Ilmu Pengetahuan Islam di Era Bani Umayyah

74 Sembilan belas tahun 724-743 M Nasution, 1977; 78-91, Yatim, 1994; 41-42, Usairy, 2003; 179-211. Benturan kelompok-kelompok di kalangan umat Islam, khususnya dalam bidang politik, berakhir dengan kemenangan Muawiyah bin Abi Sufyan, yang memproklamirkan Bani Umayyah, sebagai pemimpin daulah Islamiyah. Muawiyyah menjadi kholifah dengan berbagai cara, dan telah mengubah sistem musyawarah, menjadi sistem monarki. Hal tersebut banyak di dukung oleh kondisi umat Islam pada waktu itu. Sistem musyawarah dapat berjalan hanya pada satu generasi saja, yakni pada generasi didikan Nabi sendiri. Mu‟awiyah termasuk orang yang berhasil memadukan sistem musyawarah dengan sistem monarki dan daulat Islamiyah dapat dikuasai karena dia banyak memperhatikan riwayat dan kisah-kisah raja besar sebelumnya, baik dari kalangan Arab ataupun bukan Arab, untuk meniru serta meneladani siasat dan politik mereka dalam menghadapi pergolakan yang terdapat didalamnya Amin, 1965: 166. Menurut Musyrifah, Salah satu aspek dari kebudayaan adalah mengembangkan ilmu pengetahuan. Jikalau pada masa Nabi dan masa Khulafaur ar-Rasyidin perhatian ilmu pengatahuan pendidikan terpusat pada usaha memperdalam pengajaran Aqidah, akhlak, ibadah, mua‟amalah dan kisah-kisah al- Qur‟an, maka perhatian sesudah itu, sesuai dengan kebutuhan zaman, yakni tertuju ada ilmu-ilmu yang diwariskan oleh bangsa-bangsa sebelum munculnya Islam Sunanto, 2007: 38. Dalam daerah kekuasan Bani Umayyah, Ibu kota Daulah Umayyah terletak di Dasmaskus, suatu kota tua dinegri Syam yang berpenilnggalan kebudayaan maju. selain meneruskan wilayah taklukan pada masa Nabi dan Khulafaur ar-Rasyidin, bani Umayyah memperluas wilayah kekuasaannya di Andalus, Afrika Utara, Syam, Irak, Iran, Khurosan sampai benteng Tiongkok. terdapat kota-kota pusat kebudayaan seperti: Yunani, Iskandariyah, Antiokia, Marran, Yunde dan Sahpur, yang dikembangkan ilmuwan-ilmuwan beragama Yahudi, Nashrani dari Zoroaster. Setelah masuk Islam para Ilmuwan itu tetap memelihara ilmu-ilmu peninggalan Yunani, bahkan mendapatkan perlindungan. Sedikit banyaknya, perkembangan ilmu pengetahuan diluputi oleh para ilmuwan yang mendapatkan jabatan tinggi di istana khalifah. Seperti ada yang menjadi dokter pribadi, bendaharawan atau wajir Sunanto, 2007: 38. Oleh karena itu, berbagai bahasa, sistem tata Negara, kebudayaan, dan sejarahnya mesti dipelajari untuk menjalankan ketatanegaraan, hukum, serta penyebaran agama Islam secara jitu. Dalam perjumpaan dan percakapan dengan agama dan kepercayaan lain untuk membela agama Islam terhadap sisa-sisa agama dan kepercayaan lain itu, kaum Muslimin mulai mempelajari dan mempergunakan filsafat Yunani, tetapi dengan membersihkannya dari kekafiran. Oleh karena itu, mereka menerjemahkan karya-karya filsafat Yunani dan pengetahuan Yunani melalui bahasa Suryani karena aslinya telah musnah terbakar di perpustakaan-perpustakaan Iskandariyah ketika penyerbuan Julius 75 Kaisar pada tahun 48 pra-Masehi, kemudian dibakar oleh Kaisar Lucius Domitius Aurelianus pada tahun 272 M, dan terakhir oleh Jendral Theodosius pada tahun 371 M. ketika itu bahasa Suryani merupakan bahasa ilmu dan kesusastraan yang kaya dan banyak menerjemahkan karya filsafat dan pengetahuan dari bahasa Yunani. Dan keuntungan bagi para penerjemah adalah bahwa bahasa Suryani ini masih serumpun dengan bahasa Arab dan banyak kaum Muslimin yang pandai bahasa itu Poeradisastra, 2008: 14-15. Sebagaimana dalam Dhuha al-Islam , Ahmad Amin mengatakan “ diantara para kholifah bani Umayyah, Kholid bin Yazid sangat tertaik pada ilmu kimia dan ilmu kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana Yunani yang bermukim di Mesir untuk menerjemahkan buku-buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa Arab. Usaha ini menjadi terjemahan pertama dalam sejarah umat Islam” Amin, 1972: 225. Al-Walid bin Abdul Malik, memberikan perhatian kepada Bismaristan. Ia mendirikan Bimaristan di Damaskus pada tahun 884. Selanjutnya, pada masa Kholifah Umar bin Abdul Aziz memerintah, ia memerintahkan kepada para ulama secara resmi untuk membukukan hadits-hadits Nabi secara tidak resmi sebenarnya sudah ada sejak zaman sahabat telah membukukan. Kholifah Umar bin Abdul Aziz memilih Ibn Abjar, seorang dokter yang berada di Iskandariyah yang kemudian menjadi dokter peribadinya. Sehingga mempengaruhi pandangan kholifah terhadap ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lainnya yang berasal dari Yunani Susanto, 2007: 45. Terlepas dari ilmuwan-ilmuwan yang kemudian memeluk Islam. Namun ada juga ilmuwan yang tetap pada keyakinan mereka, di antaranya Yahya al Dimasyqi. Ia adalah seorang pejabat di masa khlaifah Abdul Malik bin Marwan, seorang penganut Kristen fanatik yang berusaha mempertahankan akidahnya. Yahya al-Dimasyqi, menggunakan metode logika untuk. Dengan sikap dan cara sudut pandang Yahya al-Dimasyqi, mendorong umat Islam menyelidiki dan memepelajari logika mereka untuk mempertahankan Islam sekaligus untuk mematahkan hujjah mereka Amin, t.t: 264. Pembicaraan mereka kemudian berkembang sampai menyinggung soal qadar dan sifat-sifat Tuhan. Kelompok yang banyak mempersoalkan masalah-masalah ini kemudian dikenal sebagai kelompok Mu‟tazilah. Kelompok ini dikenal sebagai golongan rasionalis Islam yang banyak mempergunakan akal dalam pembahasannya. Dalam Sejarah Islam Klasik, Musyrifah Sunanto berpendapat bahwa penyusunan ilmu pengetahuan secara sistematis sebagai berikut: Pengaruh lain dari ilmuwan-ilmuwan yang beragama Kristen adalah penyusunan ilmu pengetahuan secara lebih sistematis. Didikan ulama- ulama yang dikirim oleh khalifah Umar pada masa pemerintahannya menghasilkan ulama ahli ilmu dan sejumlah yang lebih besar dan lebih menjurus sesuai dengan lingkungan di mana mereka berada. Selain itu berubah pula dari sistem hafalan kepada sistem tulisan menurut aturan- 76 aturan ilmu pengetahuan yang berlaku. Pendukung ilmu tidak lagi berbangsa Arab asli tapi didukung pula oleh golongan non-Arab Susanto, 2007: 41. Dengan demikian, golongan diataslah yang mengubah sistem ilmu pengetahuan terjadi pada umat Islam. Sehingga hal tersebut meluas dan terjadi pembidangan ilmu pengetahuan sebagai berikut : Pertama, Ilmu pengetahuan bidang agama yaitu, segala ilmu yang bersumber dari Al- Qur‟an dan Hadits. Kedua , Ilmu pengetahuan bidang sejarah yaitu, segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah dan riwayat. Ketiga, Ilmu pengetahuan bidang bahasa yaitu, segala ilmu yang mempelajari bahasa nahwu, sharaf, dan lain-lain. Keempat , Ilmu pengetahuan bidang filsafat yaitu, segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing seperti ilmu mantiq, kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan ilmu tersebut. Pada masa Umawiyah Masyarakat Muslim telah banyak memperhatikan al ilmu al- naqliyah, yaitu ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al- Qur‟an al Karim yang meliputi Tafsir, Qiraat, al-Hadits dan Ushul Fiqhi, serta Lisaniyah seperti ilmu al-Lughah, ilmu Nahwu, ilmu al-Bayan dan al-Adab Maksum, 1999: 53-54. Empat bidang diatas saling bahu-membahu. Ahli ilmu agama dalam ajarannya memerlukan filsafat dan sejarah, ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fiqih memerlukan sya‟ir-sya‟ir dan adab dalam memahami ayat Al-Qur‟an dan Hadits, ahli sejarah dan tukang kisah memerlukan bahan yang terdapat dalam al- Qur‟an dan Hadits, demikian juga ahli filsafat memerlukan Al- Qur‟an, Hadits dan sejarah. Dengan demikian ilmu pengetahuan sudah merupakan suatu keahlian, masuk ke dalam bidang pemahaman dan pemikiran yang memerlukan sistematika dan penyusunan. Golongan yang sudah biasa dengan keahlian ini adalah golongan non-Arab yang disebut Mawali. 3 Karena kefanatikan kepada bangsa Arab, khalifah Abdul Malik bin Marwan mewajibkan bahasa Arab menjadi bahasa resmi negara, sehingga semua perintah dan peraturan serta komunikasi secara resmi memakai bahasa Arab. Akibatnya bahasa Arab dipelajari orang. Maka tumbuhlah ilmu qowaid dan ilmu lain untuk mempelajari bahasa Arab. 4 Kemajuan dalam bidang Administrasi dan bahasa, yakni dari bahasa Yunani dan Pahlawi ke bahasa Arab juga masih pada masa Abdul Malik. Orang- 3 Mawali berasal dari kata “Maula” artinya budak tawanan perang yang sudah dimerdekakan. Mereka mula-mula berasal dari bangsa Pesia atau keturunananya. Dalam perkembangan selanjutnya kata Mawali diperuntukan pula untuk bangsa lain selain Arab. Istilah ini muncul Karena bani Umayyah berusaha untuk mempertahankan kemusnian bangsa Arab. 4 Dengan menjadi bahasa resmi Negara pada masa bani Umayyah, maka bahasa Arab banyak digunakan di berbagai Negara sampai saat ini, seperti: Irak, Syiria, Mesir, Lebanon, Libia, Tunisia, Aljazair, Maroko, di samping Saudi Arabia, Yaman, Emirat Arab, dsb. 77 orang bukan arab pada waktu itu telah mulai pandai bahasa Arab. Untuk menyempurnakan pengetahuan mereka tentang bahasa Arab, terutama pengetahuan pemeluk Islam baru dari bangsa-bangsa bukan Arab, perhatian kepada bahasa Arab, terutama tata bahasanya, mulai diperhatikan. Inilah yang mendorong Sibaweih untuk pertama kali menyususn ilmu nahwu yang selanjutnya menjadi pegangan dalam soal tata bahasa Arab. Guna mendukung upaya ini, Abdul Malik juga membangun lembaga pendidikan yang dikenal dengan al-Badiah, yakni lembaga pengajaran bahasa Arab klasik, dengan tujuan selain untuk memasyarakatkan penggunaan bahasa Arab secara internasional, juga dalam rangka menjaga kemurnian bahasa Arab dari pengaruh bahasa non- Arab Nasution,1985; 63, Syahlabi, 1968; 34. Penduduk daerah Islam terdiri dari dua unsur, Arab dan Ajam. Masa sahabat kebanyakan yang berilmu adalah unsur Arab. Setelah ulama kalangan sahabat menyebarkan ilmunya ke daerah yang dikuasai, maka di sana unsur Arab dan Ajam bersama mengambil ilmu sehingga pada generasi berikutnya pemegang peranan dalam bidang ilmu pengetahuan adalah unsur Ajam. Adapun sebabya, seperti yang disimpulkan oleh Ibn Khaldun, bahwa agama pada mulanya belum memerlukan ilmu dan kecerdasan sesuai dengan kesederhanaan dan kebaduian bangsa Arab, agama masih merupakan hukum syari‟ah yang berupa perintah dan larangan Allah. Kebanyakan orang Islam hafal akan hukum tersebut dan mereka pun mengetahui sumbernya dari Al- Qur‟an dan Hadits, yang dapat mereka proleh dari Rasul dan sahabat. Pada waktu itu kaum Muslimin masih terdiri dari bangsa Arab yang belum kenal kepada pengajaran, karang- mengarang dan pembukuan ilmu, serta belum ada keinginan untuk itu karena memamng belum diperlukan. Kemudian ilmu-ilmu itu menjadi suatu kecakapan yang perlu dipelajari. Mulailah ilmu masuk ke dalam lapangan kepandaian dan kerajinan. Yang memiliki kerajinan dan kepandaian adalah orang Arab dan Ajam atau Mawali karena mereka mewarisi dari ibunya Amin, 1972: 191. Kemajuan dalam bidang ilmu agama Islam, dinasti bani Umayyah juga memiliki perhatian yang cukup besar terhadap pengembangan ilmu agama Islam, seperti tafsir, hadits, fiqih, dan ilmu kalam. Pada zaman inilah timbul beberapa nama seperti Hasan al-Bisri, Ibn Shihab al- Zuhri, dan Washil ibn „Ata yang merupakan para pakar dalam ilmu kalam. Yang menjadi pusat dari kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Bashrah di Irak Nasution, 1985: 34. Jadi, bisa dikatakan bahwa peradaban Islam pada masa itu sudah bersifat internasional, meliputi tiga benua; sebagian Eropa, sebagaian Afrika, sebagian Asia. Penduduknya meliputi puluhan bangsa menganut bermacam-macam agama, bermacam-macam kebudayaan, bermacam-macam bahasa.Semua itu disatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa pemersatu dan agama Islam menjadi agama resmi negara. Sedangkan berbagai kemajuan yang terjadi pada zaman dinasti Umayyah tersebut terjadi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu. Pertama , Adanya daerah yang luas yang memiliki berbagai kekayaan sumber 78 alam, adat istiadat, budaya, tradisi ilmiah dan lain sebagainya, keadaan alam ini setelah dikelola dengan baik dapat membawa kemajuan. Kedua, Adanya kebutuhan terhadap berbagai ilmu agama dan ilmu umum, serta lainnya bagi pembangunan wilayah yang luas itu. Ketiga, Adanya semangat dan motivasi yang kuat untuk membangun kejayaan Islam dan memberi manfaat bagi kehidupan umat manusia.

D. Ilmu Pengetahuan Islam di Era Abbasiyah

Apa yang telah dirintis oleh Daulah Umayyah di Damaskus 660-750 M. dilanjutkan oleh Daulah Abbasiyah 750-1258 M. Selanjutnya para khalifah bani Abbas yang terkenal antara lain: Abu al-Abbas, berkuasa Selama empat tahun 750-754 M., al-Mansur, berkuasa selama dua puluh satu tahun 754-775 M., al-Mahdi, berkuasa selama sepuluh tahun 775-785 M, Harun al-Rasyid, berkuasa selama kurang lebih dua puluh empat tahun 785-809 M, al- Ma‟mun, berkuasa selama dua puluh tahun 813-833 M., al- Mu‟tasim, berkuasa selama kurang lebih Sembilan tahun 833-842 M, al-Wathiq, berkuasa selama lima tahun 842-847 M., al-Mutawakil, berkuasa selama enam belas tahun 847-861 M, dan Mu‟tasim, berkuasa selama enam belas tahun 1242-1258 M. Yatim, 1994;49-60, al-Usairy, 2003; 213-236, Mahmudunnasir, 1991: 246-282. Sejarah mencatat, bahwa di zaman khalifah Abbasiyah ini, Islam pernah mencapai puncak kedidak jayaan. Diantara kemajuan tersebut sebagai berikut: Pertama , kemajuan dalam bidang administrasi pemerintahan. Khalifah al- Mansur, mengadakan tradisi baru dengan mengangkat wazir yang membawahi kepala-kepala departemen. Untuk memegang jabatan wazir ini, al-Mansur pilih Khalid Ibn Barmak, seorang yang berasal dari Balkh di Persia. Khalifah Abu Ja‟far Abdullah al-Mansur, telah memperkerjakan para penerjemah yang menerjemahkan buku-buku kedokteran, ilmu pasti dan filsafat dari bahasa Yunani, Parsi dan Sanskrit Poeradisastra, 2008: 15. Kedua , kemajuan dalam bidang ekonomi. Khalifah al-Mahdi, melakukan perbaikan dan peningkatan dalam bidang ekonomi. Pertanian ditingkatkan dengan mengadakan irigasi, penghasilan gandum, kurma dll., bertambah. Demikian pula hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi berkembang dengan pesat. Kegiatan dagang transit antara Timur dan Barat juga berkembang dengan pesat. Berkenaan dengan ini, Bashrah menjadi pelabuhan yang penting. Ketiga , kemajuan dalam bidang kesehatan. Di zaman Harun al-Rasyid kehidupan yang makmur, kecukupan, dan kemewahan sebagaimana yang dilukisan dalam cerita 1001 malam telah mewarnai kehidupan masyarakat. Kekayaan yang banyak, digunakan olehnya untuk keperluan sosial. Untuk itu ia mendirikan rumah sakit, menyelenggarakan pendidikan kedokteran, dan farmasi. Sejarah mencatat, bahwa pada masa itu, Baghdad terdapat 800 dokter. 79 Keempat , kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Di zaman khlaifah al-Ma ‟mun perhatian terhadap pembangunan dan pengembangan di bidang ilmu pengetahuan mengalami peningkatan. Upaya ini antara lain dilakukan dengan melakukan penterjemahan buku-buku, kebudayaan Yunani dengan cara menggaji melakukan penterjemah dari penganut agama lain. Untuk kegiatan ilmiah ini, al- Ma ‟mun juga mendirikan Bait al-Hikmah dan berbagai lembaga pendidikan, berupa sekolah atau lembaga atau madrasah. Selain itu, al-Ma ‟mun juga mendatangkan buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat dari Bizantium yang selanjutnya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Kegiatan penterjemahan ini berjalan kira-kira satu abad lamanya. Bait al-Hikmah didirikan oleh al-Makmun, bukan hanya merupakan pusat penerjemahan, tetapi juga berperan sebagai akademik yang mempunyai perpustakaan. Di antara cabang-cabang ilmu pengetahuan yang diutamakan di Bait al-Hikmah adalah ilmu kedokteran, astronomi, matematika, optic, geografi, fisika, sejarah, filsafat dan agama Yatim, 1994: 49-60, Al-Usairy, 2003: 139-177, Mahmudunnasir, 2003: 266- 272. Kelima , kemajuan dalam bidang pendidikan. Pada zaman ini antara lain didirikan Bait al Hikmah di Baghdad dan al-Azhar di Kairo yang hingga kini masih harum namanya sebagai Universitas Islam yang tertua dan termuka usianya di seluruh dunia. Keenam , kemajuan dalam bidang peradaban dan kebudayaan. Di zaman Harun al-Rasyid, didirikan pemandian-pemandian umum, berbagai gedung- gedung, masjid, istana raja, jembatan, irigasi, pertambangan, industry logam, kerajina, perhiasan, lukisan yang indah dsb. Semenjak dunia Islam pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya makmur, sebaliknya dunia Barat masih dalam keadaan gelap, bodoh dan primitive. Dunia Islam sudah sibuk mengadakan penyelidikan di laboratorium dan observatorium. Dunia Barat masih asik dengan jampi-jampi dan dewa-dewa. Hal ini disebabkan agama yang dibawa Nabi Muhammad telah menimbulkan dorongan untuk menumbuhkan suatu kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam. Dorongan itu mula-mula menggerakkan teciptanya ilmu-ilmu pengetahuan dalam lapangan agama ilmu naqli, bermunculanlah ilmu-ilmu agama dalam berbagai bidang. Kemudian, ketika umat Islam keluar dari Jazirah Arab, mereka menemukkan perbendaharaan Yunani. Dorongan dari agama ditambah pengaruh dari perbendaharaan Yunani menimbulkan dorongan untuk munculnya berbagai ilmu pengetahuan untuk muncul berbagai ilmu pengetahuan di bidang akal ilmu aqli Sunanto,2007: 54, Poeradisastra, 2008: 15. 5 5 Al- Ma‟mun ibn Harun Al-Rasyid pada tahun 830 M .mendirikan Darul Hikmah atau akademi Ilmu pengetahuan pertama di dunia, terdiri dari perpustakaan pusat pemerintahan, observatorium bintang dan universitas darul‟l ulum. Bahkan fakultas kedokteran telah didirikan pada tahun 765 M oleh Jurjis Ibn Naubakht. Al- Ma‟mun mengirimkan serombongan penerjemah ke Konstatinopel, Roma, dll.yang antara lain terdiri dari Abu Yahya Ibn al-Batriq w.815 M,