Tradisi Berdebat Munazarah sebagai Latihan Intelektual
154
mendorong pengikutnya untuk menuntut ilmu sejauh mungkin hingga ke negeri Cina.
Tradisi rihlah ilmiah tampaknya sudah berjalan cukup lama. Menurut Hasan, tradisi rihlah ini sudah berjalan sejak, khalifah Harun al-
Rasyid, misalnya pelajar Muslim mengadakan perjalanan ke India, Srilanka, Malaysia, dan Cina, bahkan sejauh Korea melalu laut Hasan,
1992: 135. Pelajar banyak yang melakukan rihlah sampai keluar negeri untuk menuntut ilmu pengatahuan.
Imam Bukhari w. 870 adalah sorang perawi Hadis termasyhur untuk mengumpulkan Hadits-Hadits yang shahih, mula-mula ia akan
mengumpulkan terlebih dahulu yang berada di negerinya, setelah itu ia pergi Balkh, Marw, Naisapur, al-Rai, Baghdad, Basrah, Kufah, Mekkah,
Madinah, Mesir, Damaskus, Qisariyah, „Asqalan dan Hims. Pada setiap negeri yang dikunjunginya ia kumpulkan Hadis-hadis yang didapat
kemudian ia kembali lagi ke negerinya setelah memakan waktu selama 16 tahun di Turkistan Khalifah, t.t: 541. Meskipun ia menolak ribuan
Hadits yang ia dengar, namun pada akhirnya ia menyususn 7.397 Hadits sebagaimana yang tertuang dalam karyanya Shahih Bukhori Bukhsh,
1927: l.449-450, Al-Bukhari, 1960: 1296-1297.
Pada tahun 198 H813 M, Imam Syafi‟i pindah ke Mesir karena pemerintahan dipegang oleh kholifah al-
Ma‟mun, yang cenderung berpihak kepada Mu‟tazillah, yang justru di jauhi oleh Imam Syafi‟i yang
kurang menyukai Mu‟tazillah karena menganut paham bahwa al-Qur‟an itu makhluk. Hal ini tampaknya jelas terjadi pada peristiwa mihnah yang
menimpa Ahmad ibn Hanbal sebagai ahli fiqih. Selain Imam Syafi‟i yang cenderung melakukan rihlah ilmiah,
Ahamd ibn Hanbal juga demikian. Ketika masih kecil ia belajar kepada guru-guru yang ada di Baghdad. Setelah berusia 16 tahun, ia baru
berangkat menuntut ilmu keluar kota maupun negeri seperti Kuffah, Bashrah, Syam, Yaman, Mekkah, dan Madinah Bukhari, Abdullah
Superwarior. Pada setiap kota ataupun negeri yang disinggahinya ia tak segan-segan berguru kepada syekh, terutama dalam bidang Hadits. Setiap
mendengar pada suatu kota tempat ada ulama yang ahli dalam ilmu Hadits, beliau langsung berangkat ke kota tersebut.
Imam Syafi ‟i 150-204 H dinilai sebagai tokoh yang mampu
memiliki aliran pemikiran hukum Islam. Pertama, aliran ahl-al- ra‟y yang
berkmbang di lembah Mesopotamia, yang menjadi pusat pemerintahan dan peradaban Islam di Baghdad dengan pemimpin imam Abu Hanifah,
Kedua. aliran ahl al-hadits di Hijaz dengan tampilannya seorang sarjana
Madinah. Ia pernah belajar dan berguru dengan Imam Malik dan al-
155
Syaybani pengikut mazhab Hanafi Bukhsh, 1927: 449-450, Robson, 1960: 296-1297.
Ia berpendapat bahwa mencari ilmu lebih utama dari menjalankan shalat sunah. Bahkan orang yang memuntut ilmu pun lebih uatama dari
orang yang berjihad di jalan Allah. Dalam pandangannya, bahwa sorang mujahid yang berjuang dijalan Allah. Selama seorang pelajar memiliki
niat yang bersih dan betul-betul mencari ilmu untuk kemashlahatan diri dan masyarakat, maka ia akan senantiasa mendapatkan bimbingan dari
Tuhan.
Orang yang tidak mencintai ilmu, menurut Syafi‟i tidak memiliki kebaikan sama sekali. Sehingga tidak ada antara pembatas pengetahuan
dan kebenaran. Sudah tentu demikian, sebab pengetahuan diperoleh dengan ilmu. Kebenaran pun akan sulit diperoleh tanpa bekal ilmu. Ilmu
menjadi pelita bagi pemiliknya yang meneranginya di kala kesulitan. Ilmu bisa menjadi salju yang bisa menyejukkan di kala kepayahan; ilmu juga
mampu menjadi petunjuk dalam mencapai tangga kebenaran Musfah, 206: 313-314.
Ishaq al-Mawshili 767-850 M seorang penyanyi yang paling terkenal pada masa al-
Ma‟mun, suatu ketika menghadiri majelis Yahya ibn Aktsam dan mendebatnya. Sedangkan dalam pertemuan di istana, ia
sering duduk bersama para ulama dan sastra. Al- Ma‟mun pernah berkata
padanya, “Jika Ishaq al-Mawshili belum terlanjur terkenal sebagai penyanyi yang ulung di kalangan manusia, maka aku akan
mengangkatnya menjadi seorang qadhi” Amin, 1995: 80. Kiranya pantas al-
Ma‟mun mengatakan demikian, karena kehidupannya adalah dengan cara membeli budak yang sangat murah, lalu di ajari bernyanyi, sastra,
musik, bahasa, kemudian dijual dengan harga yang sangat mahal. Hal tersebut membuktikan bahwa al-
Ma‟mun tidak sembarangan mengangkat seseorang menjadi pejabat pemerintahan. Oleh karena itu wajar ia
menganut paham Muta‟zilah yang mengandalkan akal. Selain itu adanya kejadian Mihnah adalah sebab ia seorang yang begitu teliti dalam memilih
seseorang yang akan memegang jabatan pemerintahan. Yahya bin Yahya al-Laithy seorang ahli Hadits, pergi ke Timur
dalam berusia 28 tahun. Ia pergi ke Madinah untuk mendengarkan al- Muwaththa dari Imam Malik. Kemudian berangkat ke Mekkah untuk
mendengarkan ilmu Sufyan bin „Uyainnah. Kemudian pergi ke Mesir untuk mendengarkan ilmu dari al-
Laith bin Sa‟ad dan Abdullah bin Wahab. Setelah itu ia pun kembali ke Andalus, tempat dimana ia tinggal
Amin, 1995: 1003. Aktivitas keilmuan pada zaman al-
Ma‟mun mencapai puncak keemasan dalam sejarah kemajuan Islam, karena al-
Ma‟mun sendiri adalah seorang ulama besar. Majelis al-
Ma‟mun penuh dengan para ahli
156
ilmu, seperti ahli sastra, ahli kedokteran, dan ahli filsafat. Mereka diundang oleh al-
Ma‟mun dari segala penjuru negeri yang telah maju. Terkadang ia sendiri yang berperan aktif dalam berdiskusi dan juga
berdebat dengan para ahli tersebut Yunus, 1992: 172. Baitul Hikmah, tempat berkumpulnya buku-buku berbagai ilmu pengetahuan dalam
bermacam-macam bahasa. Demikian pula di sana tempat berkumpulnya ulama-ulama besar.
Para pelajar melakukan rihlah ilmiah bukan semata-mata mendengarkan ilmu pengetahuan saja dari guru-guru, melainkan juga ada
yang hendak
mengadakan penyelidikannya
sendiri. Mereka
mengumpulkan bahan-bahan ilmu dari hasil penyelidikan. Mereka mencatat apa yang di alami dan dilihat sendiri kemudian dibuktikan apa
yang telah diselidikinya. Kemudian, buku itu menjadi sumber yang asli yang dapat dipertanggung jawabkan ke otentikannya.