paradigma itu merupakan contoh, model atau sudut pandang manusia terhadap obyek yang dilihat atau di hadapinya. Paradigma dapat dipahami sebagai sekumpulan keyakinan dasar yang mengarahkan penelitian tindakan penelitian ilmiah. Sebagai kumpulan sistem keyakinan dasar atau asumsi-asumsi dasar, paradigma memuat permasalahan asumsi dasar yang berkaitan dengan asumsi ontologis, epistemologis dan aksiologis Adian, 2002: 141. Asumsi atau sistem keyakinan dasar suatu paradigma menentukan bagaimana kita melihat semesta atau sifat dasar dari 23 24 keyakinan yang diketahui, bagaimana antara subyek dengan obyek yang diketahui serta metode apa yang digunakan untuk mengetahuinya.

2. Paradigma Integrasi Ilmu

Integrasi berasal dari bahasa Inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi ilmu dimaknai sebagai sebuah proses penyempurnaan atau menyatukan selama ini di anggap dikotomis sehingga menghasilkan satu pola pemahaman integrative tentang konsep ilmu pengetahuan Rifa‟i, dkk., 2004: 14. Integrasi adalah menjadikan al-Qur‟an dan Sunnah sebagai grand theory pengetahuan, sehingga ayat-ayat qauliyah dan kauniyah dapat dipakai Bagir, 2005: 49-50. Paradigma integrasi ilmu adalah cara pandang ilmu yang menyatukan semua pengetahuan ke dalam kotak tertentu dengan mengasumsikan sumber pengetahuan dalam satu sumber tunggal Tuhan. Semesta sumber lain, seperti indra, pikir, dan intuisi dipandang sebagai sumber penunjang sumber inti. Dengan demikian sumber wahyu menjadi inspirasi estis, estetis, sekaligus logis dari ilmu. Bagaimana proses peleburan itu dilakukan, paradigma ini menempatkan wahyu sebagai hirarki tertinggi dari sumber-sumber ilmu lainnya, dan gerakan seperti Islamisasi ilmu sebenarnya dapat dikategorisasikan sebagai upaya mengintegrasikan ilmu ke dalam satu pohon ilmu, yaitu ilmu pengetahuan yang integrative. Dalam “Integrasi Ilmu dalam Persepektif Filsafat Islam”, Mulyadi Kartanegara, menjelaskan bahwa sumber basis ilmu-ilmu agama dan umum berasal dari sumber yang sama, yaitu dari Tuhan. Ilmu bertugas untuk mencari kebenaran sejati, sehingga dapat disimpulkan bahwa karena Tuhan adalah kebenaran sejati tentunya merupakan sumber bagi kebenaran-kebenaran yang lain, termasuk kebenaran yang dihasilkan dari analisa ilmu-ilmu umum. Menurut Mulyadi Kartanegara, mengartikan dikotomi bukan pemisahan tapi penjenisan, dan dikotomi ilmu ke dalam ilmu agama dan non agama dalam makna penjenisan sebenarnya bukan hal yang baru. Dalam sejarah, Islam telah mempunyai tradisi dikotomi lebih dari seribu tahun. Menariknya dikotomi tersebut tidak berdampak banyak pada sistem pendidikan Islam. Situasi ini malah berlanjut sampai sitem pendidikan sekuler Barat masuk mempengaruhi sistem pendidikan Islam lewat jalur gerakan imperealisme. Misalnya, penjenisan yang dilakukan oleh al-Ghazali w1111 dan Ibn Khaldun w1105 tidak mengingkari validitas dan status ilmiah masing-masing jenis keilmuan tersebut. Al-Ghazali dalam kitab Ihya „Ulumu din menyebut dua jenis ilmu „ilm Syariyyah dan Ghair Syariyyah. Sedangkan Ibn Khaldun membagi