Pengertian Ilmu Konsep Ilmu dalam Islam

28 penggunaanya. Tentu saja ide yang terkandung dalam istilah al- „ilm adalah yang paling dalam dan signifikan dalam pandangan dunia Islam. Seperti diungkapkan oleh Wan Daud,‟ilm dalam pandangan Islam adalah paling penting, karena ia merupakan salah satu dari atribut Tuhan. Dengan demikian, julukan-julukan yang sesuai bagi Tuhan adalah al‟Alim, al-Alim, al-Allam, semuanya berarti Mahatahu, tetapi Tuhan tidak pernah disebut al‟Arif Wan, 1989: 63. Walaupun keduanya dapat digunakan dalam makna yang sinonim mutarodif, akan tetapi juga memiliki perbedaan yang hampir tidak kentara. Pemahama n Islam tentang „ilm lebih komperhensif dan canggih dari istilah yang biasa diterjemahkan sebagai “pengetahuan”. Sebab istilah „ilm terkait erat dengan konsep-konsep, unsur-unsur dan nilai-nilai dalam Islam. Unsur- unsur tersebut misalnya: „ibadah, khalifah, „adl, keadilan, din agama, hikmah, adab, takwa, amanah, akhirat, yang semuanya itu terpadu menjadi satu kesatuan dalam tauhid al-Atas, 1991: 27 . Kenyatanya „ilm menentukan dan membentuk karakteristik khusus pada peradaban ketika Eropa berada dalam zaman kegelapan the dark age. Dengan demikian, secara konseptual, menerjemahan kata „ilm sebagai pengetahuan adalah kurang tepat dan kurang cocok Imron, 2007: 52. Di antara syarat membahas Islamisasi ilmu pengetahuan yaitu menerima sifat bahwa ilmu itu tidak netral atau tidak bebas nilai value free. Ilmu terkait dengan nilai-nilai tertentu yang berupa ideology, paradigma, atau pemahaman seseorang. Suatu kenyataan yang janggal seseorang membahas Islamisasi ilmu pengetahuan namun ia berpendapat bahwa ilmu itu bebas nilai Hadiyanto, 2010: 41. Menurut Endang Saifuddin Anshari dalam bukunya Ilmu Filsafat dan Agama mengatakan: Salah satu corak pengetahuan adalah pengetahuan yang ilmiah, yang lazim disebut ilmu pengetahuan, atau singkatnya ilmu, yang di ekuivalen artinya dengan science dalam bahasa Prancis, wissenschaft Jerman dan wetenschap Belanda. Sebagaimana juga science berasal dari kata scio, scire Bahasa latin yang berarti “tahu”. Begitu juga ilmu berasal dari kata „alima Bahasa Arab yang juga berarti tahu. Jadi, baik ilmu maupun science secara etimologis berarti pengetahuan. Namun secara terminology ilmu dan science itu semacam pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tanda-tanda dan syarat-syarat yang khas Anshari, 1987: 47. Menurut Harsono, seorang guru besar antropologi dari Universitas Pajajaran sebagaimana dikutip oleh Endang Saifuddin menerangkan bahwa 29 ilmu itu memiliki 3 pengertian: Pertama, Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematisasi. Kedua, Suatu pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indra manusia. Ketiga , Suatu cara menganalisa, yang mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan ses uatu proporsisi dalam bentuk “jika…. Maka….” Anshari, 1987: 49. Sementara dalam Ensiklopedia Indonesia didapati mengenai keterangan ilmu sebagai berikut: “Ilmu pengetahuan adalah sistem dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun demikian rupa menurut asas-asas tertentu, sehinga menjadi kesatuan yang didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode tertentu induksi- deduksi” Hidding,. t.t: 647. Sedangkan Save M. Dagun dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, mengatakan Ilmu Science yaitu pengetahuan yang bersifat pasti diperoleh dari pengalaman dan pemahaman diri. Ide-ide yang mengacu ke obyek atau alam obyek yang sama dan saling berkaitan secara logis. Dan ia menambahkan bahwa, ilmu bersifat koherensi sistemik dan obyektivitas, memiliki metodologi dengan langkah-langkah observasi, klasifikasi, analisis data menarik kesimpulan induktif dan deduktif dari data yang diproleh Degun, 1997: 87. Sementara itu B.J. Habibie dalam pidatonya tatkala menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Hasanuddin, Makasar mendefinisikan tentang ilmu pengetahuan sebagai berikut: Ilmu pengetahuan adalah suatu proses pemikiran dan analisis yang rasional, sistemik, logika, dan konsistensi. Hasil dari ilmu pengetahuan dapat dibuktikan dengan percobaan yang transparan dan objektif. Ilmu pengetahuan memiliki spektrum analisis amat luas mencakup persoalan yang bersifat supermakro, makro dan mikro. Hal ini jelas terlihat, misalnya pada ilmu-ilmu; fisika, kimia, kedokteran, pertanian, rekayasa bioteknologi dan sebagainya. Berbeda dengan filsafat-yang seperti ilmu pengetahuan juga dapat secara rasional, sistemik, logika dan konsisten, namun hasil pemikiran dan analisis filsafat sementara sukar dibuktikan. Spectrum analisis filsafat bersifat supermakro dan makro saja. Sebagai contoh misalnya filsafat tentang; fisika, rekayasa, kehidupan dan sebagaimana. Sementara agama atau kepercayaan harus diyakini karena tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Keyakinan itu menjadi titik tolak 30 dan pemikiran dan analisis yang juga berlangsung secara rasional, sistemik, logis, dan konsisten. Spectrum analisis biasanya hanya bersifat supermakro saja. Sebagai contoh: moral, etika, prilaku dan pandangan hidup seseorang Habibie, 2006: 2. Dari semua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi ilmu yang mereka sampaikan sedikit banyak telah dipengaruhi oleh pandangan Barat. Ciri-ciri pengaruh pandangan Barat dalam definisi tersebut yaitu bahwa ilmu merupakan suatu hal yang empiris, rasional dan logis. Selain itu, para ahli mendefinisikan ilmu dengan objek yang bersifat fisik. Mereka tidak mengakui sesuatu yang sifatnya metafisik. Bahkan B.J. Habibie sekalipun, dalam pendefinisian di atas menyatakan bahwa agama tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Penjelasan yang lebih filosofis menurut penulis datang dari Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya yang berjudul Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar. Menurut Jujun, penjelasan sebuah ilmu harus memenuhi tiga syarat yaitu objek ontologis pengalaman manusia yakni segenap wujud yang dapat dijangkau lewat panca indra atau alat yang membantu kemampuan panca indra, landasan epistemologis metode ilmiah yang berupa gabungan logika deduktif dan logika induktif dengan pengajuan hipotesis atau yang disebut dengan logicohyphotetico -verifikasi dan landasan aksiologis kemaslahatan manusia artinya segenap wujud pengetahuan ini secara moral ditunjukkan untuk kebaikan hidup manusia Suriasumantri, 1990: 294. Jujun mengartikan penggunaan kata ilmu pengetahuan untuk science dan kata pengetahuan untuk knowledge Suriasumantri, 1990: 294. Definisi ilmu menurut ilmuan muslim tentu berbeda dengan yang pernah disebutkan di atas. Salah satunya pendapat yang berkembang adalah pendapat Ibn Taimiyah tentang ilmu. Dalam konteks ini Ibn Taimiyah mendefenisikan ilmu sebagai sebuah pengetahuan yang berdasar pada dalil atau bukti. Dalil yang dimaksudkannya bisa berupa penukilan wahyu dengan metode yang benar al-nqal al-mushaddaq, bisa juga berupa penelitian ilmiah al-baths al-muhaqqaq . Sedang yang dimaksud dengan “ilmu yang bermanfaat” adalah yang bersumber dari Rasulullah : ل أ ىف أشل اف ل س رلا هب ءاج ا ه عف ا لا ليل لا هي ع ا ا علا ّ إ ح لا ثحلا ص لا ل لا ه ا ع Sesunguhnya ilmu itu adalah yang bersandar pada dalil, dan yang bermanfaat darinya adalah apa yang dibawa oleh Rasul. Maka sesuatu yang bisa kita katakan yang akurat . 31 Selanjutnya Ibn Taimiyah menegaskan, apabila sesuatu yang dikatakan ilmu itu pada kenyataannya tidak berdasarkan pada dalil seperti disebutkan diatas, maka ilmu ibarat sebuah tembikar yang terlihat bagus dari luarnya saja. Maksudnya, kelihatan sebuah ilmu yang bagus tapi sebenarnya ia bukan ilmu. Atau kalau tidak, menurut Ibn Taimiyah, yang disangka ilmu tersebut adalah sesuatu yang jelas-jelas batal, yakni bukan ilmu sama sekali Taimiyah, t.t: 388. Bahwa jelaslah dalam Islam, wahyu merupakan sumber ilmu. Sedangkan dalam pandangan Barat, wahyu tidak termasuk ilmu karena tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris, rasionalis atau logis. Di sinilah salah satu letak perbedaan yang terlihat antara definisi ilmu dalam Islam dengan ilmu dalam pandangan Barat. Sedangkan menurut Mulyadhi Kartanegara, menjelaskan mengenai ilmu yakni sebagai berikut: Istilah ilmu dalam epistemologi Islam mempunyai kemiripan dengan istilah Science dalam epistemology Barat. Sebagaimana sains dalam epistemologi Barat dibedakan dengan knowledge, ilmu dalam epitemologi Islam dibedakan dengan opini ra‟yu. Sementara sains dipandang sebagai any organized knowledge, ilmu didefinisikan sebagai “pengetahuan tentang sesuatu bagaimana adanya”. Dengan demikian, ilmu bukan sembarang pengetahuan atau sekedar opini, melainkan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Pengertian ilmu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sains, hanya sementara sains dibatasi pada bidang-bidang fisik atau indrawi, ilmu melampauinya pada bidang-bidang nonfisik, seperti metafisika. Penyetaraan ini dapat diperkuat oleh pernyatan Karier, pengarang buku The Scientists of the Mind , bahwa pada masa-masa awal abad ke-19, sains dipahami sebagai any organized knowledge , atau “sembarang pengetahuan yang terorganisasi”, termasuk teknologi. Dengan pengertian yang disebut terakhir ini, kata ilmu seharusnya dipahami Kartanegara, 2003: 2. Sedangkan menurut Budi Handayanto, “Ilmu dalam pandangan Islam berbeda dengan pandangan sains dalam pandangan Barat. Sains Barat hanya dibatasi pada bidang-bidang empiris-positivis sedangkan ilmu dalam pandangan Islam melampauinya dengan melakukan tidak hanya pada bidang- bidang empiris, tetapi juga non- empiris, seperti matematika dan metafisika” Handayanto, 2010: 27. 32 Jadi kesimpulannya, bahwa ilmu dalam pandangan Islam mempunyai ruang lingkup yang lebih luas daripada sains dalam istilah peradaban Barat. Jika sains membatasi dirinya pada hal-hal yang bersifat fisik, maka ilmu dalam pandangan Islam masih tetap meliputi tidak hanya fisik, akan tetapi juga metafisik. Banyak cendikiawan muslim yang merasa perlu mendefinisikan ilmu. Namun, tidak semua dari mereka sepakat tentang kemungkinan pendefinisiannya, karena artinya sudah jelas dan nyata. Upaya untuk membuat definisi hasilnya hanya malah justru akan membingungkan dan memperumit dalam pemahamannya. Ibn al‟Arabi sangat menentang upaya-upaya seperti dalam paragraph berikut ini: “Ilmu adalah konsep yang sangat jelas, tidak perlu penjelasan, tetapi ahli Bid‟ah berhasrat untuk membuat pemahaman istilah “ilmu” serta konsep-konsep agama dan intelektual yang lainnya menjadi rumit. Tujuan mereka adalah menyesatkan dan memberi kesan yang salah bahwa tidak ada konsep atau makna yang dapat diketahui. Bagaimanapun juga klaim tersebut tidak beralasan dan merupakan cara berfikir yang menyesatkan” „Arabi,. t.t: 114. . Namun, berbagai upaya mendefinisikan ilmu terus dilakukan oleh banyak cendikiawan Muslim, aktifitas ilmiah seputar itu tidak pernah terhenti. Hasilnya, banyak definisi yang muncul dengan beberapa variasinya, karena latar belakang mereka yang berbeda-beda, sehingga penekanannya pun berbeda-beda pula. Misalnya, menurut Ikhwanu al- Safa, “Ilmu adalah repsentasi Surah sesuatu yang diketahui kedalam jiwa ilmuwan dan merupakan lawan dari ketidaktahuan jahl, yang merupakan ketiadaan representasi Chejen, 1982: 86. Sejak awal para pemikir muslim memberikan beberapa definisi tentang ilmu. Rosenthal menjelaskan delapan ratus definisi ilmu yang dihasilkan oleh pemikir-pemikir Muslim. Definisi terbaik menurut A.Madi dikemukakan oleh Fakhr al-Din al-Razi. Al-Attas mengungkapkan kembali dan mengelaborasi definisi ilmu datang atau berasal dari Allah dan diinterpretasikan oleh jiwa melalui fakultas-fakultas spiritual dan fisik. Al-Attas mengartikulasikan definisi ilmu melalui konteks. Pertama, mengacu kepada Allah sebagai sumber dari semua ilmu. Kedua, mengacu kepada jiwa sebagai penafsirnya. Dalam konteks tersebut, maka definisi epistemologis yang paling tepat ialah dengan mengacu pada konteks yang pertama, bahwa ilmu merupakan kehadiran husul makna sesuatu hal atau objek ilmu ke dalam jiwa. Apabila mengacu pada konteks kedua, maka ilmu adalah datangnya wusul jiwa kepada makna sesuatu hal atau objek ilmu al-Attas, 1987: 154. 33

2. Ilmu dalam Perspektif Islam

Secara umum, selama ini orang membedakan ilmu umum dengan ilmu agama, seperti “umum” untuk keduniawian dan”Agama” untuk keakhiratan. Seakan-akan muncul berbagai partikel istilah seperti sekolah umum dan sekolah agama. Kata “umum” untuk kehidupan dunia dan “Agama” untuk persiapan hidup sesudah mati Ilmu dalam persepektif Islam tidak berarti hanya mengkaji persoalan tentang syari‟at agama. Oleh karena itu, pemaknaan al-Ghazali terhadap ilmu semestinya tidak terbatas pada studi teologi dan hukum Islam, melainkan juga mencakup semua kekayaan intelektual, warisan ulama Islam sejak abad pertama Hijriyah. Para ahli sejarah mencatat, bahwa selama beberapa abad para ilmuwan Muslim telah menerangi dunia dengan ilmu pengetahuan dan karya- karya mereka merupakan referensi sangat berharga bagi kemajuan Eropa. Bagi para ilmuwan Muslim era itu, dikotomi tidak perlu terjadi karena memang mereka tidak melihat adanya suatu konflik antara tujuan ilmu dan agama, dan menyakini bahwa agama maupun ilmu sama-sama mengantarkan manusia pada pemahaman tentang kesatuan alam yang menjadi cermin keesaan dan keagungan penciptaan-Nya Farrukh, 1989: 36. Sebagaimana dijelaskan diatas dalam Islam, sejak awal tidak pernah ada distingsi atau perbedaan atau bahkan pengkotak-kotakkan demikian, hal ini terjadi sejak daerah-daerah muslim dijajah, dan kaum penjajah mengarahkan agar umat Islam, mengurangi kegiatan duniawi dan memberi porsi lebih bagi persiapan hidup sesudah mati Rohan, 2009: 317-318. Islam menempatkan dan memberikan penghargaan yang sangat istimewa terhadap ilmu, dengan tanpa melakukan diskriminasi dan membatasi jenis ilmu pengetahuan itu sendiri. Dari hal tersebut, jelaslah bahwa segala ilmu pengetahuan itu sendiri berasal dari zat Yang Maha Mengetahui Ilmu yakni Allah Swt. Karena pada hakikatnya sumber-sumber ilmu tersebut berupa wahyu, akal pikiran, intuisi adalah anugrah Allah yang indah dan tak ternilai harganya yang diberikan kepada manusia Nata, 2003: 70. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya mengenai ilmu, Menurut M. Quraish Shihab, kata „ilm dari segi bahasa berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan, selanjutnya bahwa kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang sebanyak 854 kali Shihab, 1997: 434. Sementara itu menurut Abdus Salam, dalam kitab suci al- Qur‟an terdapat 750 ayat berbicara tentang ilmu atau setidaknya berbicara mencari ilmu Fathudin, 2000: 51. Selanjutnya dalam “Ensiklopedi al-Qur‟an Kajian 34 Kosakata dan Tafsirannya” ditemukan pula bahwa di dalam al-Qur‟an kata ilmu dan turunannya tidak termasuk al- a‟lam gunung-gunung, al‟alam bendera, ala‟mat alamatyang disebut sebanyak 76 kali disebut sebanyak 778 kali Ensiklopedi Al- Qur‟an, 1997: 150. Mengingat bahwa segala ilmu atau pengetahuan yang dimiliki atau didapatkan manusia hakikatnya adalah ilmu yang diberikan oleh Allah Swt. Dan lebih dari itu ilmu yang diberikan adalah sebagai sarana untuk kemaslahatan dan penuntun hidup manusia, baik di dunia maupun di akhirat, maka penulis meyakini, bahwa tidak ada pembagian ilmu dunia dan ilmu akhirat yang terkesan membedakan secara diameterial antara dua kepentingan yang berbeda. Dengan demikian, yang ada hanyalah pembagian atau klasifikasi atau jenis-jenis ilmunya saja. Membicarakan tentang berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berbagai cabangnya mengharuskan adanya pembicaraan tentang ontology, epistemologi, aksiologi. Ketiga macam yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sebagai berikut: a. Sumber dan Metode Memperoleh Ilmu Ontologi Dalam persepektif ontology, manusia tiada henti-hentinya terpesona menatap dunia. Dengan demikian, sesorang akan terpanggil untuk brefikir terhadap hal-hal yang bersifat metafisik, berasumsi, mencari peluang, menginterpretasi beberapa asumsi dalam ilmu dan melakukan batas-batas penjelajahan ilmu Bidin, 2003: 66. Bahwasanya sumber dari berbagai ilmu adalah Allah, karena Dia yang membekali manusia dengan wahyu dan aqal, intusi dan pengalaman sebagai sumber pengetahuannya Imron, 2007: 55. Nampaklah sudah bahwa yang dikatakan ilmu adalah segala sesuatu yang diketahui oleh manusia, yang hakikat berasal dari Allah Swt. Dan dari pertama yang Allah turunkan tersebut, diperoleh isyarat bahwa ada dua cara perolehan dan mengembangan ilmu, yaitu bahwasanya Allah mengajarkan manusia tanpa pena yang belum diketahuinya. Cara pertama adalah mengajar dengan alat atau atas dasar usaha manusia. Dan cara kedua dengan mengajar tanpa alat dan tanpa adanya usaha dari manusia. Walaupun berbeda, namun keduanya berasal dari satu sumber, yaitu Allah Swt. Shihab, 1997: 434. Allah yang memberi manusia akal budi ‟aql sebagai sarana untuk memperoleh ilmu agar dapat mengenal dan mengetahui realitas. Manusia memperoleh ilmu dari berbagai macam sumber dan melaui jalan atau cara. Tetapi semua ilmu pada akhirnya berasal dari Allah Yang Maha Mengetahui. Al- Qur‟an dan Sunah merekomendasikan penggunaan berbagai sumber atau cara untuk mendapatkan ilmu seperti: observasi dan eksperimen,