Pandangan Islam tentang Alam

50 apabila di tebang, ia akan mengeluarkan getah, hal tersebut sebagai respsentasi bahwa pohon memiliki jiwa dan merasa sedih mengeluarkan air mata jika di tebang rusak kelestariannya. Akan tetapi alam juga akan menjadi sahabat bagi manusia, apabila ia di lestarikan, di manfaatkan dan di rawat, maka pohon akan mengeluarkan bunga dan juga buah yang dapat dimakan oleh manusia, hal tersebut adalah sebagai tanda trimakasih alam kepada manusia sebagai kholifah di Bumi. Alam mengandung ayat-ayat Allah kauniyah sebagai tanda bahwasanya alam merupakan kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa, Menurut Islam pandangan terhadap alam semesta bukan hanya berdasarkan akal semata. Alam semesta difungsikan untuk menggerakkan emosi dan prasaan manusia terhadap keagungan al-Khaliq, kekerdilan manusia di hadapan-Nya, dan pentingnya ketundukan kepada-Nya. artinya, alam semesta dipandang sebagai dalil qath‟i yang menunjukkan keesaan dan ketuhanan Allah. 1. Alam semesta adalah diciptakan untuk satu tujuan Alam semesta ini tidak diciptakan berdasarkan permainan atau senda gurau. Firman Allah:                  Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”Q.S.ad-Dukhaan:38-39 2. Tunduknya semesta adalah takdir Allah. Pandangan Islam terhadap alam semesta menimbulkan berbagai dampak dalam bidang pendidikan, diantaranya adalah Firman Allah:                          51                      Dan suatu tanda kekuasaan Allah yang besar bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, Maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan. Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah- manzilah, sehingga setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya. Q.S. Yaasiin: 37-40 Peredaran matahari dan bulan pada garis edarnya tidak akan menyimpang dan tidak akan berbeda musimnya. Masing-masing berjalan menurut sunah kauniyah yang telah diciptakan Allah dan selaras dengan ketetapan Allah. Demikian pula dengan gerak kehidupan di bumi, Allah telah memberikan penghidupan yang sesuai dengan kadar dan ketentuan. Dia telah menurunkan sesuatu, hujan misalnya, kecuali menurut kadarnya. Kepada manusia, Allah telah mengajarkan ihwal perhitungan melalui pergantian siang dan malam, pergantian musim, dan bulan-bulan Komariyah.                           Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui 52 bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas . Q.S. Al- Israa‟: 12 Dari ayat-ayat di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, seluruh ilmu hitung bertumpu pada pengulangan satuan bilangan yang sama dan penambahan bilangan yang satu ke bilangan yang lainnya. Konsep tersebut berlaku pada sistem penjumlahan, yang menambahkan berbagai kelompok bilangan yang berbeda; sistem perkalian yang mengulang kelompok bilangan yang sama; sistem pengurangan yang membuang salah satu satuan bilangan; serta sistem pembagian yang membagian perkalian satuan bilangan sejenis dan sama. Konsep tersebut melahirkan manusia-manusia yang pakar dalam bidang aritmatika, aljabar, kalkulus, diferensial, atau kalkulus integral. Dengan demikian konsep dasar bidang-bidang ilmu hitung itu lahir dari perhitungan hari, bulan, dan tahun yang semuanya itu berkaitan erat dengan kekuasaan Allah untuk menentukan rotasi bumi, bulan dan musim. Dari gambaran di atas kita menemukan bahwa dalam mendidik manusia, al- Qur‟an memiliki dua prinsip ilmiah yang melengkapi aspek pasivisme, finalitas dan logika. Dua prinsip itu adalah: Pertama, Berulangnya berbagai kejadian semesta melalui sunnah yang ditetapkan Allah. Dia yang Mahaagung dan Mahatinggi berkuasa mengubah sunnah itu jika Dia kehendaki. Prinsip itu merupakan landasan dalam berfikir ilmiah, dengan landasan itu, manusia bereksploitasi dan berkreasi dalam segala fenomena peradaban. Sesungguhnya sunnah-sunnah semesta dengan segala kejadian, fenomena dan wujudnya, mulai dari yang berupa atom hingga yang terbesar, merupakan ciptaan Allah yang diturunkan sesuai dengan kadarnya, tidak lebih dan tidak kurang. Tidak ada satupun perkara yang melampaui batasan-Nya dan merusak keseimbangan atau sistem lain yang berdekatan, baik dengan mempengaruhi maupun dipengaruhi. Prinsip tersebut telah diambil oleh ilmuwan Muslim dari al- Qur‟an dan dikembangkan dalam sains. Dalam perkembangannya, ilmu-ilmu itu dikuasai oleh ilmuwan Eropa, terutama untuk hal-hal yang berhubungan dengan metode berfikir ilmiah, kaidah ilmu modern, dan logika. Prinsip inilah yang menunjukkan logika yang ilmiah, yaitu melakukan observasi ilmiah berdasarkan analogi kuantitatif, bukan berdasarkan deskripsi kualitatif. Dengan demikian, kita dapat mengembangkan akal secara cermat dan mengambil segala sesuatu berdasarkan analogi. 53 3. Keteraturan semesta adalah kekuasaan Allah Allah adalah penata sunnah semesta yang dengan topangan kekuasaan- Nya, Dia menjalankan dan mengatur semesta sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:          Dan Dia menahan [benda-benda] langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin- Nya…” Q.S. al-Hajj: 65 Manusia merupakan bagian dari alam semesta ini. Karenanya dalam segala persoalan hidup dan matinya, manusia harus tunduk pada ketentuan Allah, Penguasa tertinggi dan sunnah-sunnah ciptaan-Nya. 4. Alam semesta tunduk kepada Allah Dari bahasan terdahulu, kita dapat menyimpulkan bahwa seluruh semesta ini tunduk pada pengaturan, perintah, iradat dan kehendak Allah. Allah menjelaskan hal itu dalam berbagai ayat: Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada satupun melainkan bertasbih dengan memujinya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. sesungguhnya Dia adalah Mahapenyantun lagi Mahapengampun. Q.S. al- Israa‟: 16-17 Ketaatan dan ketundukan alam semesta membuktikan keagungan dan kesucian Allah. Maka manusia yang berfikir dan berakal, lebih layak lagi untuk mengakui nikmat dan karunia Allah, merasakan kebesaran-Nya, atau memuji dan menyucikan-Nya dengan bertasbih. Inilah pendidikan manusia yang paling mendasar. 5. Alam semesta ditaklukkan untuk manusia. Agama Islam adalah agama yang istimewa. Melalui pengarahan bahwa manusia telah diberi kekuasaan oleh Allah untuk memanfaatkan segala potensi alam semesta ini. Yang jelas, Allah telah menaklukkan alam semesta bagi 54 manusia, mulai dari yang pengaruhnya besar, seperti matahari, hingga yang pengaruhnya kecil, seperti atom dan lebah. Firman Allah:                                                          Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan pula bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan pula bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar dalam orbitnya; dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu keperluanmu dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah. Q.S. Ibrahim: 32-34                      55 Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menciptakan langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu. Q.S. al-Baqarah: 29                                                                                               Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. dan bintang-bintang itu ditundukkan untukmu dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang memahami Nya, Dan Dia menundukkan pula apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang mengambil pelajaran. Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan untukmu, agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar ikan, dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu 56 pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari keuntungan dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, dan Dia menciptakan sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk, dan dia ciptakan tanda- tanda penunjuk jalan. dan dengan bintang-bintang Itulah mereka mendapat petunjuk. Maka Apakah Allah yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan apa-apa ?. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran. Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang . Q.S an-Nahl: 12-18 Sebagaimana ayat di atas dapat juga dikatakan bahwa alam dapat membawa manfaat bagi manusia, Allah telah menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan, bintang-bintang untuk manusia dengan perintah-Nya. Hal tersebut sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda kekuasaan Allah. Dan Allah jugalah menundukkan lautan untuk umat manusia agar dapat memakan daripadanya ikan, dan mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang dapat dipakai manusia dalam berhias. Oleh karena itu sudah sepantasnya manusia supaya dapat bersyukur. Dan Allah menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak bergoncang, lalu Allah menciptakan sungai-sungai dan jalan-jalan agar manusia mendapat petunjuk, dan juga menciptakan tanda-tanda penunjuk jalan dengan bintang-bintang. Setiap ayat yang diturunkan sejak 14 abad silam, menuturkan pemanfaatan sinar matahari, cahaya bulan, tenaga angin, cahaya bintang, gunung-gunung, lautan, dan segala perkara yang telah ditundukkan Allah bagi manusia dan Allah pun telah memberikan kunci-kuncinya kepada manusia. Dan jika dilihat dari segi pendidikan, al- Qur‟an telah mendidik manusia dalam pemanfaatan alam semesta melalui cara yang tidak menyesatkan atau melampaui batas. Dengan demikian pemanfaatan tersebut mengotori air sungai, tidak berlebihan dalam memanfaatkan satwa lautan, serta tidak mendhalimi saudaranya lewat permusuhan atau dusta. Sebagaimana ayat-ayat Allah di atas terlihat jelas, bahwa alam di tundukkan kepada manusia agar mereka dapat berpikir dengan akal sehatnya, terdapat keagungan Allah. Oleh karena itu manusia harus dapat memanfaatkan alam sebaik mungkin dan tidak boleh di ekploitasi untuk kepentingan pribadi, agar alam senantiasa dapat terus membrikan manfaatnya untuk kelangsungan 57 hidup manusia. Jika tidak, maka alam jugalah yang akan memberikan dampak yang tidak baik untuk manusia, seperti pemanasan global yang sudah meresahkan masyarakat. Ayat-ayat di atas dan juga ayat lain yang sejenis mendorong manusia untuk melembutkan hati, memuji Allah, menyukuri nikmat Allah, bertasbih kepada Allah, dan bertauhid kepada Allah, serta mampu mendidik daya afeksi dan emosional manusia untuk tunduk kepada Allah. Selain itu melalui ayat tersebut, akal manusia terdidik untuk terbiasa dalam kondisi ilmiah. Artinya kita menggunakan prinsip praktis dan penggunaan kaidah-kaidah ilmiah dalam mengolah potensi alam untuk kesejahteraan manusia. Ketika manusia melihat alam begitu mengagumkan, maka alam pun disembah sebagaimana pada masyarakat Mesir kuno misalnya, dengan sifat keprimitifannya, jika sungai Nil menjadi kering maka mereka berupaya memberikan pengorbanan berupa wanita-wanita cantik untuk diberikan kepada alam untuk dikorbankan, agar alam kembali memberikan manfaat pada masyarakat Mesir kuno lewat sungai Nil tersebut. Akan tetapi jika melihat sisi Tauhid, sangat bertentangan sekali dengan Islam, bahwasanya Islam tidak mengajarkan sebagaimana pada masyarakat Mesir. Tetapi pada prinsipnya sama, bahwa alam dapat di manfaatkan guna kelangsungan hidup orang banyak. Ilmu adalah hasil usaha manusia dalam menentukan kebenaran, akan tetapi ilmu sifatnya tidak mutlak, karena ia adalah hasil pemikiran manusia, oleh sebabi itu ilmu dapat juga salah. Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu mengandung kebenaran dan juga kesalahan. Ilmu menggunakan bahan-bahan yang diciptakan oleh Tuhan, agar manusia dapat menggunakannya dengan bijak untuk memashlahatan umat manusia dimuka Bumi. Ilmu alat untuk bisa dekat dengan Tuhan, untuk bisa berbuat baik pada manusia. Oleh karenanya ilmu saling terkait antara, manusia, alam dan Tuhan. Ilmu alam adalam bersifat empiris dan juga rasional, sebagai contoh ilmu alam yang bersifat empiris: apabila ada tanaman yang ditanam, yang ditanam dengan perawatan menggunakan pupuk dan air yang cukup, maka tanaman tersebut akan tumbuh subur, dan akan menghasilkan buah yang banyak hal tersebut dapat diterima oleh akal, lalu ada tanaman yang diberi pupuk dengan yang tidak dapat diketahui perbedaannya sangat jelas. Oleh karenanya ilmu alam dapat memperkuat sendi-sendi keilmuan yang berdasarkan pada Tauhid. 58

D. Pandangan Islam tentang Dikotomi Ilmu

Jika dilihat dalam pesepektif Islam, adakalanya persepektif tersebut ditinjau dari perspektif al- Qur‟an dan hadits, karena dua hal tersebut merupakan sumber hukum utama umat Islam. Oleh karenanya, jika melihat hal tersebut yakni dikotomi ilmu dari tinjauan perspektif Islam, berarti sama halnya menyoroti dari tinjauan al- Qur‟an dan hadits. Al- Qur‟an dan al-Hadits sesungguhnya tidak membedakan antar ilmu Agama dan Islam dan Ilmu-ilmu Umum.Yang ada dalam al- Qur‟an adalah ilmu. Pembagian adanya ilmu agama Islam dan Ilmu-ilmu Umum adalah merupakan hasil kesimpulan manusia yang mengidentifikasi ilmu berdasarkan sumber objek kajiannya Nata, 2003: 69. Dalam Islam, sejak dahulu tidak pernah ada perbedaan atau pengkotakan demikian, hal ini terjadi sejak daerah-daerah muslim di jajah oleh kaum penjajah Belanda dengan mengarahkan agar umat muslim mengurangi kegiatan duniawi dan memberi persiapan lebih bagi persiapan hidup sesudah mati Rohan, 2009: 317-318. Sedangkan dalam ajaran Islam sendiri, sikap dikotomis terhadap ilmu dalam arti yang berlebihan, bahkan diskriminatif, bukan saja tidak didapati justru dalam al- Qur‟an dan Hadits, akan tetapi yang didapati justru sebaliknya, yakni bertentangan dengan pesan suci Tuhan yang memunculkan konsep ilmu yang integral dari al- Qur‟an dan Hadits itu sendiri. Bahkan al-Qur‟an dan Hadits sama sekali tidak melakukan diskriminasi dalam menyebut dan menganjurkan pendalaman ilmu pengetahuan ke dalam sebutan ilmu agama dan ilmu umum ilmu non-agama. Sedangkan menurut Husni Rahim mengatakan tentang masalah dikotomi dalam pendidikan agama dan pendidikan umum sebagai berikut: Munculnya masalah ini berawal dari keyakinan bahwa agama adalah langsung dari Tuhan, sedangkan ilmu adalah hasil pemikiran manusia. Keyakinan ini berkesimpulan bahwa agama adalah bersifat mutlak nisbi. Agama bertitik tolak dari keyakinan atau keimanan, sedangkan ilmu justru dimulai dengan keraguan dan ketidak percayaan. Seluruh ayat al- Qur‟an merupakan sumber ajaran utama agama Islam. Secara harfiyah diyakini datangnya dari Tuhan Yang mempunyai kebenaran mutlak. Akan tetapi terjemahan atau penafsirannya oleh manusia bersifat nisbi, yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan, kondisi dan situasi kehidupan manusia, termasuk di dalamnya berbagai ilmu agama yang meliputi ilmu tafsir, ilmu hadits, fiqih, ilmu tauhid dan sebagainya Rahim, 2005: 29. 59 Menurutnya pula, berdasarkan pengamatannya bahwa sebagian besar materi pendidikan agama Islam terdiri dari ilmu-ilmu ciptaan ulama Islam, maka dapat dinyatakan bahwa yang jelas –jelas merupakan ibadah mahdoh atau ibadah wajib, serta ayat-ayat al- Qur‟an Qath‟i, berdasarkan ajaran agama terutama yang menyangkut kehidupan masyarakat Mu‟amalah dapat dikembangkan sesuai zaman Rahim, 2005: 30. Segala ilmu pengetahuan seluruhnya pada hakikatnya berasal dari Allah, karena sumber-sumber ilmu tersebut berupa wahyu, atau pun alam jagat raya, manusia sebagai makhluk yang diberikan akal pikiran dengan segala intuisi batin yang diberikan oleh Allah. Dengan demikian para ilmuwan dalam berbagai bidang pun sebenarnya bukan pencipta, melainkan hanya penemu saja, sedangkan penciptanya tetap Allah. Atas dasar pandangan tauhid tersebut maka seluruh ilmu hanya dibedakan dalam nama dan istilahnya saja, sedangkan hakikatnya dan subtansi ilmu tersebut sebenarnya satu dan berasal dari zat Allah SWT. Atas pandangan ini, maka tidak ada pandangan dikotomis yang mengistimewakan antara satu ilmu atas pelbagai ilmu yang lainnya. 2 Selanjutnya, bukti bahwa al- Qur‟an dan Hadis tidak mengenal adanya pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum. Hal ini dapat dipahami dari uraian sebagai berikut: Pertama , di dalam ajaran Islam setiap penganutnya dianjurkan agar meraih kebahagiaan hidup yang seimbang antara akhirat dan dunia. Hal ini misalnya dapat di pahami dari ayat al- Qur‟an dan hadis sebagai berikut:                                “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan 2 Pandangan dikotomis ilmu pengetahuan sebenrnya tidak dikenal oleh Islam .sejak dahulu Islam tidak memberikan merek atau label nama terhadap ilmu yang dihasilkan dengan sebutan Islam. Islam hanya memberikan nama pada objek yang sesuai dengan subtansi, seperti Teologi, Fiqih, Tasawuf dsb. Sedangkan dikotomi yang ada di Indonesia adalah buah tangan dari colonial Belanda yang berpandangan skularistik, yaitu pandangan yang memisahkan antara urusan agama dengan urusan keduniaan.