Masa Remaja dan Dewasa Al-Ma’mun

99 mewujudkan kecintaan dan perhatian terhadap ilmu pengetahaun yang bukan saja bermanfaat bagi dirinya, tetapi berguna untuk sumber terbesar dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dikemudian hari karena mampu menguasai berbagai aspek ilmu pengetahuan yang dapat menyeimbangkan segala aspek penting dalam kehidupan. Selanjutnya al- Ma‟mun wafat pada tahun 218 H833 M di Tarsus, pada usia 48 tahun Syalabi, 1973: 144. Al- Ma‟mun selain merupakan seorang kholifah, ia juga merupakan seorang ilmuwan Muslim, penyair, khatib, muhaddits, serta mahir dalam bidang filsafat dan perbintangan. Ia juga dapat menguasai empat bahasa selain bahasa Arab, yaitu bahasa Yunani, Ibrani, Persia, India. Berkat perhatiaannya terhadap ilmu perbintangan, akhirnya ia membangun dua tempat pemantauan peredaran bintang, salah satunya terdapat di Syamsiah Baghdad dan yang satunya lagi dikenal dengan Mirshad al-Makmuni terdapat di puncak gunung Qasyiun Damaskus. Pada tahun 215 H 830 M, al- Ma‟mun mendirikan Baitul Hikmah di kota Baghdad, yang ia jadikan sebagai pusat ilmu dan ilmuan serta sekretariat tim terjemah. Dalam upayanya penterjemahan tersebut, buku- buku karya ilmuwan Barat dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan berhasil diterjemahkan. Begitu juga dengan buku-buku yang berbahasa Persia dan India. Buku-buku yang telah diterjemahkan sebelum masa al- Ma‟mun pun kembali di tinjau kembali sehingga lebih mengarah kepada kesempurnaan Gaudah, 2007: 330. Namun sebelum di dirikan Baitul- Hikmah, pada zaman Harun al- Rasyid telah berdiri Dar al-Hikmah di Baghdad. Perpustakaan dihampiri dengan hamparan karpet yang bagus, di hiasi dengan prabot yang mahal- mahal. Di himpun dalam buku dari berbagai sumber. Dilengkapi dengan alat tulis, pegawai-pegawai dan pesuruh-pesuruh untuk berkhidmat pada perpustakaan ini. Dan juga dilengkapi berbagai guru-guru dari berbagai bidang, seperti: ahli baca al- Qur‟an, fuqaha, astrolog, tata bahasa, filogi dan dokter Syalabi, 1973: 149. Semenjak awal pemerintahan Harun al-Rasyid 786-809 M problem sukesi sangatlah sengit. Harun telah mewasiatkan tahata kekhalifahan kepada putra tertuanya al-Amin dan kepada putra keduanya yang bernama al- Ma‟mun, seorang gubernur Khurasan dan orang yang berhak menaiki tahta kekholifaan setelah kakaknya. Setelah kematian Harun al-Rasyid, al-Amin berusaha mengkhianati hak adiknya dan menunjuk anak laki-lakinya yang akan menjadi penggantinya kelak. Akibatnya pecalah perang sipil. Al-Amin didukung oleh militer Abbasiyah di Baghdad, sementara al- Ma‟mun harus berjuang untuk memerdekakan Khurasan dalam rangka untuk mendapatkan dukungan dari pasukan perang Khurasan. Al- Ma‟mun berhasil mengalahkan saudara 100 tuannya, dan memploklamirkan kekhalifahaan pada tahun 813 M, namun peperangan sengit tersebut tidak hanya melemahkan kekuatan militer Abbasiyah, akan tetapi melemahkan warga Irak dan sejumlah provinsi lainnya Lapidus, 2000: 193-194. Kecakapan dan kepemimpinannya yang kuat membuatnya berhasil mengatasi banyak tantangan yang timbul, mulai dari tantangan untuk merebut kursi khalifah yang hendak diserahkan oleh khalifah al-Amin kepada putranya, sampai kepada tantangan pemberontakan- pemberontakan yang timbul di masa pemerintahannya dan permusushan dari kerajaan Romawi timur. Ia berhasil mengalahkan al-Amin, memadamkan pemberontakan Abu as-Saraya dan Muhammad Ibnu Ibrahim al Alawi 815, pemberontakan Babek al-Khirmiy 816 M, dan lain-lain dan Romawi timur untuk berdamai dengannya. Keberhasilan menjaga stabilitas kerajaan memungkinkannya untuk melaksanakan ambisinya yang besar untuk memajukan ilmu pengetahuan. Ia mendirikan lembaga ilmiah, Bait al-Hikmah, lembaga terjemah yang dilengkapi oleh perpustakaan yang besar dan observatorium. Ia menyediakan dana besar, baik untuk menggaji ilmuwan-ilmuwan yang berkerja menterjemahkan buku-buku asing atau berkerja bagi pengembangannya, maupun untuk biaya pengiriman orang-orang ke Konstaninopel dan lain-lain dalam rangka mencari dan membeli manuskrip-manuskrip ilmu dan filsafat agar dapat dibawa ke Baghdad dan diterjemahkan. Aktivitas pengembangan ilmiah sangat memuncak dimasanya. Karena teologi Mu‟tazilah sangat mendorong bagi kemajuan ilmu dan falsafat, maka al- Ma‟mun menjadikan Mu‟tazilah sebagai mazhab resmi Kerajaan Abbasiyah Nasution,1992: 612. Al- Ma‟mun kholifah yang pertama kali membuat sistem putra mahkota, ia mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa sejarah. Dia melihat bahwa pemerintahan khalifah bukanlah miliknya secara khusus yang kemudian diwariskan kepada anak-anaknya. Pemerintahan dalam pandangannya bertujuan untuk kemaslahatan umum. Karenanya harus diperhatikan kebaikan dan juga kemaslahatan manusia. Al-Ma ‟mun tidak menjadikan anaknya, al-Abbas untuk menggantikan dirinya. Padahal, anaknya ini meski dikenal sebagai salah seorang panglima perang yang sangat terkenal. Al- Ma‟mun mengangkat saudaranya al- Mu‟tashim. Karena ia melihat bahwa al-Mu‟tashim lebih memiliki kelebihan dari anaknnya sendiri baik dari sisi keberanian maupun kapabiltas Al-Usairy, 2010: 233. . Perkembangan intelektual dimulai dengan diterjemahkan khazanah intelektual Yunani klasik seperti filsafat Aristitoles. Khalifah sendiri yang mengalokasikan anggaran khusus untuk menggaji para penterjemah dari golongan Kristen, kaum salabi, dan bahkan juga para 101 penyembah bintang. Untuk melengkapi kehausan terhadap berbagai cabang ilmu Saefudin, : 2002: 7-8. Harun al Rasyid ayah dari al- Ma‟mun, oleh para sejarahwan dianggap sebagai khalifah paling besar dan cemerlang yang membawa Dinasti Abbasiyah ke zaman keemasannya. Jika al- Ma‟mun berkuasa selama 20 tahun, maka Harun al-Rasyid memerintah selama 23 tahun dan membuat dinasti ini mencapai kemajuan dan kejayaan di bidang politik, ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan dan peradaban Islam Clot, 1989: 46. Kekuasaan Harun al-Rasyid amat luas, yang terbentang dari daerah-daerah Laut Tengah di sebelah Barat sampai India di sebelah Timur. Puncak kejayaan pemerintahan Bani Abbas berada pada masa Khalifah Harun al Rasyid dan putranya, al- Ma‟mun, yang disebut “ Masa Keemasan Islam” The Golden Age of Islam. Pada tahun 800 M184 H Baghdad telah menjadi kota metropolitan dan kota bagi dunia Islam, yakni sebagai pusat pendidikan, ilmu pengetahuan, pemikiran, peradaban Islam, serta pusat perdagangan, ekonomi dan polotik al Masudi, t.t: 396. Al- Ma‟mun sendiri menjabat sebagai khalifah pada tahun 813 M dan berusia 28 tahun. Masa pemerintahannya dipandang sebagai masa keemasan yang melanjutkan kebesaran yang dicapai ayahnya, Harun al- Rasyid. Ia jauh berbeda dengan saudaranya Kholifah al Amin. Al Ma‟mun memiliki sifat pemaaf, tidak suka terhadap hiburan dan perminan. Suyuthi menyatakan: “Al-Ma‟mun adalah tokoh Bani Abbas yang paling utama keilmuannnya, keberaniannya, kehebatannya, kesabarannya, dan kec erdasannya”. Ia berkonsentrasi penuh pada pengembalian keutuhan kerajaan yang hampir runtuh, yang diakibatkan masalah politis kekuasaan sebelumnya antara al- Ma‟mun dengan al-Amin. Dan ia juga berkonsentrasi ada ilmu pengetahuan dan buku-buku yang ia baca Saefuddin, 2002: 44. Ia dikenal karena keintelektualannya dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, serta jasa-jasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Ia banyak mengumpulkan buku-buku untuk disimpan di perpustakaan Bait Al-Hikmah. Ia juga banyak mengundang banyak penterjemah untuk menterjemahkan buku-buku sains dan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab dengan imbalan gaji yang besar dan memuaskan. Kehausan akan ilmu pengetahuan mendorongnya untuk menyibukkan diri dalam mempelajari berbagai pemikiran sains dan filsafat al- Mas‟udi, t.t: 5, Atsir, t.t: 383. Al- Ma‟mun pernah meninggalkan istana selama delapan tahun guna untuk mempelajari Filsafat dari orang-orang Yunani, yang kemudian mengembangkannya dengan menterjemahkan karya-karya Yunani ke dalam bahsa Arab. Pada masa al- Ma‟mun, paham Mutazilah dijadikan paham Negara. Ia mewajibkan seluruh penduduk untuk mengikuti paham 102 ini, bagi yang tidak mau mentaati maka ia akan dihukum. Untuk menguji paham seseorang apakah Mutazilah atau bukan ia memberlakukan Mihnah inquisition, semacam lembaga penyelidikan untuk meneliti paham seseorang Atsir, t.t: 383. Salah satu pertanyaan yang diajukan dalam Mihnah adalah tentang kemakhlukkan al- Qur‟an. Bagi yang menentang paham bahwa al-Qur‟an bukan makhluk maka ia akan diberi hukuman. Salah satu ulama yang terkenal yang menjadi korban Mihnah adalah Ahmad Ibn Hanbal. Ia disiksa dan dipenjara selama bertahun-tahun karena bertahan dengan pendapatnya bahwa al- Qur‟an bukan makhluk Khalikan, t.t: 24. Keberpihakan al- Ma‟mun terhadap paham Mutazilah tempaknnya tidak dapat dipisahkan dari kehausannya akan pengetahuan yang rasional. Kecintaan terhadap filsafat mendorongnnya untuk menyetujui paham Mutazilah yang rasional dan filosofis daripada paham yang lain. Mutazilah menganut paham Qodariyah, kebebasan manusia dalam berbuat kehendak, dan paham sunatullah, yakni paham yang memandang bahwa alam ini diatur oleh Tuhan melalui hukum penciptaan-Nya, sedangkan Asy‟ariyah menganut paham Fatalisme dan menolak adanya sunatullah yang mengatur alam semesta Nasution, 1995:115.

B. Paradigma Pengembangan Sains dalam Islam

Paradigma dalam bangunan ilmu pengetahuan dapat diibaratkan sebagai landasan dalam kerangka berpikir hingga terbentuk sebuah model dalam sebuah teori ilmu pengetahuan. Berangkat dari paradigma ini pula kemudian dibangun teori-teori berikutnya. Selanjutnya, jika ilmuwan telah menerima suatu paradigma tertentu, maka riset-risetnya akan ditunjukkan untuk menjawab masalah-masalah yang muncul dari paradigma tersebut. Sampai suatu saat paradigma tadi berhenti mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau muncul semakin banyak keganjilan yang tak dapat masuk dalam kerangka paradigma dimaksud. Ilmuwan akan mempertanyakan paradigma baru yang lain. Sebuah paradigma baru akan menghasilkan teori baru yang lain Jalaluddin, 2013: 148. Umumnya paradigma pengembangan ilmu tak lepas dari nilai-nilai filsafat yang melandasinya. Manusia berhubungan dengan realitas bukan sesuatu yang telah ada given tanpa interpretasi, melainkan dirantai dan dibangun oleh skema konseptual. Haidar Baqir mengatakan, “bahwa paradigma-paradigma itu bisa saja dipilih berdasarkan keyakinan dan selera intelektual masing- masing kelompok ilmuwan.” Dengan demikian paradigma pengembangan ilmu sepenuhnya tergantung kepada para ilmuwan itu sendiri Jalaluddin, 2013: 250. 103 Dalam pandangan Jhon Ziman, pembentukan paradigma ini sangat mendasar sifatnya bagi ilmu pengetahuan. Tanpa komitmen dari masing- masing individu ilmuwan pada “gambar dunia” world picture yang sama, tak akan tercipta komunikasi. Dalam keilmuan Barat paradigma bersumber dari hasil pemikiran manusia berupa komitmen para ilmuwan yang kemudian terbentuk sebagai world picture dari latar belakang filsafat masing-masing Jalaluddin, 2013: 250. Dalam pandangan Islam, world picture yang terbetuk berdasarkan komitmen para ilmuwan tersebut, semuanya berpangkal dari sumber tunggal, yakni pesan-pesan kitab suci al- Qur‟an. Setidaknya Harun Nasution mengatakan bahwa al- Qur‟an adalah kitab yang komplet, sempurna, dan mencakup segala-galanya termasuk sistem kemasyarakatan, ilmu pengetahuan dan teknologi modern Nasution, 1983: 25. Pendapat ini didasarkan pada pernyataan-pernyatan ayat al- Qur‟an itu sendiri, antara lain Firman Allah Swt.:            Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Q.S. Al-Maidah:3 Ayat tersebut diatas dapat diartikan bahwa al- Qur‟an adalah kitab yang sempurna isinya dalam arti suatu pun tidak dilupakan di dalamnya. Segala-galanya dijelaskan di dalamnya Nasution, 1983: 30. Ayat-ayat al- Qur‟an yang termasuk ayat-ayat kauniyah memang tidak memberi penjelasan rinci mengenai proses fenomena alam berupa teori-teori tertentu. Proses tersebut harus dipikirkan manusia. Pada dasarnya ayat-ayat kauniyah mengandung dorongan kepada manusia untuk memperhatikan dan memikirkan alam sekitar. Kandungan- kandungan ayat-ayat ini sekaligus menunjukkan bahwa al- Qur‟an juga mengungkapkan fenomena alam yang menjadi pembahasan ilmu pengetahuan modern. Dalam ilmu pengetahuan kealaman natural science, orang mengumpulkan pengetahuan dengan mengadakan pengamatan atau observasi, pengukuran atau pengumpulan data pada alam sekitar. Baik yang hidup seperti manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan, maupun yang tak tak bernyawa seperti binatang, matahari, gunung, lautan, dan benda-benda yang mengelilingi manusia Baiquni, 1983: 1. Dengan memperhatikan gejala dan peristiwa alam ini manusia sampai pada kesimpulan, bahwa kejadian-kejadian seperti itu tidaklah timbul begitu saja. Semuanya itu mesti diciptakan dan digerakkan oleh