Pengertian Paradigma Paradigma Keilmuan

24 keyakinan yang diketahui, bagaimana antara subyek dengan obyek yang diketahui serta metode apa yang digunakan untuk mengetahuinya.

2. Paradigma Integrasi Ilmu

Integrasi berasal dari bahasa Inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi ilmu dimaknai sebagai sebuah proses penyempurnaan atau menyatukan selama ini di anggap dikotomis sehingga menghasilkan satu pola pemahaman integrative tentang konsep ilmu pengetahuan Rifa‟i, dkk., 2004: 14. Integrasi adalah menjadikan al-Qur‟an dan Sunnah sebagai grand theory pengetahuan, sehingga ayat-ayat qauliyah dan kauniyah dapat dipakai Bagir, 2005: 49-50. Paradigma integrasi ilmu adalah cara pandang ilmu yang menyatukan semua pengetahuan ke dalam kotak tertentu dengan mengasumsikan sumber pengetahuan dalam satu sumber tunggal Tuhan. Semesta sumber lain, seperti indra, pikir, dan intuisi dipandang sebagai sumber penunjang sumber inti. Dengan demikian sumber wahyu menjadi inspirasi estis, estetis, sekaligus logis dari ilmu. Bagaimana proses peleburan itu dilakukan, paradigma ini menempatkan wahyu sebagai hirarki tertinggi dari sumber-sumber ilmu lainnya, dan gerakan seperti Islamisasi ilmu sebenarnya dapat dikategorisasikan sebagai upaya mengintegrasikan ilmu ke dalam satu pohon ilmu, yaitu ilmu pengetahuan yang integrative. Dalam “Integrasi Ilmu dalam Persepektif Filsafat Islam”, Mulyadi Kartanegara, menjelaskan bahwa sumber basis ilmu-ilmu agama dan umum berasal dari sumber yang sama, yaitu dari Tuhan. Ilmu bertugas untuk mencari kebenaran sejati, sehingga dapat disimpulkan bahwa karena Tuhan adalah kebenaran sejati tentunya merupakan sumber bagi kebenaran-kebenaran yang lain, termasuk kebenaran yang dihasilkan dari analisa ilmu-ilmu umum. Menurut Mulyadi Kartanegara, mengartikan dikotomi bukan pemisahan tapi penjenisan, dan dikotomi ilmu ke dalam ilmu agama dan non agama dalam makna penjenisan sebenarnya bukan hal yang baru. Dalam sejarah, Islam telah mempunyai tradisi dikotomi lebih dari seribu tahun. Menariknya dikotomi tersebut tidak berdampak banyak pada sistem pendidikan Islam. Situasi ini malah berlanjut sampai sitem pendidikan sekuler Barat masuk mempengaruhi sistem pendidikan Islam lewat jalur gerakan imperealisme. Misalnya, penjenisan yang dilakukan oleh al-Ghazali w1111 dan Ibn Khaldun w1105 tidak mengingkari validitas dan status ilmiah masing-masing jenis keilmuan tersebut. Al-Ghazali dalam kitab Ihya „Ulumu din menyebut dua jenis ilmu „ilm Syariyyah dan Ghair Syariyyah. Sedangkan Ibn Khaldun membagi 25 ilmu ke dalam al-Ulum al Naqliyah dan al-Ulum al-Aqliyah. Meskipun al- Ghazali mengelompokkan ilmu-ilmu agama ke dalam kelompok Fardhu‟ „Ain dan Fardhu Kifayah , menurutnya, ia mengakui validitas ilmiah masing-masing. Bahkan sebaliknya, mempelajari ilmu logika dan matematika perlu dipelajari Kartanegara, 2005: 25-26. Kekayaan khazanah Islam klasik yang merupakan kontitusi peradaban Islam itu dapat dilihat pada tradisi keilmuan yang diwariskan kepada umat Islam. Terdapat tujuh tradisi keilmuan yang patut di apresiasi dan di kembangkan dalam konteks kekinian, yaitu: 1 Ilmu-ilmu al- Qur‟an; 2 Ilmu- ilmu hadits; 3 Ilmu-ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih; 4 Ilmu Kalam Teologi; 5 Filsafat Hikmah; 6 Sains astronomi, kimia, fisika, kedokteran, geometri; 7 Tasawuf Heriyanto, 2011: 45. Ketujuh tradisi keilmuan Islam itu harus dibaca dalam helaan nafas dalam atmosfer wahyu yang menginspirasi para sarjana muslim membangunn tonggak-tonggak ilmiah peradaban Islam. Kesaling terkaitan ilmu-ilmu itu ibarat sebuah pohon. Wahyu al- Qur‟an dan Hadits seperti akar dan batang dari pohon tradisi keilmuan Islam. Sedangkan ilmu-ilmu budaya, sains, dan institusi-institusi sosial seperti cabang-cabang pohon, di antaranya ada yang lebih dekat kepada batang dan yang lainnya lebih jauh. Namun semuanya merupakan bagian dari sebuah oragnisme yang tumbuh dari akar. Terintegrasinya ilmu-ilmu dalam Islam merupakan manifestasi dari pandangan Tauhid yang melihat seluruh objek telaah berbagai ilmu itu sebagai ayat-ayat Tuhan. Tidak mungkin berbagai tradisi keilmuan itu, jika dilacak sampai ke akar-akar kebenarannya, saling bertolak belakang atau kontradiktif lantaran sesama ayat Tuhan, sudah pasti saling mendukung. Tabel 2.1: Pandangan Integral-holistik Menurut al-Faruqi, intisari peradaban Islam, Tauhid mempunyai dua dimensi: metodologis dan konseptual. Dalam dimensi konseptual yang menentukan isi peradaban Islam, Tauhid adalah metafisika, etika, estetika dan masyarakat. Sedangkan dimensi metodologis yang menentukan peradaban Metodologis: Kesatuan, rasionalisme, toleransi Konseptual: Metafisika, etika, estetika, masyarakat TAUHID