Tradisi Menerjemahkan Buku dan Manuskrip

157 Nestorian. Meraka adalah sekte-sekte yang dikucilkan oleh gereja induk mereka. Pada saat penaklukan kaum Muslimin di Persia dan Romawi, mereka menyambut baik, karena umat Muslim telah bertindak toleran dan bagi mereka, kaum Muslimin sebagai kaum pembebas. Kedua, Penaklukkan yang dilakukan oleh Alexander yang agung dan para penggantinya telah menyebarkan ilmu pengetahun dan filsafat ke Persia dan India, tempat ilmu pengatahuan dan filsafat Yunani diperkaya dengan pemikiran-pemikiran yang asli. Ketiga, Peran akademi Jundishapur di Persia yang mengembangkan kurikulum studi yang disusun setelah universitas Alexanderia, dan selama abad keenam disamakan dengan ilmu pengetahuan India, Grecian, Syiria, Hellenestik, Hebrew dan Zoroastrian Saefuddin, 2002: 151. Para ilmuwan di utus ke daerah Bizantium untuk mencari naskah-naskah Yunani dalam berbagai ilmu terutama filsafat dan kedokteran. Perburuan manuskrip-manuskrip di daerah Timur, seperti di Persia terutama di bidang tata Negara dan sastra Abdurrahman, 2003: 124.

e. Tradisi Menulis, Mensyarah dan Mentahqiq

Gerakan intelektual, kebudayaan dan peradaban sesungguhnya dimulai dari gerakan membaca dan menulis yang sudah di ajarkan oleh Allah Swt dalam peristiwa turunya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad Saw. dalam surah al- „Alaq ayat 1-5: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu yang paling pemurah. Yang Mengajar manusia dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Dampaknya yang terjadi muncullah tradisi untuk meneliti dan lebih lanjut munculnya tradisi membaca dan menulis. Oleh sebab itu tradisi meneliti, membaca dan menulis saling erat kaitannya. Melalui tradisi membaca dan menulis inilah maka lahir berbagai karya tulis, mulai dari manuskrip kemudian dicetak menjadi buku yang membahas berbagai ilmu agama dan ilmu umum, bahasa, sastra dan lain sebagainya. Aktivitas para pelajar yang tidak kalah menariknya adalah menulis buku sebagai karya yang menjadi penguasaan ilmu yang diperoleh dari guru syekh. Mereka bukan hanya belajar saja, namun mereka juga sambil menulis. Walaupun pada awalnya tulisan berupa manuskrip-manuskrip, namun berikutnya menjadi buku yang dicetak dan memiliki kualitas yang dapat di pahami oleh banyak orang.. Al-Jahiz 776-869 M adalah seorang sastrawan yang terkenal pada zaman al- Ma‟mun, ketika sedang menulis berani melepaskan diri dari ikatan tradisi. Sejak kecil ia gemar membaca dan belajar tanpa ada batasnya. Ia pernah menginap di sebuah toko buku untuk membaca. Ia 158 juga pernah belajar bahsa dan kemudian belajar fiqih dari al-Nazhzham, dan belajar filsafat. Meskipun demikian ia banyak belajar kepada tokoh- tokoh Mu‟tazilah, akan tetapi keluasan ilmu dan kecerdasan akalnya menghasilkan banyak perbedaan dengan gurunya. Ketika al-Jahijz mulai mengarang, mula-mula mengesampingkan gaya lama yang dipakai oleh para ahli bahasa. Dia memakai gaya bahasa yang mampu mengungkapkan kenyataan dan hal-hal yang bersifat ilmiah dena teliti. Karya yang paling penting adalah Kitab al-Hayawan terdiri dari tujuh jilid, dan pembahasannya seputar hewan-hewan. Begitupun juga Imam al-Bukhari oleh gurunya, Ishaq bin Rahawaih, di dorong dan disarankan agar menulis kitab yang singkat yang hanya memuat Hadits-hadits shahih. Saran tersebut telah mendorong ia untuk menulis kitab al- Jami‟ al-Shahih Al-Asqalani, t.t.: 6. Ibn Sa‟id w. 845 M mengarang sebuah buku tentang kemenangan umat Islam dalam peperangan yang berjudul “Thabaqat al- Kubra ”, sebanyak 8 jilid Hasan, t.t: 135 Banyak para murid mengadakan perjalanan dan menulis buku yang menerangkan apa yang mereka saksikan dan alami. Abu Nawas 747-815 M lahir di kota al-Hawaz, Persia, akan tetapi dibesarkan di kota Bashrah. Setelah berbaur dengan orang Arab asli, ia dapat berbicara dengan bahsa Arab dengan sangat fasih. Ia menulis qasidah yang amat sangat elok tentang al-Mahdi ketika ia sudah bertaubat dari kebiasaan buruknya. Qasidah itu ia susun bertahun- tahun lamanya. Karya Abu Nawas dipengaruhi oleh unsur budaya Arab dan budaya Iran Amin, 1995: 64. Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi 780-848 M adalah ahli al Jabar, astronomi, dan geografi yang handal. Bahkan orang Eropa mengenal al-Khawarizmi dengan sebutan algorismus. Al-Khawarizmi menulis buku al-Muktashar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah. Dalam ilmu hitung ia yang pertama menggunakan bilangan puluhan yang sampai sekarang dipakai seluruh dunia yang orang Barat menyebutnya “angka Arab”. Muhammad ibn Sa‟ad, seperti gurunya, al-Waqidi dikenal sebagai sejarahwan produktif. Di antara karyanya, yaitu Kitab at-Thabaqat al- Kabir dan at-Thabaqat al-Shaghir. Dalam menulis ia mengumpulkan sanad-sanad dilengkapi dengan riwayat-riwayat. Ia juga mengikuti gurunya al-Waqidi dalam memperhatikan geografis kota-kota Yatim, 1994: 88. Muhammad Ibn „Umar Al-Waqidi 130-207 H748-823 M lahir di Madinah dan wafat di Baghdad. Ia adalah seorang ahli hadits, fiqih, dan sejarahwan Arab yang terkenal. Semasa hidupnya ia senang mengembara keberbagai negeri. Pengembaraanya berkisar di kota Hijaz Makkah, Madinah, Ta‟if, dan Jeddah, termasuk kota Syiria dan Baghdad.