Paradigma Integrasi Ilmu Paradigma Keilmuan

25 ilmu ke dalam al-Ulum al Naqliyah dan al-Ulum al-Aqliyah. Meskipun al- Ghazali mengelompokkan ilmu-ilmu agama ke dalam kelompok Fardhu‟ „Ain dan Fardhu Kifayah , menurutnya, ia mengakui validitas ilmiah masing-masing. Bahkan sebaliknya, mempelajari ilmu logika dan matematika perlu dipelajari Kartanegara, 2005: 25-26. Kekayaan khazanah Islam klasik yang merupakan kontitusi peradaban Islam itu dapat dilihat pada tradisi keilmuan yang diwariskan kepada umat Islam. Terdapat tujuh tradisi keilmuan yang patut di apresiasi dan di kembangkan dalam konteks kekinian, yaitu: 1 Ilmu-ilmu al- Qur‟an; 2 Ilmu- ilmu hadits; 3 Ilmu-ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih; 4 Ilmu Kalam Teologi; 5 Filsafat Hikmah; 6 Sains astronomi, kimia, fisika, kedokteran, geometri; 7 Tasawuf Heriyanto, 2011: 45. Ketujuh tradisi keilmuan Islam itu harus dibaca dalam helaan nafas dalam atmosfer wahyu yang menginspirasi para sarjana muslim membangunn tonggak-tonggak ilmiah peradaban Islam. Kesaling terkaitan ilmu-ilmu itu ibarat sebuah pohon. Wahyu al- Qur‟an dan Hadits seperti akar dan batang dari pohon tradisi keilmuan Islam. Sedangkan ilmu-ilmu budaya, sains, dan institusi-institusi sosial seperti cabang-cabang pohon, di antaranya ada yang lebih dekat kepada batang dan yang lainnya lebih jauh. Namun semuanya merupakan bagian dari sebuah oragnisme yang tumbuh dari akar. Terintegrasinya ilmu-ilmu dalam Islam merupakan manifestasi dari pandangan Tauhid yang melihat seluruh objek telaah berbagai ilmu itu sebagai ayat-ayat Tuhan. Tidak mungkin berbagai tradisi keilmuan itu, jika dilacak sampai ke akar-akar kebenarannya, saling bertolak belakang atau kontradiktif lantaran sesama ayat Tuhan, sudah pasti saling mendukung. Tabel 2.1: Pandangan Integral-holistik Menurut al-Faruqi, intisari peradaban Islam, Tauhid mempunyai dua dimensi: metodologis dan konseptual. Dalam dimensi konseptual yang menentukan isi peradaban Islam, Tauhid adalah metafisika, etika, estetika dan masyarakat. Sedangkan dimensi metodologis yang menentukan peradaban Metodologis: Kesatuan, rasionalisme, toleransi Konseptual: Metafisika, etika, estetika, masyarakat TAUHID 26 Islam meliputi: kesatuan, rasionalisme dan toleransi. Prinsip kesatuan menegaskan bahwa tidak ada peradaban tanpa kesatuan. Seorang sarjana muslim dapat merengkuk dan menguasai berbagai cabang ilmu. Ibnu Sina misalnya, merupakan ahli kedokteran dan fisika, namun sekaligus seorang filsuf, hafidz al- Qur‟an dan sufi. Berdasarkan Tabel diatas adalah kata kunci konsepsi integrasi keilmuan berangkat dari premis bahwa semua pengetahuan yang benar berasal dari Allah.

3. Paradigma Islamisasi Ilmu

Pembahasan tentang epistemology Islam secara garis besar dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, berkaitan dengan epistemology Islam dalam versi filosof Muslim. Kedua, mencari epistemologi Islam yang secara spesifik berasal dari pandangan al- Qur‟an, dimana harus dibiarkan al-Qur‟an berbicara sendiri. Pada pembahasan pertama, yaitu epistemologi Islam dalam pandangan Islam kaum filosof Muslim, terlebh dahulu harus benar-benar dipahami bahwa pengetahuan adalah ilmu yang tidak hanya membahas tentang objek fisik, karena realitas memiliki objek fisik dan non-fisik sekaligus. Islam mengakui objek non-fisik seperti Tuhan, Malaikat, dan jiwa. Inilah yang paling membedakan dengan paradigma sekuler, karena mereka membatasi objek pengetahuan hanya pada objek-objek fisik sejauh bisa di indrai. Meskipun terdapat perbedaan mengenai asal-usul ilmu pengetahuan di kalangan filsof, tetapi mereka sepakat bahwa selain indra, akal memegang peranan penting dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Ibnu Bajjah misalnya, percaya bahwa pengetahuan yang benar dapat diperoleh melalui akal yang merupakan satu-satunya instrument, dengannya manusia akan mampu mencapai kemakmuran Syarif ed, 1992: 12. Sedangkan Ibnu Sina membedakan antar akal potensi yang ada dalam diri manusia dan akal aktif yang ada di luar manusia. Menurutnya, bahwa pengalaman yang diterima oleh indra langsung muncul dari akal aktif. Akan tetapi, tidaklah sempurna jikalau tidak membicarakan Ibn Khaldun, yang menempatkan pembahasan epistemologi pada bagian akhir dari Muqaddimah- nya. Menurutnya kekuatan manusia terletak pada kemampuannya dalam berpikir, yang merupakan penjamahan bayang-bayang di balik perasaan yang berhasil ditangkap oleh indra dan aplikasi akal di dalamnya untuk membuat analisa dan sintesa Khaldun, t.t.: 236. Selanjutnya pada pembahasan kedua, epistemologi al- Qur‟an. Pada pendekatan analitik, al- Qur‟an lebih dahulu diperlakukan sebagain data tentang 27 pedoman kehidupan dari Tuhan yang harus dianalisa untuk diterjemahkan pada level objektif bukan subyektif. Dalil-dalil yang melahirkan ide-ide keilmuan Scientific ideas al- Qur‟an dan sunah adalah rujukkan ilmu-ilmu Islam. Al- Qur‟an adalah himpunan wahyu yang merupakan dalil ilmu-ilmu. Dalil di sini mengandung arti petunjuk adanya ilmu-ilmu, bukan ilmu itu sendiri. Oleh karena itu , sejarah membuktikan adanya fakta al- Qur‟an mendorong umatnya untuk menciptakan ide-ide sains yang menjadi dasar perkembangan ilmu di kemudian hari. Adapun penjelasan ilmu dalam persepektif Islam al- Qur‟an dan sunah ada pembahsannya tersendiri.

B. Konsep Ilmu dalam Islam

1. Pengertian Ilmu

Kata „ilm yang dalam bahasa Arab biasa diterjemahkan sebagai “pengetahuan atau ilmu”, merupakan derifasi dari kata kerja „alima yang berarti “mengetahui”. Jadi „ilm adalah sebuah kata benda abstrak sebagai lawan kata dari Jahl atau ketidaktahuan Mandzur, t.t: 3083. Orang yang mengetahui „alima disebut „aalim yang jamaknya „ulama. Menurut Imam Sibaweih, kata „alim atau „ulama itu menunjukkan “seseorang yang tidak berkata kecuali dia tahu”. Dengan kata lain pengetahuannya didasarkan pada ilmu. Sedangkan menurut esiklopedia Islam, kata „alima digunakan dalam al-Qur‟an secara perfek, imperfek maupun dalam bentuk imperatif berarti “untuk mengetahui”. Tetapi dalam bentuk imperative dan perfek mempunyai arti “untuk belajar”. Dengan demikian, „ilm merupakan hasil dari upaya-upaya tersebut. The Encyclopedia of Islam, 1979: 1133. Dari kata „ilm terkandung pula makna- makna sebagai berikut: al- Ma‟rifah pengertian, al-syu‟ur kesadaran, al- idrak persepsi, at-tashawwur daya tangkap, al-hifd pemeliharaan, penjagaan, pengingat, al-tazakur pengingat, al-fahm dan al-fiqh pengertian dan pemahaman, al dirayah dan al-Riwayah perkenalan, pengetahuan, narasi, al-hikmah kearifan, al-badihah intuisi, al farasahkecerdasan, al- khibrah pengalaman, al- ra‟yu pemikiran dan opini, dan al-nazar pengamatan. Juga muncul makna, al- „alamah lambing dan al-simah tanda, pemisah antara dua tempat, sesuatu yang dirancang di jalan rambu- rambu untuk menuntun orang. Atas dasar pemahamn ini, al-khalaq ciptaan disebut dengan nama alam alam semesta, karena hal tersebut adalah bagian dari sifat Allah atau sebuah tanda atau bukti dari eksistensi-Nya al-Kurdi, t.t: 33, Mandzur, t.t: 3083-3086. Akan tetapi, dibandingkan istilah-istilah yang berkorelasi lainnya tidak ada yang sama dengan „ilm dari sisi kedalaman makna dan kekuasaan