Al Kindi 806-866 M.

119 logika, ilmu hitung, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, optik, musik, fisika dan ilmu alam, tekhnik mesin, matematika dan sebagainya Nasution, 1987: 15. Bukunya tentang optik diterjemahkan ke dalam bahasa latin yang banyak mempengaruhi Roger Bacon. 3 Apa yang dilakukan Bacon tidaklah seperti yang dilakukan oleh kaum Muslimin dengan menterjemahkan karya-karya Phytagoras 530-495 pra-Masehi, Plato 425-347 pra-Masehi, Aristoteles 388-322 pra-masehi, Aristarchos 310-230 pra-masehi Euclides 330-260 pra-masehi, Claudius Ptolemaios 87-168 M. Poeradisastra, 2008: 18-19. Menurut sejarah, al-Kindi adalah filsuf Muslim pertama. Ia amat sangat mahir dan sangat terkenal namanya sebagai ilmuwan. Ia dikelompokkan sebagai tokoh-tokoh pengembang ilmu pengetahuan sekaligus pendidik multicultural, karena ia dikenal sebagai tokoh yang humanis dan al-Kindi adalah orang yang pertama kali mengajak kaum muslimin untuk hidup saling memahami dan menyelaraskan pemikiran- pemikiran yang berbeda-beda. d. Al- Farghani Ahli astronomi yang terkemuka lainnya pada zaman al- Ma‟mun dalam periode ini adalah Abu al-Abbas Ahmad al-Farghani al-Farganus, ia lahir dan besar di Faghanah, Asia Tengah yang hidup pada abad ketiga Hijriyah atau kesembilan masehi. Ia termasuk seorang tokoh astronom yang terkemuka pada zaman kholifah al- Ma‟mun. Al-Faraghani aktif memulai observasi astronominya ketika al- Ma‟mun membangun sebuah observatorium astronomi di Baghdad pada tahun 830 M Heriyanto, 2011: 128-129. Melalui Observasi yang terus menerus dilakukannya, ia berhasil menentukan jarak dan ukuran planet atau benda langit Bulan Merkurius, Venus, Matahari, Mars, Jupiter, dan Saturnus. Dalam menentukan jarak planet, ia mengikuti teori, bahwa “tak ada ruang yang terbuang”, sesuai dengan falsafah “tak ada ruang kosong” di alam raya, 3 Bermodalkan bahasa Arab, Bacon kemudian mempelajari bahasa Ilmu Pengetahuan pasti dan ilmu pengetahuan alam seperti juga beberapa orang sarjana Kristen lainya pada masa itu. Antara tahun 1250-1257 ia pulang dan melanjutkan pelajaran bahasa Arabnya di Universitas Oxford dengan membawa sejumlah besar buku- buku Ilmiah Islam dari Paris. Beberapa karya sarjana-sarjana Muslim, diantaranya al- Munazhier karya Ali al-Hasan ibn Haitsam 965-1038 M, di terjemahkan oleh Bacon kedalam bahasa Latin, bahasa Ilmiah Eropa pada masa itu.Dalam naskah-naskah tersebut terdapat keterangan-keterangan tentang mesiu dan mikroskop.Bacon secara tidak jujur telah mencantumkan namanya sendiri pada terjmahan-terjemahan itu dan melakukan palgiat secara terang-terangan. 120 sehingga dia menetapkan apogium suatu pelanet bersinggungan dengan perigium planet berikutnya. 4 Al-Farghani, pada tahun 861 M diangkat oleh al-Mutawakkil menjadi pengawas dalam pembangunan kilometer di Fusthath. Karyanya yang utama adalah “Al-Mudkhi Ila ilmi Hayai al-Aflal” yang pada tahun 1135 M diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh John dari Sevilla dan Gerard dari Cremona. Di samping obsevatorium al- Ma‟mun, ada juga obsevatorium swasta yang dikelola oleh tiga bersaudara anak-anak Musa ibn Syakir 850-870 M. Tiga bersaudara ini meninggalkan banyak karangan berharga, di antaranya ilmu untuk mengukur permukaan datar dan bulat. Buku ini disalin oleh Gerard cremona ke dalam bahasa Latin dengan nama “LiberTrium Fratrum” Hoesen,1975:99-104. Al-Faraghani, pada tahun 247 H. atau 861 M. diutus oleh khalifah Al-Mutawakil ke Mesir untuk mengawasi pembangunan alat ukur sungai Nil. Pada tahun 246 H.860 M., dia menulis sebuah buku yang berjudul “Jawani‟ Ilmi An-Nujum Wa Al-Harakat As-Samawiyyah.” Buku ini telah di terjemahkan kedalam bahasa Latin, dan sangat besar pengaruhnya dalam perjalanan ilmu perbintangan di Eropa pada abad kelima belas dan keenam belas Masehi Jaudah, 2002: 527-528. e. Al-Fazari Namanya adalah Abu Ishak Ibrahim bin Habib Al-Fazari. Dalam lapangan ilmu astronomi, penulisannya dimulai sejak diterjemahkannya buku “Maha Sidhanta” dari bahasa India kebahasa Arab oleh al-Fazari di Baghdad tahun 771 M. selanjutnya dilakukan penerjemahan dari daftar- daftar Pahlevi yang disusun sejak periode Sasania. Sesudah itu barulah diterjemahkan buku Yunani Almagest karangan Ptolomeus. Dua buku karangan Ptolomeus yang lain masing-masing diterjemahkan oleh al- Hajjaj ibn Mathar pada tahun 212 H887 M dan oleh Hunain ibn Ishaq yang kemudian direvisi oleh Tsabit ibn Qurra. Pada awal abad IX M. tempat observatorium dengan alat-alat yang lebih akurat dibangun di Yunde Shapur. Oleh al- Ma‟mun, sehubungan dengan kepentingan lembaga ilmu pengetahuan Bait al-Hikmah, dibangun sebuah observatorium astronomi dekat gerbang Syamsiyah di bawah pimpinan Sindi bin Ali dan Yahya ibn Abi Mansur 830 M. Para ahli astronomi dan lembaga ini tidak hanya membuat observatorium sistematis terhadap gerakan benda-bendalangit di jagat raya, tetapi juga membuktikan secara tepat elemen-elemen yang fundametal yang terdapat dalam almagest, yaitu 4 Apegium dan pergium adalah masing-masing titik terjauh dan titik terdekkat lintasan orbit pelanet dengan bumi. Semakin lonjong suatu lintasan maka semakin besar perbedaan antar apogium dan pergium 121 garis gerak yang tidak beraturan dan garis edar matahari, panjang tahun syamsiyah dan sebagainya. Al- Ma‟mun segera membangun sebuah cabang dan observatorium ini yang didirikan di gunung Qosayun di luarkota Damaskus. Alat perlengkapan obsevatori pada waktu itu antara lain terdiri atas quadrant, astrolobe alat pengukur letak tinggi tempat yang dipergunakan pada masa pertengahan, dial alat pengukur waktu, kecepatan, suhu dan bola dunia Jaudah, 2002: 527-529. Al-Fazari adalah orang pertama yang mengajarkan astrolobe nama Arab-nya Asthurtab. Model astrolobe ini mungkin diambildari Yunani. Buku-buku terbitan yang ditulis mengenai astrolobe di masa itu ialah yang ditulis oleh Ali ibn Isa al-Asthurlabi, hidup di Baghdad dan Damaskus sebelum tahun 830 M. Para ahli astronomi al- Ma‟mun memperlihatkan ketelitian yang tinggi dalam hal operasi giodotik pengukuran panjang dari busur derajat letak tinggi tempat dari permukaan air laut. Tujuan dari operasi ini adalah untuk menentukan ukuran bumi dan jarak lingkar bumi dengan satu asumsi bahwa bumi ini adalah bundar. 5 Dalam kalendernya yang bernama “As-Sindhind Al- Kabir ” ia memadukan antara pengetahuan Iran, India dan Barat. Pada tahun 174 H 790 M, ia menulis sebuah buku yang berjudul “ Zaij Ala Sunni Al-Arab .” Buku ini merupakan kumpulan jadwal bintang pertama yang mempergunakan kalender Hijriyah. Artinya, ia telah merubah kalender India yang berdasarkan peredaran bintang menjadi kalender berdasarkan Hijriyah. Ia juga menulis buku yang berjudul “Al‟Amal Fi Al- Astharlab Al- Musthuh.” Pengukuran-pengukuran ini dilakukan di dataran Sinjar di antara sungai Furat dan juga dekat Palmira yang menghasilkan 56 23 mil Arab sebagai panjang busur dari satu derajat meridian yang merupakan hasil yang akurat yang secara ekstrim dapat menentukan panjang sesungguhnya dari busur derajat tempat itu yaitu ±2877 kaki. Berdasarkan hasil hitungan ini diperhitungkan bahwa jarak lingkaran bumi adalah 20.400 mil dan garis tengahnya adalah 6.500 mil. Di antara orang-orang yang mengambil bagian dalam operasi ini adalah putra dari Musaibn Syakir dan barangkali juga al-Khawarizmi, yang daftarnya satu setengah abad kemudian direvisi oleh Maslamah al- Majrithi dari Andalusia w.1007 M dan ditejemahkan kedalam bahasa Latin pada tahun 1126 M. oleh Adelard dari Bath yang menjadi dasar penulisan ilmu bumi pada masa selanjutnya baik di Timur 5 Dalam kalendernya yang bernama “As-Sindhind Al-Kabir” ia memadukan antara pengetahuan Iran, India dan Barat. Pada tahun 174 H 790 M, ia menulis sebuah buku yang berjudul “ Zaij Ala Sunni Al-Arab.” Buku ini merupakan kumpulan jadwal bintang pertama yang mempergunakan kalender Hijriyah. Artinya, ia telah merubah kalender India yang berdasarkan peredaran bintang menjadi kalender berdasarkan Hijriyah. Ia ju ga menulis buku yang berjudul “Al‟Amal Fi Al-Astharlab Al-Musthuh.” 122 maupun di Barat. Daftar astronomi dari Arab ini dapat menggeser dan menggantikan daftar-daftar yang pernah dibuat oleh India dan Yunani, dan bahkandaftar Arab ini dipakai oleh orang Cina Hoesen, 1975: 98. Al-Biruni, selain seorang yang ahli dalam astronomi, ia juga ahli di bidang Geografi, matematika dan fisika. Ia ahli dalam Mineralogi yang menulis Kitab Al Jamahir, ia adalah orang yang mempersoalkan perputaran bumi mengelilingi sumbunya, dan menyatakan universitas hukum alam dengan mengatakan gravitasi di bumi sama dengan gravitasi di langit. Kecuali itu ia juga menulis Kitab As Saidana yang berisi segala informasi yang ada tentang pengobatan pada zaman itu Baiquni, 1996: 70. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan peradaban yang menjadi tonggak puncak peradaban Islam di zaman keemasan dalam Islam di sebabkan, karena institusi pendidikan Islam yang telah menerapkan konsep pendidikan berbasis multicultural. Nilai-nilai multicultural yang actual dikembangkan saat itu adalah toleransi, keterbukaan, kesedrajatan, kebebasan, kedailan, keragaman dan demokrasi. Majunya peradaban dan perkembangan ilmu pengetahuan juga didukung oleh tokoh-tokoh pendidik yang memiliki visi dan misi berbasis kultural.

D. Hasil Pencapaian Al-Ma’mun dalam Mengembangkan Sains

1. Berdirinya Baitul Hikmah Zaman al-Ma’mun

Lembaga pengetahuan ini menjelma menjadi tempat ilmuan muslim guna melakukan penelitian dan menimba ilmu pengetahuan. Pada zaman al- Ma‟mun Baitul Hikmah dilengkapi dengan observatorium. Sejarah mencatat, pada saat itu belum ada dibelahan bagian dunia lainnya yang mampu menandingi dan menyaingi Baitul Hikmah Syuyuti, t.t: 34. Lembaga ini adalah kelanjutan dari Dar Hikmah, perpustakaan yang pernah di bangun oleh Kholifah Harun al-Rasyid. Seperti pepatah mengatakan “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, kiranya tepat jika al- Ma‟mun mengikuti jejak ayahnya sebagai Ilmuwan, ulama, sekaligus kholifah. Sebagaimana Syuyuti mengatakan, “Keberadaan Baitul Hikmah yang semakin berkembang menunjukkan betapa besar kecintaan al- Ma‟mun terhadap ilmu pengetahuan. Bukan saja sebagai salah satu bentuk jasa beliau dalam mengembangkan ilmu pengetahaun, Baitul Hikamah telah menjadi surga bagi para ilmuan dan para penuntut ilmu pada zaman tersebut.” Para ilmuwan dan penuntut ilmu merasakan begitu besar manfaatnya yang di dapat sejak berdirinya Baitul Hikmah dibangun hingga mengalami perkembangan yang begitu pesat, baik di bidang keilmuwan, maupun semakin banyak karya-karya yang dihasilkan dari 123 proses penerjemahan dan perburuan manuskrip lainnya. Al- Ma‟mun juga mengisi Baitul Hikmah dengan berbagai manuskrip berharga yang didapat dari berbagai daerah di antaranya adalah daerah pemerintah Byzantium Amin, 2001: 72. Di Baitul Hikmah, segala ilmu pengetahuan dikaji, diteliti, dan dikembangkan oleh para ilmuan. Studi yang berkembang pesat di lembaga tersebut antara lain: matematika, astronomi, kedokteran, zoology serta geografi. Sebagai kholifah yang punya intelektual tinggi, juga inovatif, al- Ma‟mun meminta para ilmuan tidak hanya menguasai pengetahuan hasil transfer dari peradaban lain saja. Ia juga mendorong para ilmuwan Muslim untuk melahirkan inovasi dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dikuasainya. Syuyuti, t.t: 56. Upaya tersebut akhirnya tercapai, hingga Baghdad menjelma menjadi kota yang kaya raya di dunia dan menjadi pusat intelekual pada saat itu. Penduduk Baghdad mencapai satu juta jiwa populasi terbesar saat itu dan selama kepemimpinannya, telah melahirkan sederet ilmuwan yang terkemuka di dunia yang pernah dimiliki oleh umat Muslim. Sebagaimana pada pembahasan sebelumnya, di Baghdad telah didirikan peneropong bintang-bintang oleh al- Ma‟mun, yang langsung berhubungan dengan Baitul Hikmah. Lalu al- Ma‟mun menyuruh para ulama untuk mempelajari kitab al-Majisthi yang berisi ilmu falaq. Kemudian al- Ma‟mun menyuruh para ulama untuk membuat alat peneropong, untuk mempelajari hal ihwal tentang perbintangan sebagaimana yang dibuat oleh Bathlimus pengarang kitab al-Majisthi. Alat peneropong tersebut kemudian mereka namai sebagai “Peneropong al- Ma‟muni” Yunus, 1992:62-65. Jika melihat keharmonisan al- Ma‟mun terhadap para ulama, tidak mungkin al- Ma‟mun atau para ulama saling memusuhi satu sama lain sebagaimana pendapat para penulis lainnya yang mengatakan bahwa al- Ma‟mun adalah orang yang kejam dengan sering menghukum para ulama sebagaima pada peristiwa Mihnah. Sebagaimana yang pernah dikemukakan oleh Tamim Ansary sebagai berikut: ia dibawa ke istana dan diminta berdebat dengan teolog terkemuka tentang pertanyaan apakah al- Qur‟an itu makhluk ciptaan atau bukan. Filsuf menyerang Ibn Hanbal dengan logika, ulama itu memukul balik dengan kitab suci. Filsuf mengikatnya dalam buhul-bukul argument, Ibn Hanbal berkelit lepas dengan doa kepada Allah. Jelas, tidak ada seorang pun yang bisa benar-benar “menang” dalam debat semacam ini karena para pendebat tidak sepakat pada hal-hal yang mendasar. Ketika Ibn Hanbal menolak untuk mengingkari pandangannya, ia dipukul secara fisik, tapi tidak mengubah pikirannya. Ia dikurung dalam penjara. Ia tetap