Tradisi Meneliti Berkembangnya Tradisi Intelektual Zaman al-Ma’mun

163 penelitian bayani 12 dengan menggunakan langkah-langkah sebagaimana yang dilakukan para mujtahid dengan berbagai syarat yang harus dimilikinya. Selanjtnya, untuk mendapatkan ilmu alam yang berdasar pada alam jagat raya harus menggunakan metode ijbari, 13 yakni observasi dan eksperimen yang dilakukan di laboratorium. Untuk mendapatkan ilmu sosial yang berdasar pada perilku manusia harus menggunakan metode penelitian burhani, 14 yang dilakukan dengan mengumpulkan data dan fakta di lapangan. Untuk mendapatkan ilmu filsafat harus menggunakan metode penelitian ijbali 15 yang dilakukan dengan menggunakan cara berfikir sistematik, radikal, universal, mendalam, dan spekulatif. Untuk mendapatkan ilmu makrifat harus menggunakan metode penelitian irfani 16 12 Penelitian bayani adalah penelitian yang berupaya menjelaskan kandungan ayat-ayat al- Qur‟an dan as-Sunah, menjelaskan berbagai aspek ajaran yang terdapat di dalamnya, baik yang berkenaan dengan akidah ilmu Aqaid, ibadah dan hukum Islam fikih, akhlak tentang etika dan sopan santun. Untuk dapat memahami dan menarik hukum yang terdapat di dalam al- Qur‟an tersebut para ahli misalnya berusaha berijtijad dengan menggunakan berbagai kaidah ushul fiqih, ilmu bahasa, ilmu al- Qur‟an, ilmu Hadis dsb. Melalui penelitian bayyani dengan menggunakan metode ijtihad dan ini lahirlah para ulama mujtahid dalam bidang fiqih, tafsir dan sebagainya. 13 Secara harfiyah, ijbari artinya memaksa atau mencoba. Adapun dalam penelitian, ijbari maksudnya mengadakan percobaan atau eksperimen di laboratorium berkenaan dengan benda-benda alam, baik yang padat, cair atau gas, binatang atau manusia secara fisik. Caranya antara lain membandingkan antara satu benda dengan benda lain, memasukkannya ke dalam tabung, mencampurkannya dengan unsur benda lainnya, mengamati, dan mencari reaksi yang ditimbulkannya yang dilakukan secara berulang-ulang dan selanjtnya menarik kesimpulan sebagai teori. Selanjutnya teori yang sudah ada dipadukan dengan cara teknik pembuktiannya, maka melalui penelitian dan percobaan serta penerapan teori ini, maka lahirlah teknologi. 14 Secara harfiyah, burhani artinya fakta atau bukti-bukti. Adapun dalam penelitian, burhani artinya mengumpulkan data-data melalui penyebaran angket, observasi, wawancara, keterlibatan secara langsung dsb. maka dapat di ketahui tentang sifat dan karakter tentang fenomena sosial yang kemudin disimpulkan dalam sebuah pernyataan atau pendapat yang diperkuat dengan data-data. Penelitian burhani bisa digunakan untuk ilmu-ilmu sosial, ekonomi, politik, budaya dan agama. 15 Secara harfiyah ijbali adalah perdebatan atau bantahan. Namun dalam penelitian, jadali artinya mengerahkan segenap kemampuan akal untuk memikirkan segala sesuatu secara mendalam, sietemik, radikal, universal, spekulatif, dialektif dan komperhensif lalu dihasilkan sebuah pemikiran yang matang dan mendalam sehingga secara logs dapat diterima oleh akal orang laindan sulit terbantahkan, kemudian digunakan untuk menjelaskan tentang sesuatu. Misalnya, filsafat tentang kejadian alam dsb. Filsafat tidak bisa di katakan ilmu karena kurang memenuhi ciri-ciri ilmu. Akan tetapi filsafat adalah induk ilmu dan yang melahirkan ilmu . 16 Secara harfiyah irfani adrtinya tentang pengetahuan Tuhan secara mendalam. Adapun dalam penelitian irfani adalah berupaya memperoleh makrifat, laduni, futu, mauhubah yang dilakukan dengan cara melatih diri riyadhah dan mengendalikan diri dari dosa mujahadah untuk hanya mengingat, mendekati dan mencintai Allah Swt. Penelitian irfani menggunakan berbagai potensi rohani yang dimiliki manusia, yaitu 164 yang dilakukan dengan melakukan riyadah dan mujahadah disertai upaya pembersihan diri dari dosa dan maksiat Nata, 2011: 382. i. Tradisi Berijtihad Tradisi ini merupakan penopang risalah Islam yang abadi. Hal tersebut menjadi bukti bagi manusia, bahwa Islam selalu memberikan pintu terbuka bagi akal pikiran manusia yang selalu mencar-cari, Ijtihad ini bukan saja diperkenankan, melainkan diperintahkan. Hal ini antara lain didasarkan para Hadis yang berisi dialog Rasululla h Saw. dengan Mu‟adz bin Jabal ketika Nabi mengangkat ia menajadi gubernur Yaman. Nabi bertanya, bagaimana kalau dalam memutuskan perkara yang terjadi di Yaman tidak dijumpai dasar hukummya di dalam al- Qur‟an dan Sunah, maka Mu‟adz pun menjawab bahwa ia akan memutuskannya dengan berijtihad menggunakan akal pikiran. Di zaman pemerintahan khalifah al- Ma‟mun Dinasti Abbasiyah, Islam dalam kejayaannya di masa khalifah al- Ma‟mun, pada masa itu pemerintahan banyak didominasi oleh kaum yang berpaham Mu‟tazilah, bahkan khalifah al- Ma‟mun sendiri pun berpaham Mu‟tazilah. Ia menerapkan madzhab Mu‟tazilah resmi sebagai madzhab yang dianut negara pada tahun 827 M. Ia dikenal karena intelektualitasnya dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, serta jasa-jasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Ia banyak mengumpulkan buku-buku untuk disimpan di perpustakaan Baitul Al-Hikmah yang merupakan sebuah pusat pengkajian dan kejayaan ilmu yang tak tertandingi, sebagai “Centre for Excellence” Muthahari, 2011: 207. Ia juga banyak mengundang banyak penterjemah untuk menterjemahkan buku-buku sains dan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab dengan imbalan gaji yang besar dan memuaskan. Kehausan akan ilmu pengetahuan mendorongnya untuk menyibukkan diri dalam mempelajari berbagai pemikiran sains dan filsafat. Hajar Al-Asqalani, Hady al-Sari, Riasah Idarat al-Buhuts al- „Ilmiyah wa al-Ifta wa al-Da‟wah wa al-Irsyad Ritadh,t.t, 6-7. Di masa pemerintahannya, al- Ma‟mun menerapkan sistem politik Mihnah . Mihna yang berarti ujian, semacam lembaga penyelidikan paham seseorang, al-Atsir, t.t:3. Bagi seluruh orang yang akan dan sudah terlibat dalam pemerintahan, termasuk para ulama yang banyak memberikan informasi atau fatwa kepada masyarakat. Bagi al- Ma‟mun, orang-orang yang berpaham syirik tidak boleh menduduki jabatan dalam pemerintahan. Kaum Mu‟tazilah, termasuk juga al-Ma‟mun, dalam qalbu hati dll. Semua potensi rohani ini dibersihkan dengan cara riyadhah atau mujahadah lalu ia memperoleh pengetahuan. Penelitian ini antara lain dilakukan oleh para ahli tasawuf yang haasilnya ia sampaikan dalam bentuk ungkapan-ungkapan batin dalam bentuk syair yang mereka susun berdasarkan pada pengalaman batinnya. 165 menyebarkan pahamnya cenderung menggunakan kekerasan. Orang-orang yang sewaktu diuji ternyata didapati berbeda atau menentang terhadap keyakinan Mu‟tazilah, maka mereka akan dihukum, bahkan tidak sedikit yang kemudian dibunuh. Kaum Mu‟tazilah adalah golongan yang membawa persoalan teologi secara mendalam dan bersifat filosofis. Dalam pembahasannya mereka lebih banyak menggunakan akal, sehingga sering dijuluki kaum rasionalis Islam. Paham ini diawali dan dikembangkan oleh Washil ibn Atha. Al- Ma‟mun memanfaatkan kekuasaan pemerintahan Islam untuk mengajak rakyatnya menganut paham bahwa al- Qur‟an itu adalah makhluk Zahra,1996:178. Pada saat itu yang dijadikan bahan perdebatan dan bahan ujian dalam pemerintahan al- Ma‟mun adalah tentang al-Qur‟an itu adalah makhluk Allah dan dia tidak bersifat qadim. Bagi yang berpaham al- Qur‟an itu qadim dan bukan makhluk, berarti dianggap telah menduakan Allah atau syirik yang berdosa besar, bahkan dosanya tidak akan diampuni Masood, 2009: 46. Setelah wafatnya al-Ma ‟mun, paham Mutazillah diteruskan oleh adiknya yakni al- Muta‟sim, ulama yang tidak sejalan dengan dasar resmi Negara banyak di jebloskan kepenjara dan disiksa bertahun- tahun, diantaranya ulama yang terkenal “Ahamad Ibn Hambal”. Karena pertentangan bahwa al-Qur‟an bukan makhluk. Pada masa al Ma‟mun, sempat dibebaskan. Namun dipenjarakan kembali pada masa Muta‟sim Khalikan, t.t: 217. Akan tetapi tradisi ini meskipun pada masa al- Ma‟mun di dominasi Muta‟zilah, tetap saja tradisi berijtihad menyebabkan lahirnya para fuqoha bidang hukum, para teolog dalam bidang kalam, para muhaddits dalam bidang hadits, para mufasirin dala bidang tafsir, dan seterusnya. Sikap Ijtihad demikian pada zaman al-Mansur, hingga zaman al- Ma‟mun misalnya ditunjukkan oleh Abu Hanifah 699-767 M, Imam Malik 714- 798 M, Imam Syafi‟i 767-854 M dan Ahmad ibn Hanbal 780-855 M. Abu Hanifah misalnya, pernah berkata: “Tidak halal bagi seseorang berpendapat dengan pendapat kami sehingga ia mengetahui dari ma na sumber pendapat itu. Selanjutnya Imam Malik berkata: “Aku ini hanya seorang manusia yang salah dan mungkin benar, maka koreksilah pendapatku. Segala yang sesuai dengan al- Qur‟an dan Sunah ambilah ia, dan segala yang tidak sesuai dengan al- Qur‟an dan Sunah tinggalkanlah ia. I mam Syafi‟i juga pernah berkata: “Apa yang telah kukatakan padahal bertentangan dengan perkataan Nabi, maka apa yang shahih dari Nabi itulah yang lebih patut kamu ikuti. Janganlah kamu taklid kepadaku. Selanjutnya Imam Ahmad bin Hanbal, pernah berkata: “Janganlah kamu bertaklid kepadaku Ambilah dari sumber mana mereka itu mengambil”Razak, 1997:111, Daftari, terj. Jabali dan Thalib, 2001:63. 166 Kualiatas intelektual sesorang tidak semestinya sama antar satu dengan yang lainnya, meski dalam jenis dan jenjang pendidikan yang sama. Tergantung pada sejauh mana masing-masing orang menyerap beragam ilmu pengetahuan yang diterimanya dan berupaya menerapkannya di tengah kehidupan bermasyarakat Lisa‟diyah, 2006: 101. Dengan tradisi inilah, para ulama dan ilmuwan Muslim di zaman dahulu dapat memiliki keleluasaan dalam mengeksplorasi gagasan dan pemikirannya dan dengan demikian mereka dapat menghasilkan karya- karya originalitas yang diperlukan bagi masyarakat Muslim di dunia. Tabel 4.1: Kronologi Riwayat Hidup Ulama dan Ilmuwan serta Keahlianya dalam segi Ilmu Pengetahuan Zaman al- Ma‟mun. N0 Nama Ulama Ilmuwan Riwayat hidup Keahlian ilmu 1 Jabir ibn Hayyan 721-815 M Kimia 2 Abu Nawas 747-815 M Syair 3 Imam Syafi‟i 767-820 M Fikih 4 Muhammad ibn „Umar al-Waqidi 748-823 M Sejarah, Fikih dan Hadis 5 Ibn Hisya w.834 M Sejarah 6 Al-Nazaam 801-835 M Teologi 7 Ahmad Ibn Hanbal 780-855 M Fikih 8 Ibn Sa‟id w.834 M Sejarah 9 Muhammad ibn Sa‟id 784-845 M Sejarah, Hadis 10 Al-Khawarizmi 780-874 M Astronomi 11 Abu Huzail al- „Allaf 752-849 M Teologi MUta‟zilah 12 Ishaq al-Mawshili 767-850 M Sya‟ir dan penyanyi 13 Al-Jahizh 776-869 M Sastrawan 14 Imam al Bukhari 810-870 M Hadis 15 Hunayn ibn Ishaq 809-873 M Fisikan dan kedokteran

E. Pengembangan Ilmu Pengetahuan Sains dan Pengaruhnya

terhadap Sistem Kemajuan Masyarakat Islam Secara prinsip dan konseptual bahwa pemahaman dan konsep Islam sebagai konsep universal, segala ilmu pengetahuan hakikatnya adalah bersumber dari satu, yakni Allah SWT sebagai sumber segala ilmu. 167 Perhatian orang-orang Muslim terhadap menuntut ilmu, dikarenakan adanya dukungan oleh ajaran yang menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu. Ketika dipuncak kejayaan dalam dunia Islam bersikap terbuka dalam bidang keilmuan, sehingga jika ada satu buah kitab ilmu pengetahuan di ujung negeri Cina sekalipun, niscaya akan diburu untuk diterjemahkan Muthahari, 2011: 226. Hal demikian itu tidak lain sebagai implementasi dari al- Qur‟an dan Hadist Nabi Muhammad Saw. Allah mengungkapkan penghargaan yang begitu tinggi kepada orang-orang beriman yang berilmu dengan tanpa membatasi jenis ilmu tersebut. Penghargaan Allah tersebut telah diabadikan dalam firman- Nya:                “.... niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat .... ”.QS. Al-Mujadilah [58]: 11 Departemen Agama R.I, 2005:543. Ditambah lagi Rasulullah Saw. juga sangat mencintai ilmu pengetahuan melalui beberapa sabdanya dengan tanpa memisahkan jenis- jenis ilmunya. ةملسم ملسم لك ىلع ةضيرف ملعلا بلط “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim, laki-laki maupun perempuan ”. Hadits Shahih Riwayat Ibn „Adiy, Baihaqi, Thobroni, dan Khatib, Bek, 1948:107. ةنّجلا ىلا اقيرط هب ها ل س املع هيف سمتلي اقيرط كلس نم “Barangsiapa merintis jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga ” H.R. Muslim Al-Ghazali,1983:33. Dengan dasar konsep dan pemahaman inilah akhirnya umat Islam mencapai puncak kejayaannya. Dikarenakan para pemimpin umat Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan. Sehingga, meskipun mereka tahu bahwa Yunani adalah bukan Islam, dan juga bukan pemerintahan Islam dan ilmu pengetahuannya pun cenderung hellenis, tetapi pemerintahan Islam di kala itu menerjemahkan secara besar-besaran hasil karya ilmu pengetahuan yang sudah dikembangkan Yunani, tentu dengan terlebih dahulu melakukan seleksi terhadap ilmu-ilmu tersebut dan melakukan penyesuaian dengan semangat agama Islam Burns Ralp, 1963: 246-247.